Pengaruh Metode Pembelajaran Peer Tutoring Terhadap Hasil Belajar Matematika Materi Pokok Trigonometri Siswa Kelas-X SMA Negeri I (PMT-25)
BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan di Indonesia hendaknya mendapatkan perhatian yang lebih serius karena pendidikan adalah tonggak utama suatu bangsa untuk dapat bersaing di zaman yang serba maju ini. Dengan pendidikan kita bisa mencetak generasi-generasi penerus bangsa yang dapat membawa negara kita di kancah dunia internasional. Pembelajaran merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari pendidikan. Kemajuan pendidikan suatu bangsa hampir seluruhnya ditentukan oleh sistem pembelajaran yang digunakan oleh bangsa itu sendiri. Pendidikan harus memberikan kesempatan pada setiap individu untuk mengaktualisasikan seluruh potensi dirinya untuk meningkatkan mutu pendidikan yang antara lain meliputi penyempurnaan kurikulum, perbaikan sistem pembelajaran dan mengubah strategi pendidikan guru[1].
|
Pembelajaran di sekolah harus mengandung empat unsur: aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan dan mengemukakan gagasan. Belajar memang merupakan suatu proses aktif dari si pembelajar dalam membangun pengetahuannya,bukan proses pasif yang hanya menerima kucuran ceramah guru tentang pengetahuan. Jika pembelajaran tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif maka pembelajaran tersebut bertentangan dengan hakikat belajar. Peran aktif dari siswa sangat penting dalam rangka pembentukan generasi yang kreatif, yang mampu menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain. Kreatif juga dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa. Menyenangkan maksudnya suasana belajar-mengajar yang menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada pelajaran. Dengan tingginya perhatian terhadap pelajaran siswa mempunyai kesempatan untuk meningkatkan hasil belajar. Keadaan aktif dan menyenangkan tidaklah cukup jika proses pembelajaran tidak efektif, yaitu tidak menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa setelah proses pembelajaran berlangsung, jika pembelajaran hanya aktif dan menyenangkan tetapi tidak efektif, pembelajaran tersebut tak ubahnya seperti bermain biasa[2].
Dengan realita yang ada di atas maka terjadi perkembangan-perkembangan model pembelajaran dan kurikulum dari tahun ketahun. Model-model pembelajaran telah banyak ditawarkan. Kita pernah mengenal Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), ada pula Accelerated Learning, Experiential learning, Cooperatif Learning, Quantum Teaching dan lain-lain. Dalam sejarah kurikulum di Indonesia, kita juga mengenal kurikulum pra 1994, kurikulum 1994 dan kemudian dikembangkan dengan kurikulum 1994 suplemen 1999, kurikulum berbasis kompetensi (KBK) yang juga dikenal sebagai kurikulum 2004 hingga yang saat ini sedang diterapkan yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidkan (KTSP) atau yang biasa disebut sebagai kurikulum 2006. Seluruh pengembangan-pengembangan tersebut mempunyai satu tujuan yang sama yaitu merupakan upaya untuk mencari pola pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa secara maksimal.
KTSP yang merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 2004 (KBK) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan/sekolah. Departemen Pendidikan Nasional mengharapkan paling lambat tahun 2009/2010, semua sekolah telah melaksanakan KTSP [3]. Perbedaan KTSP dengan kurikulum yang pernah berlaku di Indonesia adalah terletak pada sistem pengembangannya. Pada kurikulum-kurikulum yang sebelumnya kebijakan pendidikan dilakukan secara sentralisasi, namun dalam KTSP telah berubah menjadi desentralisasi, yang menekankan pengambilan kebijakan pendidikan berpindah dari pemerintah pusat (top Goverment) ke pemerintah daerah (district goverment), yang berpusat di pemerintah kota dan kabupaten. Oleh karena itu dalam era desentralisasi pendidikan ini, akan terjadi berbagai variasi dan jenis kurikulum pada setiap satuan pendidikan di setiap sekolah, karena masing-masing mengembangkan kurikulum yang satu sama lain boleh jadi berbeda. Meskipun demikian, perbedaan ini tetap berpedoman pada Standar Nasional Pendidikan (SNP/PP.No. 19 Tahun 2005) sehingga kemasan kurikulum yang berbeda ini pada akhirnya akan bermuara pada visi,misi, dan tujuan yang sama diikat oleh SNP [4].
Herutomo (dalam Sumani) mengatakan bahwa :
Sebenarnya matematika telah dikenal dan digunakan oleh semua manusia sejak jaman dahulu kala dalam kehidupan sehari-sehari, walaupun istilah yang digunakan pada waktu itu belum diistilahkan matematika, misalnya dalam menghitung sekumpulan ayam mereka lakukan dengan jalan mencoret pohon satu kali untuk satu ayam, dua kali untuk dua ayam, tiga kali untuk tiga ayam dan seterusnya[5].
Matematika berawal dari berhitung, namun bukan berarti bahwa berhitung adalah matematika. Matematika dapat dikatakan ada hanya ketika terdapat catatan perhitungan yang berarti terdapat pernyataan tentang bilangan [6].
Berikut beberapa definisi atau pengertian tentang matematika menurut Soedjadi[7]:
1. Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik
2. Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi
3. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan dengan bilangan
4. Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk
5. Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik
6. Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.
Aneka definisi matematika tersebut berdasar dari sudut pandang pembuatnya atau dengan kata lain tidak terdapat satu definisi tentang matematika yang tunggal dan disepakati oleh semua tokoh atau pakar matematika. Meski demikian, menurut Soedjadi setelah sedikit mendalami masing-masing definisi yang saling berbeda itu, dapat terlihat adanya ciri khusus atau karakteristik yang dapat merangkum pengertian matematika secara umum. Berikut karakteristik itu adalah:
a. Memiliki objek kajian abstrak
b. Bertumpu pada kesepakatan
c. Berpola pikir deduktif
d. Memiliki simbol yang kosong dari arti
e. Memperhatikan semesta pembicaraan
f. Konsisten dalam sistemnya.
Berdasarkan karakteristik di atas objek kajian matematika adalah abstrak, dalam pembelajarannya pun matematika tidaklah sama seperti pembelajaran lain. Objek-objek dalam matematika merupakan objek mental atau pikiran[8]. Pembelajaran matematika harus bermakna serta dipahami secara mendalam oleh siswa. Guru hendaknya tidak menyajikan materi dalam bentuk jadi, melainkan harus diatur sedemikian rupa hingga menantang siswa untuk berpikir lebih lanjut, sehingga siswa tidak hanya menghafal informasi-informasi yang diterima, tetapi juga harus memahami dan mengerti secara keseluruhan.
Peran guru yang secara otomatis merupakan seorang pengajar sangatlah menentukan. Namun kadangkala secara sadar atau tidak, seringkali guru beranggapan bahwa pembelajaran yang baik dapat dilihat dari situasi kelas yang tenang dan serius. Dengan asumsi seperti itu guru akan merasa berhasil mengajar dengan baik jika situasi kelas tenang dan siswa serius belajar. Sehingga sering pula guru lupa menghitung berapa banyak siswa yang terkantuk-kantuk dan ‘terpaksa’ tertidur pulas dalam kelas. Tujuan belajar-pun akhirnya tidak dapat dicapai secara optimal. Bukankah sebenarnya ada tiga tujuan belajar yang harus dipenuhi yaitu; mempelajari keterampilan dan pengetahuan tentang materi-materi pelajaran spesifik; mengembangkan kemampuan konseptual umum; dan mengembangkan kemampuan serta sikap pribadi yang secara mudah dapat digunakan dalam segala tindakan[9]. Keadaan ini tentu saja tidak boleh dibiarkan terjadi berkepanjangan dalam pembelajaran.
Guru sebagai orang yang bertujuan untuk mengantarkan peserta didik menguasai materi serta keterampilan-keterampilan yang dikemas dalam kurikulum harus berupaya untuk mengatasi hal tersebut. Oleh karena itu diperlukan adanya metode pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam belajar. Salah satu pembelajaran yang kini sedang berkembang adalah pembelajaran kooperatif. Apa yang dimaksud dengan pembelajaran kooperatif? Dalam pembelajaran kooperatif siswa dituntut untuk bekerja sama dengan siswa lainya dalam satu kelompok untuk mencapai hasil yang maksimal. Salah satu metode yang diaplikasikan dalam pembelajaran kooperatif ini yaitu metode pembelajaran peer tutoring dengan strategi everyone is a teacher here. Pembelajaran kooperatif peer tutoring adalah metode yang dirancang untuk memotivasi siswa dalam mempelajari materi pelajaran sebaik mungkin dan memberi tanggungjawab yang besar kepada peserta didik untuk belajar dan memberikan penjelasan kepada peserta didik lainnya baik secara kelompok maupun secara individual terutama digunakan untuk presentasi dan mendapatkan materi baru[10]. Materi pokok yang dibahas dalam penelitian ini adalah pengukuran sudut dan perbandingan trigonometri karena materi tersebut sangat mendukung untuk mempelajari persamaan trigonometri yang akan dipelajari pada pertemuan berikutnya.
Penelitian tentang penggunaan peer tutoring telah dilakukan oleh para ahli pendidikan. Penelitian tersebut seperti yang dilakukan oleh Ratnadi menyebutkan bahwa respon siswa yang diajar dengan peer tutoring lebih baik sehingga prestasi siswa meningkat. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Ana galih yang menyimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan peer tutoring dapat meningkatkan perolehan hasil belajar matematika, tingkat motivasi berprestasi siswa berpengaruh terhadap perolehan hasil belajar matematika dan penggunaan metode peer tutoring ini lebih efektif daripada metode ceramah.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terdahulu seperti yang telah dikemukakan di atas dapat diketahui bahwa pembelajaran peer tutoring memberikan kontribusi positif pada setiap kegiatan belajar mengajar salah satunya adalah peningkatan hasil belajar siswa. Peer tutoring ini dapat membawa siswa ikut serta aktif dalam kegiatan pembelajaran dan berharap dapat meningkatkan hasil belajar. Dapat dikatakan, peer tutoring dapat menjadi alternatif dalam proses belajar mengajar matematika di tingkat SMA.
Walaupun metode pembelajaran kooperatif telah dikembangkan di dunia pendidikan, namun pada umumnya metode ini jarang digunakan oleh guru. Untuk itu peneliti mengambil SMA Negeri I Rejotangan untuk dijadikan sampel penelitian untuk mengetahui dampak penerapan pembelajaran kooperatif.
[1] Eliza Margawati, Penerapan Pembelajaran Berdasarkan Masalah Pada Materi Penerapan Bilangan real(Persentase) dalam Menyelesaikan Masalah program Keahlian Di Kelas X-AK4 SMK Negeri I Boyolangu, (Surabaya:Skripsi Tidak Diterbitkan,2007) hal. 1
[2] Nur Aksin, dkk, Buku Panduan Pendidik Matematika untuk SMA/MA. (Klaten : Intan Pariwara,2010), hal. iii
[3] Masnur Muslich, KTSP Dasar Pemahaman Dan Pengembangan, (Jakarta : PT Bumi Aksara,2008) cetakan keempat, hal 10
[4] H.E Mulyasa, Implementasi Kurikulum tingkat satuan Pendidikan Kemandirian Guru dan Kepala Sekolah, (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2009) cetakan kedua, hal. 1
[5] Sumani, Korelasi Antara Prestasi Belajar Matematika Pokok Bahasan Aritmetika dan Prestasi Belajar Fisika Kelas II Semester Ganjil Tahun Ajaran 1989/1990 Di SMP Bendungan Trenggalek,(Ponorogo:Skripsi Tidak Diterbitkan,1990), hal. 1
[6] Salah Kaduri Haza’a,Sejarah Matematika Klasik dan Modern, (Uad Press,2004), hal 1
[7] R. Soedjadi , Kiat Pendidikakan Matematika di Indonesia, (Jakarta : Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi,1999/200), hal. 11
[8] Ibid . , hal. 13
[9] Eliza Margawati, Penerapan Pembelajaran Berdasarkan Masalah . . ., hal. 5
[10] Ana Galih Rianti, Penerapan Metode Peer Tutoring dengan Strategi Everyone is a Teacher Here pokok Bahasan Bilangan Bulat pada Siswa Kelas VII-D Semester ganjil SMP Negeri 12
Jember Tahun Ajaran 2006/2007, (Jember : skripsi tidak diterbitkan,2007), hal. 3
0 Response to "Pengaruh Metode Pembelajaran Peer Tutoring Terhadap Hasil Belajar Matematika Materi Pokok Trigonometri Siswa Kelas-X SMA Negeri I (PMT-25)"
Post a Comment