TOKOH MASYARAKAT DAN PERILAKU MEMILIH(Studi Tentang Perilaku Memilih Tokoh Masyarakat Pada Pilkada Gubernur 2006 Di Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat) (IPM-7)
Demokrasi sebagai suatu proses yang telah meniscayakan semangat persamaan dan kebersamaan demi tercapainya kebaikan dalam berpolitik. Setelah sukses bangsa Indonesia menyelenggarakan pemilu 2004 secara langsung, maka disusul dengan pemilihan ditingkat lokal, yakni pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung. Hadirnya Pilkada sebagai respon atas keinginan masyarakat lokal, yang kemudian direspon kembali oleh pemerintah melalui kebijakan.
Kebijakan penyelenggaraan perpolitikan di Indonesia setidaknya memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk menikmati sebuah demokrasi pada tingkat lolkal yang disebut Pilkada, namun berbagai masalah kemudian muncul sebagai bagian dari dinamika politik lokal dan hal ini menjadi tantangan bagi para elite daerah untuk menyelesaikan berbagai permasalahan tersebut, serta mengatur dan mengelola segala potensi daerah.
Pilkada langsung merupakan arus balik politik lokal atau sering disebut pergeseran dari sistem elite vote ke popular vote. Namun, dalam realitasnya tidak jarang ditemukan permasalahan disana sini, namun permasalahan yang paling mencolok adalah benturan berbagai kepentingan politik sehingga dalam ajang pilkada terkadang terjadi konflik yang sepertinya sulit terhindarkan.
Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung tidak hanya merupakan format baru dalam kancah politik nasional, melainkan merupakan arus politik demokrasi pada arus lokal. Kedudukan kepala daerah sebelumnya yakni pada masa rezim orde lama dan orde baru ditunjuk langsung oleh pemerintah pusat tanpa melihat aspirasi dan kebutuhan masyarakat lokal kemudian berbalik kepada masyarakat untuk secara langsung memilih pemimpin daerahnya.
Dalam masa orde baru, eksistensi tokoh masyarakat ini kemudian hanya dijadikan alat untuk melegitimasi kekuasaan orde baru (Soeharto), dan menjadi instrumen yang digunakan pemerintah untuk menekan keinginan masyarakat lokal yang menginginkan pengelolaan secara mandiri atas sumber-sumber yang ada di daerahnya.
Seiring dengan berlakunya kebijakan desentralisasi,kecenderungan tokoh masyarakat kemudian tidak lagi menjadi sebagai alat legitimasi pemerintah pusat tetapi tokoh masyarakat, kini lebih cenderung melihat ruang perpolitikan secara pragmatis. Namun, perebutan kekuasaan ditingkat lokal kini menciptakan kembali ruang-ruang konflik yang tajam serta memicu pula munculnya etnosentrisme dan ego kedaerahan yang berlebihan.
Namun, pilkada dapat juga memberi ruang bagi tokoh-tokoh masyarakat lokal untuk mengaktualkan setiap gagasan ataupun kepentingan politik untuk kebaikan masyarakatnya. Karena tokoh masyarakat mempunyai kedekatan ikatan emosional dengan masyarakat, maka untuk mengakomodir berbagai gagasan-gagasan untuk kepentingan masyarakat, tokoh masyarakat diharapkan mampu menyambut kebijakan desentralisasi tersebut. keberadaan tokoh masyarakat seperti yang ada di Kabupaten Mamuju, cenderung masih terikat oleh nilai-nilai lama yakni tradisi dan ikatan kulturalnya. kekuatan tokoh memang masih bertumpu pada ikatan primordial, khususnya ikatan keluarga (famili) dan kesukuan[1].
Pilkada Gubernur yang berlangsung di kabupaten Mamuju Sulawesi Barat, ini menarik untuk dicermati karena eksistensi tokoh masyarakat sebagai bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat juga merupakan bagian dari partisipasi politik, ternyata dapat member kembali ruang-ruang etnisitas untuk tumbuh subur di masyarakat.
Bercermin pada ajang pilkada yang telah bergulir didaerah lain, tampaknya bahwa mesin politik partai politik bukanlah satu-satunya penyokong kemenangan. Popularitas tokoh masyarakat sering kali justru menentukan kemana pilihan dijatuhkan. Dalam hal ini, kualitas dan rekam jejak selama ini menjadi acuan popularitas tokoh-tokoh yang bersaing dalam kontestasi politik lokal.
Disisi lain, bagi Tokoh masyarakat di Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat, selain kualitas serta rekam jejak pemimpin selama ini, ikatan etnisitas dan kekerabatan masih sangat kental. Faktor-faktor semacam ini secara langsung memberi celah bagi peranan patron sebagai pengarah opini publik yang potensial di ranah politik[2].
Melihat lebih seksama kontestasi politik lokal dalam pilkada Gubernur yang berlangsung di Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat, tokoh masyarakat masih lebih cenderung dipengaruhi oleh ikatan-ikatan primordialnya. Adapun tokoh masyarakatnseperti tokoh adat. Tokoh agama, tokoh tokoh pemuda, dan tokoh intelektual.
Perilaku memilih tokoh masyarakat dan keterlibatannya pada pilkada Gubernur di Kabupaten Mamuju, memberikan kesan bahwa pilihan rasional masyarakat dalam memilih pemimpinnya cenderung dikesampingkan. Mereka yang pada saat mencoblos, meski memilih secara sadar pilihannya, akan tetapi masih didasarkan pada pertimbangan yang bersifat subjektif emosional, memilih hanya karena masih adanya ikatan kekeluargaan, kekerabatan, persahabatan dan sebagainya[3].
Hal tersebut diatas disebabkan karena faktor etnisitas, ataupun kekerabatan yang masih amat kental pada perilaku memilih tokoh masyarakat, sehingga keberadaan tokoh masyarakat dengan model perilaku memilih tersebut, dapat menghambat proses demokratisasi. Sehingga, jika hal tersebut diarahkan untuk kepentingan politik kekuasaan tertentu, maka hal tersebut menjadi kekuatan politik yang besar.
Kuatnya Ikatan kekerabatan (darah dan kekeluargaan) dan kesamaan kesukuan, bahasa, dan adat-istiadat merupakan faktor-faktor primordial yang membentuk perilaku memilih masyarakat[4].
Etnisitas menjadi hal sangat mendasar dalam tingkah laku memilih tokoh masyarakat pada Pilkada Gubernur tahun 2006 yang berlangsung di Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat .
Berangkat dari fakta objektif yang diuraikan diatas, yang mengindikasikan bahwa perilaku memilih tokoh masyarakat di Kabupaten Mamuju, masih tergolong sektarian dan dapat menghambat proses demokratisasi di tingkat lokal.
Oleh sebab itu, dalam melakukan penelitian ini dengan mengangkat judul Tokoh Masyarakat dan Perilaku Memilih. Fokus ini mengacu pada Perilaku memilh Tokoh Masyarakat pada Pilkada Gubernur tahun 2006 di Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat.
0 Response to "TOKOH MASYARAKAT DAN PERILAKU MEMILIH(Studi Tentang Perilaku Memilih Tokoh Masyarakat Pada Pilkada Gubernur 2006 Di Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat) (IPM-7)"
Post a Comment