Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (ILK-3)
Pembangunan merupakan suatu langkah dalam membuat sesuatu yang belum ada menjadi ada atau membuat suatu perubahan yaitu membuat sesuatu menjadi lebih baik atau meningkat. Pembangunan nasional yang berlandaskan pemerataan pembangunan dan hasilnya, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan rakyat menikmati umur panjang, sehat, dan menjalankan kehidupan yang produktif. Hal ini nampaknya sederhana. Tetapi seringkali terlupakan oleh kesibukan jangka pendek untuk mengumpulkan harta dan uang. (UNDP: Humant Development Report 2000:16)
Pembangunan manusia didefinisikan sebagai suatu proses untuk perluasan pilihan yang lebih banyak kepada penduduk melalui upaya-upaya pemberdayaan yang mengutamakan peningkatan kemampuan dasar manusia agar dapat sepenuhnya berpartisipasi di segala bidang pembangunan (United Nation Development Programme, UNDP). Arti penting manusia dalam pembangunan adalah manusia dipandang sebagai subyek pembangunan yang artinya pembangunan dilakukan memang bertujuan untuk kepentingan manusia atau masyarakat (http://google.co.id)
Pembangunan manusia lebih dari sekedar pertumbuhan ekonomi, lebih dari sekedar peningkatan pendapatan dan lebih dari sekedar proses produksi komoditas serta akumulasi modal. Alasan mengapa pembangunan manusia perlu mendapat perhatian adalah: pertama, banyak negara berkembang termasuk Indonesia yang berhasil mencapai pertumbuhan ekonomi, tetapi gagal mengurangi kesenjangan sosial ekonomi dan kemiskinan. Kedua, banyak negara maju yang mempunyai tingkat pendapatan tinggi ternyata tidak berhasil mengurangi masalah-masalah sosial, seperti: penyalahgunaan obat, AIDS, alkohol, gelandangan, dan kekerasan dalam rumah tangga. Ketiga, beberapa negara berpendapatan rendah mampu mencapai tingkat pembangunan manusia yang tinggi karena mampu menggunakan secara bijaksana semua sumber daya untuk mengembangkan kemampuan dasar manusia.
Untuk melihat sejauh mana keberhasilan pembangunan dan kesejahteraan manusia, UNDP telah menerbitkan suatu indikator yaitu Indeks Pembangunan Manusia (IPM) untuk mengukur kesuksesan pembangunan dan kesejahteraan suatu negara. IPM adalah suatu tolak ukur angka kesejahteraan suatu daerah atau negara yang dilihat berdasarkan tiga dimensi yaitu: angka harapan hidup pada waktu lahir (life expectancy at birth), angka melek huruf (literacy rate) dan rata-rata lama sekolah (mean years of schooling), dan kemampuan daya beli (purchasing power parity). Indikator angka harapan hidup mengukur kesehatan, indikator angka melek huruf penduduk dewasa dan rata-rata lama sekolah mengukur pendidikan dan terakhir indikator daya beli mengukur standar hidup. Ketiga indikator tersebut saling mempengaruhi satu sama lain, selain itu dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti ketersediaan kesempatan kerja yang ditentukan oleh pertumbuhan ekonomi, infrastruktur, dan kebijakan pemerintah sehingga IPM akan meningkat apabila ketiga unsur tersebut dapat ditingkatkan dan nilai IPM yang tinggi menandakan keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara. (United Nation Development Programme, UNDP, 1990).
Indeks ini pertama kali dikembangkan oleh pemenang nobel India Amartya Sen dan Mahbub ul Haq seorang ekonom Pakistan dibantu oleh Gustav Ranis dari Yale University dan Lord Meghnad Desai dari London School of Economics. UNDP dalam model pembangunannya, menempatkan manusia sebagai titik sentral dalam semua proses dan kegiatan pembangunan.
Menurut UNDP (1995), paradigma pembangunan manusia terdiri dari 4 (empat) komponen utama, yaitu : (1) Produktifitas, masyarakat harus dapat meningkatkan produktifitas mereka dan berpartisipasi secara penuh dalam proses memperoleh penghasilan dan pekerjaan berupah. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi adalah salah satu bagian dari jenis pembangunan manusia, (2) Ekuitas, masyarakat harus punya akses untuk memperoleh kesempatan yang adil. Semua hambatan terhadap peluang ekonomi dan politik harus dihapus agar masyarakat dapat berpartisipasi dan memperoleh manfaat dari kesempatan-kesempatan ini, (3) Kesinambungan, akses untuk memperoleh kesempatan harus dipastikan tidak hanya untuk generasi sekarang tapi juga generasi yang akan datang. Segala bentuk permodalan fisik, manusia, lingkungan hidup, harus dilengkapi, (4) Pemberdayaan, pembangunan harus dilakukan oleh masyarakat dan bukan hanya untuk mereka. Masyarakat harus berpartisipasi penuh dalam mengambil keputusan dan proses-proses yang mempengaruhi kehidupan mereka. Dengan peningkatan kemampuan, kreatifitas dan produktifitas manusia akan meningkat sehingga mereka menjadi agen pertumbuhan yang efektif.
Modal manusia (human capital) merupakan salah satu faktor penting dalam proses pertumbuhan ekonomi (teori Cobb-Douglas). Dalam teori Cobb-Douglas mengemukakan bahwa pencapaian pertumbuhan ekonomi tidak terlepas dari kualitas human capitalnya. Dengan modal manusia yang berkualitas kinerja ekonomi diyakini juga akan lebih baik. Kualitas modal manusia ini misalnya dilihat dari tingkat pendidikan, kesehatan, ataupun indikator-indikator lainnya. Oleh sebab itu, dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi perlu pula dilakukan pembangunan manusia, termasuk dalam konteks ekonomi daerah. Kebijakan pembangunan yang tidak mendorong peningkatan kualitas manusia hanya akan membuat daerah yang bersangkutan tertinggal dari daerah yang lain, termasuk dalam hal kinerja ekonominya.
Pertumbuhan ekonomi harus dikombinasikan dengan pemerataan hasil-hasilnya. Pemerataan kesempatan harus tersedia, baik semua orang, perempuan maupun laki-laki harus diberdayakan untuk berpartisipasi dalam perencanaan dan pelaksanaan keputusan-keputusan penting yang mempengaruhi kehidupan mereka. Pembangunan manusia merupakan paradigma pembangunan yang menempatkan manusia (penduduk) sebagai fokus dan sasaran akhir dari seluruh kegiatan pembangunan, yaitu tercapainya penguasaan atas sumber daya (pendapatan untuk mencapai hidup layak), peningkatan derajat kesehatan (usia hidup panjang dan sehat) dan meningkatkan pendidikan.
Pemerintah dalam hal ini memiliki berbagai peran dalam perekonomian. Terdapat tiga peran utama yang harus dapat dilaksanakan dengan baik dalam perekonomian oleh pemerintah, menurut Guritno (2001) yaitu: (1) Peran Stabilisasi, Pemerintah lebih berperan sebagai stabilisator untuk menjaga agar perekonomian berjalan normal. Menjaga agar permasalahan yang terjadi pada satu sektor perekonomian tidak merembet ke sektor lain. (2) Peran Distribusi, Pemerintah harus membuat kebijakan-kebijakan agar alokasi sumber daya ekonomi dilaksanakan secara efisien agar kekayaan suatu negara dapa terdistribusi secara baik dalam masyarakat. (3) Peran Alokasi, Pada dasarnya sumber daya yang dimiliki suatu negara adalah terbatas. Pemerintah harus menentukan seberapa besar dari sumber daya yang dimiliki akan dipergunakan untuk memproduksi barang-barang publik, dan seberapa besar akan digunakan untuk memproduksi barang-barang individu. Pemerintah harus menentukan dari barang-barang publik yang diperlukan warganya, seberapa besar yang harus disediakan oleh pemerintah, dan seberapa besar yang dapat disediakan oleh rumah tangga perusahaan.
Seiring dengan semakin meningkatnya kegiatan pemerintah dalam rangka menjalankan ke-tiga peran yang ada, maka tentunya diperlukan pula dana yang besar sebagai bentuk pengeluaran segala kegiatan pemerintah yang berkaitan dengan ke-tiga peran tersebut. Pengeluaran pemerintah ini merupakan konsekuensi dari berbagai kebijakan yang diambil dan diterapkan melalui ke-tiga peran tersebut.
Pengeluaran pemerintah dapat digunakan sebagai cerminan kebijakan yang di ambil oleh pemerintah dalam suatu wilayah. Kebijakan pemerintah dalam tiap pembelian barang dan jasa guna pelaksanaan suatu program mencerminkan besarnya biaya yang akan dikeluarkan pemerintah untuk melaksanakan program tersebut. Pengeluaran pemerintah digunakan untuk membiayai sektor-sekotr publik yang penting, diantara kesemua sektor publik saat ini yang menjadi prioritas pemerintah dalam mencapai pembangunan kualitas sumber daya manusia dalam kaitannya yang tercermin dari indeks pembangunan manusia adalah investasi pada sektor pendidikan dan kesehatan diharapkan Investasi pada sektor ini akan berpengaruh pada peningkatan kualitas SDM dan mengurangi kemiskinan. Pembangunan kesehatan dan pendidikan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk peningkatan kualitas sumberdaya manusia, yang antara lain diukur dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Dalam pengukuran IPM, kesehatan dan pendidikan adalah salah satu komponen utama selain pendapatan. Kesehatan serta pendidikan juga merupakan investasi untuk mendukung pembangunan ekonomi serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan.
Pemerintah sebagai pelaksana pembangunan membutuhkan manusia yang berkualitas sebagai modal dasar bagi pembangunan. Manusia dalam peranannya merupakan subjek dan objek pembangunan yang berarti manusia selain sebagai pelaku dari pembangunan juga merupakan sasaran pembangunan. Dalam hal ini dibutuhkan berbagai sarana dan prasarana untuk mendorong peran manusia dalam pembangunan. Oleh karenanya dibutuhkan investasi untuk dapat menciptakan pembentukan sumber daya manusia yang produktif.
Investasi pada modal manusia diharapkan akan berpengaruh positif terhadap kinerja perekonomian yang salah satunya dapat diamati dari aspek tingkat pendidikan, kesehatan dan tingkat kemiskinan. Investasi modal manusia ini yang mencakup pengembangan Sumber Daya Manusia membutuhkan kebijakan pemerintah yang tepat sasaran dalam mendorong peningkatan kualitas SDM. Menurut Mankiw (2008), pengembangan sumber daya manusia dapat dilakukan dengan perbaikan kualitas modal manusia.
Tentu dalam kaitan itu juga penting adanya distribusi pendapatan. Dengan distribusi pendapatan yang baik membuka kemungkinan bagi tercapainya pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Hal ini karena dengan meratanya distribusi pendapatan maka tingkat kesehatan dan juga pendidikan akan lebih baik dan pada gilirannya juga akan memperbaiki tingkat produktifitas tenaga kerja. Studi Alesina dan Rodric (lihat Meier dan Rauch, 2000) menemukan bahwa distribusi pendapatan yang tidak merata berdampak buruk terhadap pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya akan berdampak buruk juga pada pembangunan manusia suatu daerah.
Selain itu rumah tangga masyarakat memegang peranan penting dalam pembangunan manusia, di mana pengeluaran rumah tangga memiliki kontribusi langsung terhadap pembangunan manusia, seperti: makanan, kesehatan dan pendidikan. Pengeluaran rumah tangga ditentukan oleh pendapatan. Penduduk miskin akan lebih banyak atau bahkan seluruh pendapatannya digunakan untuk kebutuhan makanan, dibandingkan penduduk kaya. Akibatnya penduduk miskin tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan pendidikan dan pelayanan kesehatan yang layak jika hanya mengandalkan pendapatannya. Di sinilah perlunya campur tangan pemerintah untuk membantu penduduk yang kurang mampu atau miskin (Charisma Kuriata Ginting, 2008).
Kemiskinan akan menghambat individu untuk mengonsumsi nutrisi bergizi, mendapatkan pendidikan yang layak serta menikmati lingkungan yang menunjang bagi hidup sehat. Dari sudut pandang ekonomi kesemuanya itu akan menghasilkan sumber daya manusia yang kurang berkualitas, atau dapat dikatakan memiliki tingkat produktivitas yang rendah. Hal ini juga berimbas pada terbatasnya upah/pendapatan yang dapat mereka peroleh. Sehingga dalam perkembangannya hal ini akan mempengaruhi tingkat pembangunan manusia di suatu daerah.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh M. Ilham Irawan yang meneliti mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi indeks pembangunan manusia (IPM) di Indonesia menemukan adanya hubungan positif antara PDB, anggaran pengeluaran pemerintah, dan penanaman modal asing terhadap IPM sedangkan penanaman modal dalam negeri tidak berpengaruh signifikan tetapi memberikan pengaruh yang positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia.
Dalam kasus Sulawesi Selatan sendiri, data publikasi BPS memperlihatkan bahwa secara absolut, IPM Sulawesi Selatan telah mengalami peningkatan yang cukup berarti dalam beberapa tahun terakhir, terlihat pada tabel berikut :
Tabel 1.1 Indeks Pembangunan Manusia Di Sulawesi Selatan (2006-2010)
Tahun | IPM |
2006 | 68,81 |
2007 | 67,75 |
2008 | 70,22 |
2009 | 70,94 |
2010 | 71,62 |
Sumber: BPS, 2011
Capaian kinerja IPM Sulawesi Selatan memang memiliki kecenderungan meningkat secara absolut. Namun peningkatan tersebut ternyata tidak cukup kuat untuk mengangkat posisi relatif IPM Sulawesi Selatan ke level yang diharapkan. Posisi relatif Sulawesi Selatan hanya bergerak dari peringkat ke-23 tahun 2007 menjadi ke-19 pada tahun 2010. Capaian ini masih tampak jauh dari posisi yang ditargetkan. Bahkan capaian ini menjadi tampak buruk mengingat berbagai dimensi pembangunan daerah lainnya justru menunjukkan kinerja yang cukup impresif, seperti pertumbuhan ekonomi dan penurunan angka kemiskinan.
Laju indeks pembangunan manusia (IPM) Sulawesi Selatan tidak secepat pertumbuhan ekonomi. Dimana laju pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan meningkat secara signifikan dari 6,20 % pada tahun 2009 menjadi 8,18 % pada tahun 2010. Sementara itu persentase penduduk miskin tahun 2009 tercatat sebanyak 12,31 persen kemudian tahun 2010 turun menjadi 10,60 persen.
Dengan meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun serta menurunnya tingkat kemiskinan, peningkatan laju pembangunan manusia sudah seharusnya juga dapat meningkat secara signifikan sebesar peningkatan laju pertumbuhan serta penurunan tingkat kemiskinan. Tetapi dalam kenyataannya perkembangan IPM Sulawesi Selatan mengalami kenaikan walaupun kenaikannya tidaklah terlalu besar.
Ketimpangan distribusi pendapatan di Sulawesi Selatan dapat dikategorikan ketimpangan rendah karena angka gini rasio tidak lebih dari 0,4 persen namun cenderung meningkat tiap tahun dimana pada tahun 2009 angka gini rasio tercatat 0,39 persen dan meningkat menjadi 0,40 persen pada tahun 2010. Hal ini tidak sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang meningkat secara signifikan. Dengan tidak meratanya distribusi pendapatan maka akan berdampak pada pembangunan manusia di Sulawesi Selatan.
Sementara pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan tidak jauh berbeda dengan pengeluaran pemerintah sektor pendidikan yang masih minim dimana pada tahun 2009 pengeluaran pemerintah bidang kesehatan hanya sebesar 172.567.323.456 rupiah dari total belanja APBD Sulsel sebesar 2.455.558.026.755 rupiah dan pengeluaran pemerintah bidang pendidikan hanya sebesar 87.123.456.654 rupiah dari total belanja APBD Sulsel. Rendahnya pengeluaran pemerintah akan mempengaruhi kualitas sumber daya manusia khususnya di kedua sektor ini. Mengingat kesehatan merupakan inti dari kesejahteraan dan pendidikan adalah hal pokok untuk mencapai kehidupan yang layak.
Selain itu, tidak membaiknya secara signifikan peringkat IPM Sulawesi Selatan secara nasional disebabkan oleh pergerakan nilai IPM Sulawesi Selatan yang tidak cukup akseleratif. Bahkan beberapa dimensi pembentuk IPM menunjukkan nilai yang lebih rendah, meskipun peningkatannya sedikit lebih cepat dibandingkan dengan capaian Nasional. Sekedar komparasi, angka melek huruf secara Nasional pada tahun 2010 sudah mencapai 92,91 persen, sedangkan Sulawesi Selatan baru mencapai 87,75 persen. Indikator angka melek huruf menunjukkan kinerja yang paling mengkhawatirkan, bukan hanya karena memiliki kesenjangan yang sangat tajam dengan angka Nasional, tetapi juga bergerak naik sangat lamban. Pada tahun 2010, angka melek huruf penduduk berusia 15 tahun ke atas di Sulawesi Selatan hanya sebesar 87,75 persen. Artinya, setiap delapan penduduk di Sulawesi Selatan, satu diantaranya buta huruf. Hal ini disebabkan karena kurangnya anggaran pemerintah disektor pendidikan.
Begitu pula rata-rata lama sekolah secara nasional tahun 2010 sudah mencapai 7,9 tahun, sedangkan Sulawesi Selatan baru mencapai 7,8 tahun. Angka rata-rata lama sekolah juga menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun, namun masih berada jauh di bawah angka Nasional serta masih sangat senjang dengan target RPJMD. Pada tahun 2007, rata-rata lama sekolah masih 7,2 tahun dan meningkat menjadi 7,8 tahun pada tahun 2010. Angka ini masih berada di bawah angka rata-rata nasional, yang saat ini sudah mencapai 7,9 tahun. Ini berarti bahwa secara rata-rata, penduduk Sulawesi Selatan hanya mampu menyelesaikan pendidikan kelas I SMP dan putus sekolah pada saat menjelang naik kelas II SMP.
Data publikasi BPS memperlihatkan angka harapan hidup Sulawesi Selatan meningkat lebih cepat dibanding angka Nasional, namun masih lebih rendah dari angka Nasional. Angka harapan hidup Sulawesi Selatan meningkat cukup signifikan, yaitu dari 70,2 tahun pada tahun 2007 menjadi 70,8 tahun pada tahun 2010. Meskipun demikian, angka ini masih sedikit lebih rendah dibandingkan dengan angka harapan hidup rata-rata nasional yang sudah mencapai 70,9 tahun pada tahun 2010.
Data publikasi BPS juga memperlihatkan Daya beli yang diproksi dengan pengeluaran rata-rata per kapita sebulan, meskipun menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun, namun masih berada di bawah angka rata-rata nasional. Pada tahun 2007, pengeluaran rata-rata per kapita sebulan hanya sebesar Rp 291.900, dan kemudian meningkat menjadi Rp 461.810 pada tahun 2010 atau meningkat rata-rata sekitar 16,74 persen per tahun. Berbarengan dengan itu, pendapatan (PDRB) per kapita juga memperlihatkan peningkatan. Pada tahun 2007, pendapatan per kapita Sulawesi Selatan mencatat angka Rp 9,00 juta, dan kemudian meningkat menjadi Rp 14,67 juta pada tahun 2010 atau mengalami peningkatan rata-rata 16,47 persen per tahun. Namun jika dikomparasikan dengan Nasional, pendapatan per kapita Sulawesi Selatan jauh berada di bawah. Bahkan pendapatan per kapita Sulawesi Selatan hanya sekitar setengah dari angka Nasional.
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini akan dilihat sejauh mana pengaruh beberapa faktor seperti pertumbuhan ekonomi, tingkat kemiskinan, pengeluaran pemerintah bidang pendidikan, pengeluaran pemerintah bidang kesehatan dan ketimpangan distribusi pendapatan dapat mempengaruhi indeks pembangunan manusia di Sulawesi Selatan. Oleh karena itu penelitian ini berjudul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia di Sulawesi Selatan Periode 2001-2010 ”
0 Response to "Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (ILK-3)"
Post a Comment