Penerapan Tehnik Hitung Jarimatika Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Peserta Didik Materi Perkalian Kelas III-A SD Islam Sunan Giri (PMT-42)

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai mahkluk yang paling sempurna diantara mahkluk yang lainnya. Manusia diciptakan oleh Tuhan diberi bekal berupa fisik yang indah, diberi perasaan, fikiran dan akal.[1] Jika fikiran dan akal telah di anugerahkan oleh Tuhan kepada manusia maka setiap manusia wajib untuk belajar atau mencari ilmu, sebagaimana hadits Nabi yang artinya:
“menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim“.[2] Ilmu lahir karena manusia diberkahi Tuhan suatu sifat ingin tahu.[3]
Rasa ingin tahu menjadikan manusia harus melakukan proses belajar dan mengajar. Dimana belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya.[4] Belajar adalah proses yang aktif, belajar adalah proses mereaksi terhadap semua situasi yang ada disekitar individu, belajar adalah proses yang diarahkan pada tujuan, proses berbuat melalui pengalaman. Belajar merupakan suatu usaha yang berupa kegiatan sehinga terjadi perubahan tingkah laku yang relatif/tetap.[5] Belajar adalah proses melihat, mengamati, memahami sesuatu.[6]
Sama halnya dengan belajar, mengajarpun pada hakekatnya adalah suatu proses, yakni proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada disekitar peserta didik sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong peserta didik melakukan proses belajar.[7]
Didalam belajar, terdapat tiga masalah pokok yaitu:
1)   Masalah mengenai faktor-faktor  yang mempengaruhi terjadinya belajar
2)   Masalah mengenai bagaimana belajar itu berlangsung dan prinsip mana yang dilaksanakan
3)   Masalah mengenai hasil belajar.[8]
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi belajar itu, dapat kita bedakan menjadi dua golongan:
                       a.          Faktor yang ada pada diri organisme itu sendiri yang kita sebut faktor individual.
                       b.          Faktor yang ada diluar individu yang disebut faktor sosial. Yang termasuk dalam faktor idividual antara lain: faktor kematangan atau pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi, dan faktor  pribadi. Sedangkan yang termasuk faktor sosial antara lain faktor keluarga atau keadaan rumah tangga, guru dan cara mengajarnya, alat-alat yang digunakan dalam belajar mengajar, lingkungan dan kesempatan yang tersedia, dan motivasi sosial.[9]
Metode megajar yang diterapkan dalam suatu  pembelajaran dikatakan efektif bila menghasilkan sesuatu sesuai dengan yang diharapkan atau dengan kata lain tujuan tercapai bila makin tinggi kekuatannya untuk menghasilkan sesuatu makin efektif metode tersebut. Sedangkan metode mengajar dikatakan efisien jika penerapannya dalam menghasilkan sesuatu yang diharapkan itu relatif. Menggunakan tenaga, usaha, pengeluaran biaya dan waktu minimum atau semakin kecil tenaga, usaha, biaya dan waktu yang dikeluarkan semakin efisien metode itu.[10]

Dengan demikian maka seorang pengajar harus memilih strategi mengajar sehingga membantu kelancaran setiap tipe belajar.[11] Gagne (dalam Herman Hudojo) berpendapat bahwa setiap belajar tersebut terjadi dalam empat fase yang berurutan, yaitu fase pemahaman, fase penguasaan, fase ingatan dan fase pengungkapan kembali.[12]
Fase pemahaman adalah fase belajar yang pertama dimana peserta didik menyadari adanya stimulus atau sekumpulan yang disajikan dalam situasi belajar. Fase pengusaan merupakan fase belajar yang kedua dimana peserta didik sedang memperoleh atau memproses fakta, ketrampilan, konsep atau prinsip yang dipelajari. Setelah seseorang memperoleh suatu pengetahuan baru, pengetahuan itu harus disimpan atau diingat. Ini merupakan fase belajar yang disebut fase ingatan. Fase pengungkapan kembali adalah fase belajar yang ke empat dimana kemampuan peserta didik untuk menyebutkan kembali informasi yang telah diperoleh dan disimpan dalam ingatan.
Belajar mengajar yang sudah tersusun dapat ditentukan metode mengajar atau tehnik mengajar dan akhirnya dapat dipilih alat peraga atau media pelajaran sebagai pendukung materi pelajaran yang akan diajarkan. Prinsip cara belajar peserta didik aktif dalam pembelajaran matematika adalah bahwa:[13]
1.    Setiap konsep baru selalu diperkenalkan melalui kerja praktek yang cukup. Maksudnya adalah:
a)    Penyampaian materi dimulai dari hal-hal yang konkrit dan mengarah ke hal-hal yang abstrak
b)   Pengalaman peserta didik melalui kerja praktek merupakan hal yang diutamakan
c)    Pengalaman langsung yang dialami peserta didik akan membawanya pada tingkat memahami
d)   Pemberian tugas atau latihan menyelesaikan soal kepada peserta didik merupakan salah satu jalan untuk meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap suatu konsep matematika.
2.    Kerja praktek merupakan bagian dari keseluruhan pembelajaran matematika. Bahkan bagian yang terpadu dalam pelajaran matematika secara keseluruhan.
3.    Dengan kerja praktek pengalaman peserta didik akan bertambah.
4.    Penerapan konsep baru melalui praktek kerja harus dilakukan berulang kali dengan bervariasi, dengan maksud untuk lebih menanamkan konsep dan untuk dapat memperbaiki dengan segara.
5.    Pemberian kesempatan untuk mengemukakan pertanyaan dan hasil penemuan bagi peserta didik/anak perlu diberikan. Dengan memberi kesempatan bertanya kepada peserta didik atau anak berarti mengembangkan sekaligus mendorong untuk rasa ingin tahu. Tugas guru (pendidik) adalah membimbing dengan terus menerus, memberi dorongan dan kesempatan bertanya serta menciptakan kondisi yang merangsang anak atau peserta didik untuk berfikir.
6.    Mempergunakan pengalaman sehari-hari dalam pembelajaran matematika perkembangan berfikir dan perkembangan bahasa saling mempengaruhi dengan perkembangan berpikir anak/peserta didik tumbuh dari apa yang anak kerjakan dan pada awalnya digambarkan dengan berbendaharaan kata-katanya sendiri.
7.    Kegiatan penilaian atau evaluasi jangan hanya melihat dari hasil yang dikerjakan peserta didik tetapi juga harus dilihat dari proses kegiatan pelajaran atau keaktifan dalam bekerja.
Kesiapan peserta didik untuk belajar matematika perlu dipertimbangkan apabila kita menghendaki keberhasilan peserta didik didalam belajarnya. Karena itu pengajar hendaknya menyadari bahwa periode berfikir operasi kongkrit dan opersi formal yang dikemukakan Piaget berlangsung selama belajar disekolah.[14]
Adapun periode berpikir konkrit yang dikemukakan oleh Piaget adalah sebagai berikut:
1.    Periode sensori motor (0–2 tahun), rangsangan itu timbul karena anak melihat dan meraba obyek-obyek. Bila obyek itu disembunyikan, anak itu tidak  akan mencarinya lagi.
2.    Periode pra-operasional (2-7 tahun), pada periode ini, anak didalam berpikirnya tidak didasarkan kepada keputusan yang logis melainkan didasarkan pada keputusan yang dapat dilihat seketika.
3.    Periode operasi konkrit (7-11/12 tahun), periode ini disebut operasi konkrit sebab berpikir logiknya didasarkan atas manipulasi fisik dari obyek-obyek.
4.    Periode operasi formal ( 11 atau 12 tahun keatas), periode operasi formal ini disebut juga operasi hipotetik-deduktif yang merupakan tahap tertinggi dari perkembangan intelektual. Anak-anak pada periode ini sudah dapat memberikan alasan dengan menggunakan lebih banyak simbol atau gagasan dalam cara berpikirnya.[15]
Bagi anak yang duduk di bangku pertama sokolah dasar, hal yang pertama perlu ditekankan sebelum menerima pelajaran lain adalah dengan menguasai keterampilan baca, tulis dan berhitung. Keterampilan ini merupakan dasar dari segala keterampilan yang bakal di perolehnya kelak.[16] Tapi bagi anak kecil, melakukan pekerjaan menghitung merupakan hal yang paling tidak disukai. Banyak anak didik yang alergi bila harus berhadapan dengan ilmu berhitung. Mereka sering merasa kesulitan bila menghitung dalam jumlah besar, misalnya perkalian atau pembagian dalam bilangan ratusan bahkan ribuan. Kebanyakan dari mereka menggunakan alat bantu elektronik seperti kalkulator.[17] 
Ini dapat dimengerti karena tingkat pemahaman anak dalam berfikir secara abstrak masih sangat terbatas sekali, dan anak kecil sering merasa kesulitan dalam membayangkan suatu operasi hitung yang sederhana sekalipun.[18] Pada tahap periode operasi konkrit inilah anak dilandasi oleh observasi dari pengalaman dengan obyek-obyek nyata, dan mereka lemah dalam berpikir abstrak. Oleh karena itu maka  pembelajaran di kelas hendaknya sekonkrit mungkin agar mudah diterima oleh peserta didik. Salah satu tehnik menghitung yang konkrit adalah dengan tehnik jarimatika. Tehnik jarimatika adalah suatu cara menghitung matematika dengan menggunakan alat bantu jari.[19].
Berdasarkan kondisi tersebut, maka peserta didik memerlukan alat bantu agar lebih cepat memahami dan mengerti apa yang disampaikan oleh guru pada peserta didik. Adapun pembelajaran dengan menggunakan alat bantu berhitung yang mudah yaitu dengan menggunakan jari- jari tangan. Dalam jarimatika sebelum menggunakan jarinya untuk menghitung anak-anak harus memahami terlebih dahulu cara penggunaaan jarinya. Alat bantu hitung ini selain fleksibel, juga tidak memberatkan memori otak saat digunakan.





0 Response to "Penerapan Tehnik Hitung Jarimatika Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Peserta Didik Materi Perkalian Kelas III-A SD Islam Sunan Giri (PMT-42)"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel