Pembelajaran Berbasis Masalah sebagai Upaya Meningkatkan Pemahaman Matematika Siswa Kelas VIII MTsN Karangrejo (PMT-38)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pemerintah telah mempercepat pencanangan Millenium Development Goals, yang semua dicanangkan tahun 2020 dipercepat menjadi 2015. Millenium Development Goals adalah era pasar bebas atau era globalisasi sebagai era persaingan mutu dan kualitas, siapa yang berkualitas dialah yang akan maju dan mampu mempertahankan eksistensinya.[1] Sistem pendidikan nasional senantiasa harus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan yang terjadi baik di tingkat lokal, Nasional, maupun Global, saat ini dalam perkembangannya pemerintah menetapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dalam menunjang Pendidikan yang ada di Indonesia :
Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 (BAB I pasal 1) disebut bahwa :
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual Keagamaan, pengendalian diri, Kepribaian, Akhlak Mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat Bangsa dan Negara.[2]
Fungsi pendidikan adalah menghilangkan segala sumber penderitaan rakyat dari kebodohan dan ketertinggalan. Dengan modal ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh seseorang melalui proses pendidikan, ia mampu mengatasi berbagai problema kehidupan yang dihadapinya.
Produk yang ingin dihasilkan melalui proses pendidikan adalah output yang memiliki kemampuan melaksanakan perannya dimasa yang akan datang. Hal ini akan dapat terwujud jika dilakukan melalui proses pengajaran dengan strategi pelaksanaan melalui (1) bimbingan yaitu pemberian bantuan, arahan, motivasi, nasihat dan penyuluhan agar siswa mampu mengatasi, memecahkan dan menanggulangi masalahnya sendiri, (2) pengajaran yaitu bentuk kegiatan dimana terjalin hubungan interaksi dalam proses belajar dan mengajar antara tenaga kependidikan dan peserta didik, (3) pelatihan yaitu sama dengan pengajaran khususnya untuk mengembangkan ketrampilan tertentu.[3]
Berlakunya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut perubahan paradigma dalam pendidikan dan pembelajaran khususnya pada jenis pendidikan formal (persekolahan). Perubahan tersebut harus pula diikuti oleh guru yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan pembelajaran disekolah.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menghendaki suatu pembelajaran pada dasarnya tidak hanya mempelajari tentang konsep suatu teori yang didasarkan pada fakta, tapi juga aplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga guru harus bijaksana dalam menentukan suatu model yang sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Proses belajar dapat berjalan efektif bila seluruh komponen yang berpengaruh didalamnya saling mendukung dalam rangka mencapai tujuan.[4]Berdasarkan diagnosis theoris dan sociogenic theorics menunjukkan bahwa seseorang melakukan aktivitas karena didorong oleh adanya faktor-faktor kebutuhan biologis, insting, serta adanya pengaruh perkembangan budaya manusia.[5]sehingga dalam hubungannya kondisi atau suatu proses yang mengarahkan siswa melakukan aktivitas belajar, dalam hal ini peran guru sangat penting bagaimana melakukan usaha-usaha untuk dapat menumbuhkan dan memberikan motivasi agar anak didiknya melakukan aktivitas belajar dengan baik.
Kemajuan Negara-negara maju, hingga sekarang menjadi dominan ternyata 60% - 80% menggantungkan kepada Matematika.[6]Matematika merupakan suatu alat untuk mengembangkan cara berfikir, karena matematika sangat diperlukan baik untuk kehidupan sehari-hari maupun dalam menghadapi kemajuan IPTEK sehingga Matematika perlu dibekalkan kepada setiap peserta didik sejak SD, bahkan sejak TK sampai Perguruan Tinggi.
Ciri-ciri penting yang dimiliki Matematika yaitu mmiliki obyek yang abstrak dan memiliki pola pikir deduktif dan konsisten dengan tujuan mempersiapkan siswa agar (I) sanggup menghadapi perubahan keadaan dalam kehidupan dan dunia yang berkembang, melalui latihan atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efektif dan efisien, (ii) dapat menggunakan Matematika dan pola pikir Matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai Ilmu Pengetahuan.[7]
Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang tidak hanya mempersiapkan para siswanya untuk suatu profesi atau jabatan tertentu, akan tetapi untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu masalah pokok dalam pembelajaran matematika pada pendidikan formal dihadapkan pada masalah pembelajaran itu sendiri, pembelajaran masih belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Penggunaan metode yang tidak sesuai dengan tujuan pengajaran akan menjadi kendala dalam mencapai tujuan yang telah dirumuskan sehingga banyak pelajaran yang terbuang dengan percuma hanya karena penggunaan metode menurut kehendak guru dan mengabaikan kebutuhan siswa, fasilitas serta situasi kelas.[8]Metode pembelajaran yang kurang berkualitas dan minimnya metode guru dalam mengajar akan menyebabkan hasil belajar siswa menurun karena pembelajaran pada masa dahulu masih diterapkan misalnya kebiasaan pembelajaran satu arah (one-way-traffick) yaitu sistem pengajaran dari guru ke siswa.[9]Sehingga kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang secara optimal.
Kurangnya kesempatan peserta didik dalam proses belajar salah satu penyebabnya adalah metode dan pendekatan yang dikuasai guru belum beranjak dari pola tradisional, yaitu pembelajaran yang berpusat pada guru yang mana pengajaran matematika yang berpusat pada guru mengakibatkan siswa hanya bekerja secara prosedural dan memahami matematia tanpa penalaran siswa cenderung menggunakan data yang ada tanpa memperhatikan konteks masalahnya, disini pembelajaran yang mana siswa dianggap sebagai Klise orang dewasa dan belajar hanya sekedar pemindahan atau transfer pengetahuan dari guru ke siswa merupakan pandangan behavioristik.
Pada pembelajaran tradisional siswa tidak diajarkan strategi belajar yaitu dapat memahami bagaimana belajar, berfikir dan memotivasi diri sendiri. Oleh karena itu perlu menerapkan suatu strategi belajar yang dapat membantu siswa untuk memahami materi ajar dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya lahirlah pandangan konstruktivis yaitu (1) Belajar adalah proses pemaknaan informasi baru, (2) Kebebasan merupakan unsur esensial dalam lingkungan belajar, (3) Strategi belajar yang digunakan menentukan proses dalam lingkungan, (4) Belajar pada hakikatnya memiliki aspek sosial dan budaya (5) Kerja kelompok dianggap sangat berharga.[10] Pada teori kontruktivis menuntut siswa berperan aktif dalam pembelajaran mereka sendiri sehingga strategi kontruktivis sering disebut pengajaran yang terpusat pada siswa. Disini peranan guru adalah membantu siswa menemukan fakta, konsep atau prinsip bagi diri mereka sendiri, bukan memberikan ceramah atau mengendalikan seluruh kegiatan di kelas.
Tugas guru secara umum dalam pandangan konstruktivis adalah memfasilitasi proses belajar dengan (1) menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa, (2) memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri, (3) menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.[11]Jadi sangat penting bahwa pelajar dimungkinkan untuk mencoba bermacam-macam cara belajar yang cocok dan juga penting bahwa pengajar menciptakan bermacam-macam situasi dan metode yang membantu pelajar.
Tujuan pembelajaran berdasarkan pandangan konstruktivis adalah menekankan pada penciptaan pemahaman yang menuntut aktivitas yang kreatif dan produktif dalam konteks nyata.[12]Berdasarkan filsafat konstruktivisme ini banyak muncul model-model pembelajaran yang berorientasi dengan pembelajaran konstruktivis seperti pembelajaran berbasis masalah.
Strategi belajar mengajar dalam matematika terdapat tiga bagian yang berbeda yaitu strategi mengenai bagaimana siswa mempelajari konsep-konsep dan menyelesaikan soal matematika, bagaimana guru menggunakan pendekatan matematikanya dan bagaimana guru menyajikan pengajarannya[13] sehingga dalam proses belajar matematika baik siswa maupun guru harus memiliki pengetahuan dan kemampuan sebagai pengetahuan prasyarat dan perkembangan mentalnya harus sudah cocok.
Banyak kritik yang ditujukan pada cara guru mengajar yang terlalu menekankan pada penguasaan sejumlah informasi / konsep belaka. Tidak dapat disangkal bahwa konsep merupakan suatu hal yang sangat penting, namun bukan terletak pada konsep itu sendiri tetapi terletak pada bagaimana konsep itu dipahami oleh subyek didik, pentingnya pemahaman konsep dalam proses belajar mengajar sangat mempengaruhi, sikap, keputusan dan cara-cara memecahkan masalah. Kenyataan dilapangan siswa hanya menghafal konsep dan kurang mampu menggunakan konsep tersebut jika menemui masalah dalam kehidupan nyata yang berhubungan dengan konsep yang dimiliki.
Persoalan sekarang adalah bagaimana menemukan cara terbaik untuk menyampaikan berbagai konsep yang diajarkan sehingga siswa dapat menggunakan dan mengingat lebih lama konsep tersebut dan bagaimana guru dapat berkomunikasi baik dengan siswanya. Bagaimana guru dapat membuka wawasan berfikir yang beragam dari seluruh siswa sehingga dapat mempelajari berbagai konsep dan cara mengaitkannya dalam kehidupan nyata.
Sehingga dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar guru hendaknya memilih dan menggunakan pendekatan yang melibatkan siswa aktif belajar secara fisik maupun sosial, untuk itu dalam proses pengajaran peran guru menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog yang secara garis besar menyajikan kepada siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri. Pola pembelajaran seperti itu dalam pembelajaran matematika di kenal dengan pendekatan pembelajaran berbasis masalah.[14]
Model pembelajaran berbasis masalah adalah suatu pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah-masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar berfikir kritis dan ketrampilan pemecahan masalah dan untuk memperoleh pengetahuan dan konsep-konsep esensial.[15]Sehingga model pembelajaran ini merupakan suatu model pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang membutuhkan penyelidikan autentik yaitu penyelidikan yang membutuhkan penyelesaian nyata dari permasalahan nyata.
Tahapan-tahapan pembelajaran berbasis maslah adalah (1) Orientasi siswa pada masalah, (2) Mengorganisasi siswa untuk belajar, (3) Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, (4) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya, (5) Menganalisis dan mengevaluasi pemecahan masalah.[16]
Salah satu topik dalam pembelajaran matematika adalah bangun ruang sisi datar (kubus dan balok), konsep bangun ruang sisi datar (kubus dan balok) merupakan pengetahuan dasar yang penerapannya banyak dijumpai dalam kegiatan sehari-hari.
0 Response to "Pembelajaran Berbasis Masalah sebagai Upaya Meningkatkan Pemahaman Matematika Siswa Kelas VIII MTsN Karangrejo (PMT-38)"
Post a Comment