MAKALAH TAKHRIJUL HADIST OLEH IMAM AHMAD BIN HAMBAL DAN IMAM MALIK

PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Kitab-kitab Hadis dalam bentuk subjek-subjek khusus atau minat tertentu telah muncul sejak abad pertama Hijrah. Kodifikasi-kodifikasi yang muncul berbeda-beda, baik secara kuantitas dan kualitasnya, sesuai dengan kapasitas masing-masing penyusunannya. Bahkan banyak pula karya-karya yang muncul pada paruh pertama abad kedua Hijrah.
Abad ketiga hijriyah dinyatakan sebagai masa pemurnian dan penyempurnaan penulisan kitab-kitab hadis. Periode ini berlangsung sejak masa pemerintahan Khalifah al-Makmun (198-218 H) sampai kepada awal pemerintahan Khalifah al-Muqtadir (295-320 H) dari Dinasti Abbasiyah. Pada periode ini para Ulama Hadis memusatkan perhatian mereka kepada pemeliharaan keberadaan dan terutama kemurnian Hadis-hadis Nabi s.a.w. hal tersebut mereka lakukan, selain sebagai pemeliharaan terhadap Hadis Nabi, juga dalam rangka antisipasi terhadap kegiatan pemalsuan Hadis yang semakin marak pada masa itu.

Diantara kegiatan yang dilakukan oleh para Ulama Hadis dalam rangka pemeliharaan kemurnian Hadis Nabi s.a.w pada masa ini adalah: perlawatan ke daerah-daerah, pengklasifikasian Hadis kepada Marfu, Mawquf dan Maqthu’, serta penyeleksian kualitas hadis dan pengklasifikasiannya kepada Shahih, Hasan, dan Daíf.

Hasil dari usaha pemisahan Hadis Rasulullah dari fatwa Sahabat dan Tabiín saat itu adalah disusunnya kitab-kitab Hadis dalam corak baru yan disebut Kitab shahih, kitab Sunan, dan Kitab Musnad. Kitab shahih adalah kitab yang menghimpun Hadis-hadis Shahih saja, sedangkan yang tidak sahih tidak dimasukkan ke dalamnya dan bentuk penyusunannya adalah berbentuk mushannaf, yaitu penyajian berdasarkan bab-bab masalah tertentu sebagaimana metode-metode kitab fikih. Kitab Sunan adalah kitab yang memuat selain Hadis Sahih, juga didapati Hadis yang berkualitas daíf, namun dengan syarat tidak terlalu lemah dan tidak munkar. Sedangkan kitab Musnad adalah kitab yang disusun berdasarkan nama perawi pertama, yaitu sahabat. Urutan nama perawi pertama itu ada berdasarkan urutan kabilah, seperti mendahulukan Bani Hasyim dari yang lainnya, ada yang menurut urutan waktu memeluk agama Islam, da nada yang menurut urutan lainnya, seperti urutan huruf hijaiyyah (abjad), atau lainnya. Pada umumnya di dalam kitab musnad ini tidak dijelaskan kualitas hadis-hadisnya.

Diantara kitab sahih adalah kitab yang disusun oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim. Sedangkan kitab sunan adalah Sunan Abu Dauwd, Sunan al-Turmudzi, Sunan Al-Nasaí, Sunan Ibn majah dan Sunan al-Darimi. Adapun yang termasuk kitab Musnad adalah kitab Musnad Imam Ahmad Ibn Hambal, Musnad Abu al-Qasim al-Baghawi, dan Musnad Utsman ibn Abi Syaibah.
B.     Rumusan Masalah
1.      Musnad Imam Ahmad bin Hambal
2.      Al Muwathta’ Imam Malik
3.      Sunan Ad Darimi










BAB II
PEMBAHASAN
A.    Musnad Imam Ahmad bin Hambal
Imam Ahmad ibn Hanbal merupakan seorang ulama besar, ahli dalam bidang fikih maupun hadis ini memiliki nama lengkap Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilalasy-syaibani al-Marwazi al-Baghdadi. Dalam sumber lain menyebutkan nama lengkap beliau adalah Ahmad ibn Muhammad ibn Hanbal ibn Hilal ibn Asad ibn Idris ibn ‘Abdillah bin Hayyan ibn ‘Abdillah bin Annas ibn ‘Awf ibn Qasit ibn Mazin ibn Syaiban ibn Zulal ibn Ismail ibn Ibrahim. Dari nama tersebut bisa diketahui bahwa beliau adalah keturunan Arab dari suku bani Syaiban, sehingga diberi laqab al-Syaibany. Ahmad ibn Hanbal dilahirkan di Baghdad, kota Meru/Merv pada bulan Rabi’ul Awwal tahun 164 H atau Nopember 780 M. Bapak beliau, Muhammad telah meninggal dunia sejak beliau masih kecil sehingga beliau hanya diasuh oleh ibunya yang bernama Safiyyah binti Maimunah binti Abdul Malik Asy-Syaibani.
Kitab Musnad adalah sebuah kitab yang disusun dengan tanpa menyaring dan menerangkan derajat hadis-hadis tersebut. Atau dalam pengertian yang lain disebutkan bahwa yang dinamakan kitab Musnad adalah kitab yang disusun berdasarkan nama sahabat.
Dalam Musnad imam Ahmad ini terdapat 40.000 hadis, kurang lebih 10.000 diantaranya dengan berulang-ulang. Tambahan dari Abdullah, putra beliau sekitar 10.000 hadis dan diantaranya ada beberapa tambahan pula dari Ahmad bin Ja’far al-Qatili. Sayyid Ahmad bin Ja’far Al-Qatili berkata : “Satu satunya kitab Musnad yang menghidupkan sunnah adalah yang disusun oleh Abdullah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal Al-Syaibani yang meninggal di Baghdad pada tahun 241 H.”
Musnad tersebut mencakup beberapa bab yang dimulai dari : musnad sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga (Musnad Abu Bakr As Siddik , musnad Umar bin Al Khatthab Radliyallahu 'anhu , Musnad Utsman bin 'Affan Radliyallahu 'anhu , Musnad Ali bin Abu Thalib Radliyallahu 'anhu , Musnad Muhammad Thalhah bin 'Ubaidillah Radliyallahu ta'ala 'anhu, Musnad Az Zubair bin Al 'Awwam Radliyallahu 'anhu , Musnad Abu Ishaq Sa'd bin Abu Waqqash Radliyallahu 'anhu , Musnad Sa'id bin Zaid bin 'Amru bin Nufail Radliyallahu 'anhu, Hadits Abdurrahman bin 'Auf Az Zuhri Radliyallahu 'anhu , Hadits Abu 'Ubaidah bin Al Jarrah atau namanya adalah 'Amir bin Abdullah Radliyallahu 'anhu), musnad sahabat setelah sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga, musnad ahli bait,  musnad Bani Hasyim, musnad  sahabat yang banyak meriwayatkan hadits , sisa musnad sahabat yang banyak meriwayatkan hadits, musnad penduduk Makkah, musnad penduduk Madinah, musnad penduduk Syam, musnad penduduk Kufah, musnad  penduduk Bashrah, musnad sahabat Anshar, dan sisa musnad sahabat Anshar.
Mengenai derajat hadis musnad ahmad terdapat tiga penilaian ulama yang berbeda, diantaranya adalah :
1.      Seluruh hadis yang terdapat di dalamnya dapat dijadikan sebagai hujjah. Hal ini berdasarkan perkataan beliau, Imam Ahmad bahwa : jika umat islam berselisih tentang suatu hadis maka merujuklah pada kitab musnad ini namun jika tidak menemukan hadis dalam  musnad ini maka tidak dapat dijadikan hujjah.
2.       Di dalam musnad ahmad terdapat hadis shahih, dhaif, bahkan yang maudhu’. Ibnu Al-Jauzy mengatakan bahwa musnad ahmad terdapat 29 hadis maudhu’.
3.      Di dalam musnad ahmad terdapat hadis yang shahih dan dhaif yang mendekati derajat hasan. Yang berpendapat demikian adalah al-Zahabi, ibn Hajar al-asqalani, ibn Taimiyah, dan al-Suyuthi.
Adapun berdasarkan sumbernya, musnad Ahmad dibagi menjadi enam macam, yaitu :
1.                  Hadis yang diriwayatkan Abdullah dari ayahnya dengan mendengar langsung.
2.                  Hadis yang didengar Abdullah dari ayahnya dan dari orang lain. Hadis ini jumlahnya sedikit.
3.                  Hadis yang diriwayatkan Abdullah dari selain ayahnya. Hadis ini dinamakan hadis zawaid Abdullah (tambahan).
4.                  Hadis yang  tidak didengar Abdullah dari ayahnya, melainkan dibacakan kepada sang ayah.
5.                  Hadis yang tidak didengar dan tidak pula dibacakan kepada ayahnya, tetapi Abdullah menemukannya dalam kitab sang ayah yang ditulis dengan tangan.
6.                  Hadis yang diriwayatkan oleh Al-hafidz Abu Bakar Al-Qath’i yang meriwayatkan dari Abdullah.
Terkait dengan terdapatnya tambahan Hadis selain riwayat Ahmad ibn Hanbal, ulama berbeda pendapat dalam hal status dan kualitas Hadis-hadis yang terdapat di dalam kitab Musnad tersebut. Menurut Nawir Yuslem, setidaknya ada tiga pendapat yang berbeda dalam menentukan kualitas Hadis-hadis yaitu :
Pertama, bahwa Hadis-hadis yang terdapat dalam Musnad tersebut dapat dijadikan hujjah, pendapat ini didukung oleh Abu Musa al Madani, ia menyatakan bahwa Ahmad ibn Hanbal sangat hati-hati dalam menerima kebenaran sanad dan matan Hadis.
Kedua, bahwa di dalam kitab Musnad tersebut terdapat Hadis sahih, hasan dan maudhu’. Di dalam al Mawdhuat, Ibn al Jauwzi menyatakan terdapat 19 Hadis maudhu’, sedangkan al Hafidz al Iraqi menambahkan 9 Hadis maudhu’.
Ketiga, bahwa di dalam Musnad tersebut terdapat Hadis sahih dan Hadis dhaif yang dekat pada derajat Hadis hasan. Pendapat ini dianut oleh Abu Abdullah al Dzahabi, Ibn Hajar al Asqalani, Ibn Taymiyah dan al Suyuthi.
Namun demikian kedudukan Musnad Ahmad ibn Hanbal termasuk kedalam kelompok kitab Hadis yang diakui kehujjahannya sebagai sumber ajaran Islam. Jika dilihat dari segi peringkatnya, Musnad Ahmad Ibn Hanbal menempati peringkat kedua, disederajatkan dengan kitab Sunan yang empat, yaitu Sunan Abu dawud, Sunan an Nasa’I, Sunan at Turmudzi dan Sunan Ibn Majjah, Sedangkan peringkat pertama ditempati Shahih al Bukhari dan Shahih al Muslim serta kitab al Muwaththa’ Ibn Malik

B.     Al Muwaththa’ Ibn Malik
Nama lengkap dari Imam Malik adalah Malik ibn Anas ibn Malik ibn Abi ‘Amir ibn al Harist ibn Ustman ibn Jutsail ibn Amr ibn al Harist al Asyabiyal Himyari Abu Abd Allah al Madaniy. Beliau lahir mungkin pada tahun 93 H di kota Madinah, keluarganya asli Yaman. Dan di masa Nabi, keluarganya berdiam di kota Madinah. Kakek beliau adalah seorang tabi’in dan buyutnya adalah sahabat Nabi SAW, isterinya bernama Fatimah dan dikaruniai tiga orang putera yaitu : Yahya, Muhammad dan Hammad. Beliau wafat pada tahun 179 H dalam usia delapan puluh tujuh tahun.
Kitab ini adalah karya termashur Imam Malik di antara sejumlah karyanya yang ada. Disusunnya kitab ini adalah atas anjuran khalifah Abu Ja’far al Mansyur dari Dinasti Abbasiyah yang bertujuan untuk disebarluaskan di tengah-tengah masyarakat Muslim dan selanjutnya dijadikan sebagai pedoman hukum negara di seluruh dunia Islam dan juga akan digunakan sebagai acuan bagi para hakim untuk mengadili perkara-perkara yang diajukan kepada mereka serta menjadi pedoman bagi para pejabat pemerintah. Namun Imam Malik menolak tujuan yang diinginkan oleh khalifah tersebut, bahwa agar Al Muwaththa’ digunakan satu rujukan atau satu sumber saja dalam bidang hukum.

Kitab al Muwaththa’ mencatat Hadis Nabi SAW dan fatwa ulama awal di Madinah. Disusun berdasarkan pola yang diawali dengan atsar baru kemudian fatwa, sehingga al Muwaththa’ bukanlah murni kitab Hadis tetapi juga mengandung pendapat hukum para sahabat Nabi, tabi’in dan beberapa pakar sesudah itu. Hal ini dapat kita ketahui bahwa Imam Malik sering merujuk kepada pendapat ulama Madinah dalam masalah yang tidak ada dalam Hadis Nabi tentangnya, bahkan juga dalam hal memahami Hadis Nabi serta penerapannya.

Dipakainya istilah al Muwaththa’ pada kitab Imam Malik ini adalah karena kitab tersebut telah diajukan Imam Malik kepada tujuh puluh ahli fikih di Madinah dan ternyata mereka seluruhnya menyetujui dan menyepakatinya. Al Muwaththa’ berarti memudahkan dan membetulkan, maksudnya adalah al Muwaththa’ itu memudahkan bagi penelusuran Hadis dan membetulkan atas berbagai kesalahan yang terjadi, baik pada sisi sanad maupun pada sisi matan.
Menurut ibn al Hibah, Hadis yang diriwayatkan Imam Malik berjumlah seratus ribu Hadis, kemudia Hadis-hadis tersebut beliau seleksi dengan merujuk kesesuaian dengan alquran dan sunnah sehingga tinggal sepuluh ribu Hadis.Dari jumlah itu beliau lakukan seleksi kembali sehingga akhirnya yang dianggap mu’tamad berjumlah lima ratus Hadis. Beberapa kali dilakkukan revisi oleh Imam Malik atas Hadis yang dikumpulkan mengakibatkan kitab ini memiliki lebih dari delapan puluh naskah (versi), lima belas diantaranya yang terkenal adalah
  • Naskah Yahya ibn Yahya al Laytsi al Andalusi, yang mendengar al Muwaththa’ pertama kali dari Abd al Rahman dan selanjutnya Yahya pergi menemui Imam Malik secara langsung sebanyak dua kali tanpa perantara.
  • Naskah Abi Mus’ab Ahmad ibn Abi Bakr al Qasim, seorang hakim di Madinah.
  • Naskah Muhammad ibn al Hasan al Syaibani, seorang murid Abu Hanifah dan murid Imam Malik.
Ada beberapa ulama yang memberikan penilaian dan kritik terhadap penyeleksian Hadis yang dilakukan Imam Malik dalam kitab al Muwaththa’, diantaranya adalah :
Al Hafidz ibn Abd al Bar, seorang ulama abad ke 5 H, dalam penelitiannya terhadap kitab al Muwaththa’ berkesimpulan bahwa semua Hadis yang menggunakan ungkapan balaghani dan perkataannya “ dari al tsiqah “ yang tidak disandarkannya pada seseorang dan terdapat enam puluh Hadis semuanya musnad tanpa melalui jalur Malik. Kemudian terdapat empat Hadis yang tidak dikenal yaitu, pertama, dalam bab al ‘Ama fi al Sahwi (perbuatan ketika kelupaan), kedua, dalam bab Maja’a fi Laylat al Qadr (sesuatu yang dating pada saat malam al Qadr), ketiga, dalam bab al Jami’ dan keempat dalam bab Istimthar bi al Nujum ( meminta hujan dengan bintang) pada bagian terakhir dalam bab Salat.
Ibn Ashir berpendapat bahwa kitab al Muwaththa’ adalah kitab yang bermanfaat, dimana pembagian babnya sebagaimana dalam kitab fikih namun di dalamnya terdapat Hadis yang lemah sekali bahkan munkar. Oleh karena itu al Muwaththa’ tidak diletakkan dalam jajaran kitab al Khamsah akan tetapi posisinya menduduki tangga keenam.
Beberapa tokoh ulama modern berpendapat bahwa Imam Malik bukan ahli Hadis dan kitabnya al Muwaththa’ bukan kitab Hadis akan tetapi adalah kitab fikih serta sekaligus karyanya sebagai kitab fikih. Ulama yang berpendapat itu adalah ustadz Ali Hasan Abd al Qadir dalam kitabnya Nazratun ‘Amatun fi Tarikh al Fiqh. Pendapat tersebut telah dibantah oleh Muhammad Abu Zahwu dalam kitabnya al Hadist wa al Muhadditsun. Adapun inti bantahan abu zahwu adalah :
Memang benar al Muwaththa’ karya Imam Malik memuat fikih dan undang-undang, akan tetapi tidak menutup tujuan lain yaitu mengumpulkan Hadis-hadis sahih. Oleh karena itu kitabnya mencakup Hadis Nabawi dan fikih Islami.
Bercampurnya di dalam kitab al Muwaththa’ kandungan yang mencakup sabda nabi SAW, pendapat sahabat dan fatwa tabi’in dan sebagian pendapat Imam Malik tidak dapat dijadikan alasan bahwa itu bukan kitab Hadis, karena muhaddisin yang lain juga menempuh cara yang demikian.

C.    Sunan Ad-Darimi
Beliau adalah  al-Hâfîzh al-Kabîr dalam ilmu Hadis dan Ilmu-ilmunya adalah ‘Abdullah bin ‘Abdurrahmân bin al-Fadhîl bin Bahram bin ‘Abdusshamad at-Tamîmî as-Samarkandî ad-Dârimî. Beliau lebih dikenal dengan panggilan Imam ad-Dârimî, nama daerah yang dinisbahkan kepada beliau yaitu Dârimî. Kuniyah beliau adalah Abu Muhammad. Beliau dilahirkan pada tahun 181 Hijriah bertepatan dengan tahun wafatnya ulama Hadis di abad ke 2 yang bernama ‘Abdullah bin Mubaraq bin Wâdih al-Hanzholi at-Tamîmî. Berkata Ishâq bi Ibrâhim Al-Warrâq: Aku mendengar ‘Abdullah bin ‘Abdurrahmân berkata: Aku dilahirkan pada tahun dimana wafatnya Ibnu Mubâraq yaitu pada tahun 181 H.
Namun diantara karya-karya beliau yang sangat berharga dan sampai kepada kita adalah buku Sunan (Al-Musnad). Perlu kita ketahui bahwa sebahagian ulama bahwa Sunan ad-Dârimî lebih pantas disebut dengan nama musnad. Kalau yang dimaksud musnad adalah bahwa Hadis-hadis dalam buku itu semua bersandar kepada Nabi Saw. tidak jadi masalah, akan tetapi kalau dimaksudkan bahwa buku Sunan disusun menurut abjad nama Sahabat tidak menurtu bab-bab fiqih tentu itu tidak tepat karena buku Sunan disusun sesuai dengan bab-bab fiqih.
Penilaian ini terjadi mungkin karena Hadis-hadis di dalam kitab Sunan semuanya ada sandarannya (musnadatun), namun kalau seperti ini penilaiannya tidak jadi masalah. Karena Shahîh Bukhâri juga dinamakan musnad jâmi’, karena hadis-hadisnya ada sandarannya bukan karena disusun menurut metode kitab-kitab musnad.
Adapun status Hadis di dalam Sunan ad-Dârimî adalah bermacam-macam, yaitu:
1.      Hadis Shahîh yang disepakati oleh Imam Bukhari Muslim.
2.      Hadis Shahîh yang disepakati oleh salah satu keduanya.
3.      Hadis Shahîh di atas syarat keduanya.
4.      Hadis Shahîh di atas syarat salah satu keduanya.
5.      Hadis Hasan.
6.       Hadis Sadz-dzah.
7.      Hadis Mungkar, akan tetapi itu hanya sedikit.
Hadis Mursal dan Mauquf, akan tetapi ada thuruq lain yang menguatkannya .
Berkata Syekh ‘Abdul Haq ad-Dahlâwî: berkata sebahagian para ulama bahwa kitab ad-Dârimî lebih pantas dan cocok untuk dimasukkan dalam katagori kutubussittah menggantikan posisi Sunan Ibnu Mâjah, dengan alasan:
1.      Karena rijâlul hadisnya lebih kuat.
2.      Keberadaan Hadis Sadz-dzah dan Munkar hanya sedikit.
3.      Sanadnya termasuk sanad yang âliyah.
4.      Rijâlul hadisnya tiga orang lebih banyak dalam kitab Sunan ad-Dârimî dari pada dalam Shâhih Bukhâri .
Sunan ad-Dârimî terdiri dari dua jilid, 23 kitâb dan di dalamnya terdapat 3503 Hadis. Diawali dengan Muqaddimah yang isinya tentang sejarah Nabi Muhammad Saw., ittibâ’ sunnah, ilmu dan hal-hal lain yang berhubungan dengannya.
Dari hitungan Dr. Mushthafa Diib al-Bugha: “terdapat sebanyak 3375 hadits dalam sunan darimi termasuk hadits-hadits yang termaktub dalam muqaddimah.















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Imam Ahmad ibn Hanbal merupakan seorang ulama besar, ahli dalam bidang fikih maupun hadis ini memiliki nama lengkap Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilalasy-syaibani al-Marwazi al-Baghdadi.
Ahmad ibn Hanbal dilahirkan di Baghdad, kota Meru/Merv pada bulan Rabi’ul Awwal tahun 164 H atau Nopember 780 M. Bapak beliau, Muhammad telah meninggal dunia sejak beliau masih kecil sehingga beliau hanya diasuh oleh ibunya yang bernama Safiyyah binti Maimunah binti Abdul Malik Asy-Syaibani.
Nama lengkap dari Imam Malik adalah Malik ibn Anas ibn Malik ibn Abi ‘Amir ibn al Harist ibn Ustman ibn Jutsail ibn Amr ibn al Harist al Asyabiyal Himyari Abu Abd Allah al Madaniy. Beliau lahir mungkin pada tahun 93 H di kota Madinah, keluarganya asli Yaman.
Ad-Darimi adalah  al-Hâfîzh al-Kabîr dalam ilmu Hadis dan Ilmu-ilmunya adalah ‘Abdullah bin ‘Abdurrahmân bin al-Fadhîl bin Bahram bin ‘Abdusshamad at-Tamîmî as-Samarkandî ad-Dârimî. Beliau lebih dikenal dengan panggilan Imam ad-Dârimî, nama daerah yang dinisbahkan kepada beliau yaitu Dârimî. Kuniyah beliau adalah Abu Muhammad. Beliau dilahirkan pada tahun 181 Hijriah bertepatan dengan tahun wafatnya ulama Hadis di abad ke 2 yang bernama ‘Abdullah bin Mubaraq bin Wâdih al-Hanzholi at-Tamîmî. Berkata Ishâq bi Ibrâhim Al-Warrâq: Aku mendengar ‘Abdullah bin ‘Abdurrahmân berkata: Aku dilahirkan pada tahun dimana wafatnya Ibnu Mubâraq yaitu pada tahun 181 H.
B.     Saran
Demikian yang dapat kami jelaskan semonga bemanfaat bagi pembaca dan dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan-kekurangan, oleh karena itu kami senantiasa menerima saran dan kritik yang sifatnya membangun.
DAFTAR PUSTAKA

Rohmaniyah,Inayah, Studi Kitab Hadis, Yogyakarta : Teras, 2009.

Asy-Syarqawi,Abdurrahman, Kehidupan, Pemikiran dan Perjuangan 5 Imam Madzhab Terkemuka, Bandung : Al Bayan.

Asy-Syubasi,Ahmad, Sejarah dan Biografi Empat Imam Madzhab ( Hanafi,Maliki, Syafi’i, Hanbali ), Amzah, 2004.

Al-Maliki, Muhammad Alawi, Ilmu Ushul Hadis, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009.

As-Shalih,Subhi, Membahas Ilmu-Ilmu Hadis, Jakarta : Pustaka Firdaus, 2009.

Katsîr, Ibnu. Bidâyah wan Nihâyah, Dâr Hadis Cairo Mesir, Cetakan 5 Tahun 2003 M

0 Response to "MAKALAH TAKHRIJUL HADIST OLEH IMAM AHMAD BIN HAMBAL DAN IMAM MALIK"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel