Pengaruh Pendekatan Open Ended dengan Menggunakan Pohon Matematika Terhadap Prestasi Belajar Matematika Peserta Didik Kelas VII SMPN 1 Sumbergempol (PMT-36)



BAB 1
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Perkembangan bidang ilmu pendidikan dan teknologi (IPTEK) yang semakin pesat akan mempengaruhi perkembangan dan kemajuan masyarakat di berbagai bidang. Untuk itu diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas yang mampu menopang perkembangan IPTEK tersebut. Lembaga pendidikan merupakan sarana yang baik dalam pembinaan SDM. Oleh karena itu tidaklah mengherankan bila bidang pendidikan mendapat perhatian, penanganan dan prioritas yang baik dari pemerintah, masyarakat maupun para pengelola pendidikan. Sebagai negara berkembang, cara untuk mengejar ketinggalannya di bidang IPTEK adalah dengan melaksanakan pembangunan di bidang pendidikan.
Dalam undang-undang No.2 tentang Pendidikan Nasional yang berlaku, ada perjenjangan pendidikan jalur sekolah yaitu “Pendidikan Dasar” yang meliputi Sekolah Dasar dan Sekolah Lanjutan Pertama (SMP), “Pendidikan Menengah” yang meliputi Sekolah Umum Lanjut Pertama dan Sekolah Menengah Kejuruan, serta “Pendidikan Tinggi” yang merupakan jenjang pendidikan terakhir.[1]

Dalam semua jenjang pendidikan, pelajaran matematika memiliki porsi yang lebih banyak dibandingkan dengan pelajaran yang lain. Tetapi kenyataannya yang terjadi masih saja metematika menjadi pelajaran yang paling ditakuti oleh peserta didik. Hal itu menjadikan pertanyaan seberapa besar kemampuan para peserta didik untuk menerima pelajaran matematika dalam kegiatan belajar mengajar.[2]
  Matematika yang diberikan di jenjang persekolahan itu sekarang disebut sebagai matematika sekolah (school mathematics). Sudah tentu diharapkan pelajaran matematika yang diberikan pada persekolahan itu akan mempunyai kontribusi yang berarti bagi bangsa masa depan, khususnya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana tertera dalam mukadimah undang-undang dasar R.I.[3]
 
Menyikapi kenyataan di atas sekaligus merupakan tantangan bagi dunia pendidikan maka paradigma pembelajaran juga harus diubah. Dari yang semula banyak mengajari menjadi banyak mendorong anak untuk belajar.Dari yang semula di sekolah hanya diorientasikan untuk menyelesaikan soal menjadi berorientasi pola pikir kreatif, dari yang semula pesera didik dianggap sebagai kertas putih yang siap ditulisi oleh guru, sekarang peserta didik bukan lagi kertas putih, tetapi individu unik yang memiliki karateristik tertentu dan mampu mengembangkan potensinya apabila difasilitasi.[4]
Ketika peserta didik percaya bahwa mereka tidak memiliki kemampuan untuk mengerjakan soal matematika yang sulit, maka mereka akan pasrah dan tidak lagi berusaha ataupun termotivasi pada pelajaran matematika.[5]
Pada setiap materi matematika selalu berkaitan dengan materi selanjutnya. Mempelajari suatu konsep b, seseorang perlu memahami dahulu konsep a. Tanpa memahami konsep a, tidak mungkin orang tersebut memahami konsep b. Ini berarti, mempelajari matematika haruslah bertahap dan berurutan serta mendasarkan pada pengalaman belajar yang lalu.[6] Hal inilah yang menjadikan matematika menjadi pelajaran yang tidak disukai peserta didik.
Seseorang peserta didik akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasarkan kepada apa yang telah diketahui, karena itu untuk mempelajari suatu materi matematika yang baru, pengetahuan dan pengalaman belajar yang dulu dari seseorang itu akan mempengaruhi terjadinya proses belajar matematika. Belajar matematika yang terputus-putus akan mengganggu terjadinya proses belajar. Ini berarti proses belajar matematika akan terjadi dengan lancar bila dilakukan secara kontinyu.[7]
Pada umumnya proses belajar mengajar matematika hanyalah mentransfer ilmu dari guru kepada peserta didik. Dalam wujud pelimpahan fakta matematis, bahkan sering, dalam menanamkam konsep hanya menekankan bahwa konsep-konsep itu merupakan aturan yang harus dihafal, tidak perlu tahu dari mana asal mula rumus tersebut. Peserta didik diprogram hanya untuk bisa menghafal rumus-rumus dan mengerjakan soal tanpa harus tahu apa makna dan fungsi soal tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Pada penanaman konsep tidak begitu bermakna peserta didik hanya bisa mengerjakan soal yang telah diberikan contoh dan penyelesainnya. Menjadikan peserta didik beranggapan matematika haruslah menghafal rumus–rumus yang rumit sebelum menyelesaikan persoalan.[8]
Menurut teori konstruktivis, peserta didik harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya.[9] Memberikan kemudahan pada proses ini, dengan memberikan kesempatan pada peserta didik untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi anak tangga yang membawa peserta didik ke pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan peserta didik sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut.
  Pada proses pembelajaran terjadi pembaharuan pengetahuan seseorang yang dikembangkan melalui situasi dan pengalaman baru. Sehingga pengetahuan yang dulu bisa disesuaikan dengan pengetahuan yang baru. Sering seorang peserta didik mengalami kesulitan dalam memahami suatu pengetahuan tertentu, salah satu penyebabnya karena pengetahuan baru yang diterima tidak terjadi hubungan dengan pengetahuan yang sebelumnya, atau mungkin pengetahuan awal sebelumnya belum dimiliki. Dalam hal ini pengetahuan awal menjadi syarat utama dan menjadi sangat penting bagi peserta didik untuk dimiliki.[10]
Inti dari pembelajaran kontruktivis adalah keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran. Penekanan belajar peserta didik aktif ini sangat penting dan perlu dikembangkan dalam dunia pendidikan. Keaktifan dalam proses pembelajaran peserta didik akan terbantu menjadi orang yang kritis menganalisis  suatu hal karena mereka berpikir  dan mencipta bukan meniru.   
Berdasarkan pada prinsip konstruktivisme, muncul berbagai  metode pembelajaran yang mengembangkan keaktifan dan berpikir kritis pada peserta didik. Diantaranya adalah : problem solving, realistic mathematics education, dan open ended approach.[11]Tidak semua materi pada matematika dapat disampaikan dengan satu  model pembelajaran karena terdapat kekurangan dan kelebihan masing-masing. Jadi guru harus benar-benar menguasai model pembelajaran yang digunakan agar pembelajaran dalam kelas menjadi komunikatif dan tidak membuat peserta didik menjadi jenuh.
Terkadang dalam mempelajari matematika kebanyakan peserta didik akan mendapatkan  masalah. Namun terjadinya suatu masalah tergantung bagaimana seseorang mendapatkan masalah tersebut sesuai kemampuan awalnya dan  dalam proses kegiatan belajar mengajar. Bruner menganggap, bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencaharian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya memberi hasil yang paling baik. Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang benar-benar bermakna.[12]
Menyadari tidak satu jalan tetapi ada banyak jalan untuk menjawab persoalan matematika dengan benar, peserta didik akan lebih berminat dan mengembangkan cara berpikir. Maka dengan sendirinya penalaran dan pemahaman peserta didik yang dimiliki akan semakin tumbuh dengan pembelajaran yang memberikan kebebasan kepada peserta didik diantaranya adalah pembelajaran problem posing dan open ended.
Model pembelajaran problem posing adalah model pembelajaran yang dilakukan dengan meminta peserta didik untuk mengajukan masalah. Rekomendasi untuk pembaharuan matematika sekolah, yang saat ini menyarankan pentingnya peran peserta didik dalam menghasilkan penyusunan soal. Sebagai contoh ‘the curriculum and Evaluation Standar for School Mathematics’ (NCTM, 1989) menyatakan secara eksplisit bahwa peserta didik harus mempunyai pengalaman mengenal dan memformulasikan soal-soal mereka sendiri, yang merupakan kegiatan utama dalam pembelajaran matematika.[13]
Lebih jauh dalam “the Profesional Standar for teaching Mathematics “ (NCTM, 1991) disarankan pentingnya bagi guru-guru untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik mengajukan soal-soal mereka (problem posing): “peserta didik seharusnya diberi kesempatan untuk merumuskan soal-soal dari situasi yang diberikan dan membuat soal-soal dengan cara memodifikasi kondisi-kondisi dari soal-soal yang diberikan”.[14]
Selanjutnya, pendekatan open ended merupakan pendekatan pembelajaran yang dilakukan dengan menyajikan masalah yang memiliki jawaban tidak tunggal atau cara penyelesaiannya tidak tunggal. Ketika masalah dirancang dengan jawaban tidak tunggal, maka proses berpikir peserta didik akan bebas menentukan bentuk jawabannya, asalkan jawaban tersebut logis dan rasional. Dengan jawaban atau proses tidak tunggal tersebut dapat mendorong peserta didik untuk berpikir kreatif.[15]
Problem posing dan open ended merupakan pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan penalaran peserta didik. Keduanya memilki kareteristik yang memberikan kebebasan berpikir. Problem posing mengarahkan peserta didik untuk mengajukan masalah, sedangkan open ended mengarahkan peserta didik untuk menyelesaikan soal yang memiliki jawaban tidak tunggal.[16] Namun dalam mengkonstruksi masalah dan jawaban yang tidak tunggal tidaklah mudah bagi guru. Perlu ada pendekatan yang memadukan problem posing dan open ended. Salah satu alternatif yang dapat digunakan adalah dengan pohon matematika.
Pohon matematika merupakan balikan dari masalah-masalah yang biasa diberikan di kelas. Dalam hal ini peserta didik menumbuhkan daun dengan membangun masalah atau konsep matematika dari suatu pohon yang berupa pokok bahasan yang diberikan.[17] Dalam pembelajaran matematika dengan pohon matematika ini, semakin banyak masalah yang dibuat, maka pohon tersebut semakin banyak daun, berarti semakin “rindang”. Sebaliknya bila daun yang dibuat salah, maka daun tersebut menjadi “benalu” yang mengurangi kesuburan pohon. Dari kerindangan pohon matematika ini, dapat dilihat kreativitas peserta didik.[18]
Pohon matematika sebagai media  pembelajaran diharapkan menjadikan peserta didik bisa mengkonstruksi pengetahuan awal dan pengetahuan yang baru serta pengalaman yang diperoleh dari suatu pembelajaran. Sehingga peserta didik bisa berpikir secara sistematis dan kreatif dalam memecahan suatu permasalahan.
Agar pendekatan open ended bisa berhasil diterapkan kepada peserta didik, salah satu yang dipertimbangkan adalah pengambilan materi. Materi yang dapat disajikan dengan pendekatan open endedadalah materi bangun datar kecuali bangun datar lingkaran yang mempunyai satu jawaban tunggal yang berbeda dengan konsep open ended.
Belajar matematika itu harus beruruntun, jadi untuk mempelajari materi bangun datar juga harus beruntun dimulai dari pengetahuan awal yang diperlukan untuk mempelajari materi bangun datar. Pengetahuan awal peserta didik yang harus didapatkan adalah berhitung dari penjumlahan, pengurangan, pembagian dan perkalian. Jadi bukan hanya menjadi prasyarat pengetahuan awal saja tetapi juga mengasah peserta didik untuk lebih kreatif lagi dalam berhitung.
Materi bangun datar sendiri erat hubungannnya dengan kehidupan sehari-hari jadi kegunaan mempelajari bangun datar banyak misalkan saja pengubinan dan pengukuran luas daerah. Bangun datar sendiri adalah syarat mempelajari bangun ruang. Sebelum mempelajari bangun ruang maka harus mendapat materi bangun datar yang merupakan konsep dari bangun ruang.
 Pengalaman dari peserta didik yang berhubungan dengan bangun datar dalam kesehariannya cukup untuk menunjang prestasi belajar, khususnya dalam mempelajari bangun datar. Prestasi belajar merupakan hasil dari pengukuran terhadap peserta didik yang meliputi faktor kognitif, afektif dan psikomotor setelah mengikuti proses pembelajaran yang diukur dengan menggunakan instrumen tes yang relevan.[19]
Menurut al-Ghazali dalam Slameto  bahwa perhatian adalah keaktifan jiwa yang dipertinggi jiwa itupun bertujuan semata-mata kepada suatu benda atau hal  atau sekumpulan objek.[20]Untuk menjamin belajar yang lebih baik maka siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya. Jika bahan pelajaran tidak menjadi perhatian peserta didik, maka timbullah kebosanan, sehingga ia tidak lagi suka belajar dan penurunan prestasi belajar.


0 Response to "Pengaruh Pendekatan Open Ended dengan Menggunakan Pohon Matematika Terhadap Prestasi Belajar Matematika Peserta Didik Kelas VII SMPN 1 Sumbergempol (PMT-36)"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel