Tanggapan Mahasiswa Terhadap Perilaku Hubungan Seks Pranikah (SO-11)
Setiap masyarakat selama hidup pasti mengalami perubahan – perubahan. perubahan-perubahan tersebut dapat terjadi pada nilai – nilai sosial, norma – norma sosial, pola – pola interaksi, interaksi sosial, lapisan - lapiasan dalam masyarakat dan lain sebagainya. Perubahan pada masyarakat dunia dewasa ini merupakan suatu gejala normal, yang pengaruhnya dapat menjangkau dengan cepat ke bagian dunia lain atau sifatnya yang menglobal. Hal ini, salah satunya disebabkan karena adanya perkembangan teknologi yang serba modern dan pembangunan yang luar biasa hebatnya yang mampu membawa manusia pada sebuah dinamisasi kehidupan.
Meningkatnya sejumlah sarana komunikasi serta banyaknya budaya dari luar yang masuk khususnya ke Indonesia akan memberikan kolerasi yang berkesinambungan dalam mendukung proses perubahan utamanya dalam segi dan gaya hidup masyarakat.
Menurut Bagong Suyanto, bahwa ketika zaman berubah dengan cepat, salah satu kelompok yang rentan atau mudah ikut terbawa arus tidak lain adalah kalangan remaja, disebabkan karena mereka memiliki karakteristik tersendiri yang unik yakni labil dan sedang pada taraf mencari identitas. Pada masyarakat yang sedang mengalami masa transisi, kalangan remaja khususnya seolah – olah terjepit antara norma – norma yang baru.
Secara sosiologis, remaja umumnya amat rentan terhadap pengaruh-pengaruh eksternal. Karena proses pencarian jati diri, mereka mudah sekali terombang-ambing, dan masih merasa sulit menentukan tokoh panutannya. Mereka juga mudah terpengaruh oleh gaya hidup masyarakat di sekitarnya. Karena kondisi kejiwaan yang labil, remaja mudah terpengaruh dan labil. Mereka cenderung mengambil jalan pintas dan tidak mau memikirkan dampak negatifnya. Di berbagai komunitas dan kota besar yang metropolitan, tidak heran jika hura-hura, seks bebas, menghisap ganja dan zat adiktif lainnya cenderung mudah menggoda para remaja (Bagong Suyanto, 2004).
Menurut Drs. Hasan Basri (1996) dalam bukunya “ Remaja Berkualitas , Problematika dan Solusinya” menilai bahwa remaja sebagai kelompok yang tengah meninggalkan masa kanak – kanak yang penuh dengan ketergantungan pada orang tuanya dan menuju masa pembentukan tanggung jawab.
Perilaku kalangan remaja sering kali dijadikan acuan terhadap adanya perubahan – perubahan yang menyangkut norma – norma dan budaya dalam masyarakat itu sendiri. Termasuk pula ketika orang bahkan media mulai menyoroti masalah yang paling berkaitan dengan eksistensi manusia sebagai mahluk yang selalu berkembang (generatif) yaitu masalah seksualitas. Hal itu disesuaikan dengan masa pertumbuhan remaja itu sendiri yang dikenal dengan masa strom dan stress dimana terjadi pergolakan emosi yang diiringi pertumbuhan fisik yang pesat dan pertumbuhan psikis yang bervariasi.
Hubungan seks pranikah yang marak terjadi di kalangan remaja saat sekarang ini dianggap sebagai perilaku menyimpang, hal ini disebabkan karena hubungan seks tersebut merupakan tingkah laku yang melanggar atau bertentagan dengan aturan normatif dan aturan – aturan sosial ataupun nilai dan norma sosial yang berlaku.
Menurut Soerjono Soekanto perilaku menyimpang disebut sebagai salah satu penyakit masyarakat atau penyakit sosial. Penyakit sosial atau penyakit masyarakat adalah segala bentuk tingkah laku yang dianggap tidak sesuai, melanggar norma-norma umum, adat-istiadat, hukum formal, atau tidak bisa diintegrasikan dalam pola tingkah laku umum. Disebut sebagai penyakit masyarakat karena gejala sosialnya yang terjadi ditengah masyarakat itu meletus menjadi ”penyakit”. Dapat disebut pula sebagai struktur sosial yang terganggu fungsinya. Semua tingkah laku yang sakit secara sosial tadi merupakan penyimpangan sosial yang sukar diorganisir, sulit diatur dan ditertibkan sebab para pelakunya memakai cara pemecahan sendiri yang tidak umum, luar biasa atau abnormal sifatnya. Biasanya mereka mengikuti kemauan dan cara sendiri demi kepentingan pribadi. (Kumanto Sunarto, 2004).
Masa remaja adalah masa yang penuh gejolak, masa yang penuh dengan berbagai pengenalan dan petualangan akan hal-hal yang baru sebagai bekal untuk mengisi kehidupan mereka kelak. Disaat remajalah proses menjadi manusia dewasa berlangsung. Pengalaman manis, pahit, sedih, gembira, lucu bahkan menyakitkan mungkin akan dialami dalam rangka mencari jati diri. Sayangnya, banyak diantara mereka yang tidak sadar bahwa beberapa pengalaman yang tampaknya menyenangkan justru dapat menjerumuskan. Rasa ingin tahu dari para remaja kadang-kadang kurang disertai pertimbangan rasional akan akibat lanjut dari suatu perbuatan. Daya tarik persahabatan antar kelompok, rasa ingin dianggap sebagai manusia dewasa, kaburnya nilai-nilai moral yang dianut, kurangnya kontrol dari pihak yang lebih tua (dalam hal ini orang tua), berkembangnya naluri seks akibat matangnya alat reproduksi sekunder, ditambah kurangnya informasi mengenai seks dari sekolah/lembaga formal serta bertubi-tubinya berbagai informasi seks dari media massa yang tidak sesuai dengan norma yang dianut menyebabkan keputusan-keputusan yang diambil mengenai masalah cinta dan seks begitu kompleks dan menimbulkan gesekan-gesekan dengan orang tua ataupun lingkungan keluarganya.
Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting dalam pembentukan hubungan baru yang lebih matang dengan lawan jenis. Seharusnya Pada masa remaja ini informasi tentang masalah seksual sudah seharusnya mulai diberikan, agar remaja tidak mencari informasi dari orang lain atau dari sumber-sumber yang tidak jelas atau bahkan keliru sama sekali. Pemberian informasi masalah seksual menjadi penting terlebih lagi mengingat remaja berada dalam potensi seksual yang aktif, karena berkaitan dengan dorongan seksual yang dipengaruhi hormon dan sering tidak memiliki informasi yang cukup mengenai aktivitas seksual mereka sendiri. Tentu saja hal tersebut akan sangat berbahaya bagi perkembangan jiwa remaja bila ia tidak memiliki pengetahuan dan informasi yang tepat. Mungkin sebagian besar dari remaja kita tidak mengetahui dampak dari perilaku seksual yang mereka lakukan, seringkali remaja sangat tidak matang untuk melakukan hubungan seksual terlebih lagi jika harus menanggung resiko dari hubungan seksual tersebut
Willis (1994) yang mengemukakan bahwa perilaku seks telah beranjak dari posisi nilai moral menjadi budaya. Dengan kata lain, jika sebelumnya seks sarat dengan kaidah moral, sekarang seks telah merambah ke segala penjuru kehidupan sebagai gaya hidup yang nihil moralitas bahkan di kalangan remaja sekalipun. Seks yang pada mulanya diidentikkan dengan jalinan cinta dan pernikahan, sekarang lebih diasosiasikan dengan suka dan kencan belaka. Salah satunya ruang kehidupan yang telah dimasuki oleh perilaku seks adalah masa berpacaran. Pengertian pacaran dalam era globalisasi, informasi saat ini sangat berbeda dengan pengertian pacaran 15 tahun yang lalu ( Kartono, 1992 ).
Perkembangan perilaku seks remaja dalam suatu masyarakat ditentukan dari berbagai faktor sosial, seperti masuknya kebudayaan asing yang merubah tata nilai antara lain disebabkan oleh komunikasi global dan perubahan/inovasi teknologi. Sebaliknya faktor kreativitas internal yang berbentuk perubahan intelektual merupakan faktor penting dalam menentukan perkembangan perilaku reproduksi.
Setiap bentuk perubahan perilaku memiliki makna tertentu yang ditujukan untuk kebutuhan tertentu. Remaja dapat memiliki variasi perilaku yang ditujukan untuk tujuan hidup yang beragam.
Perilaku seksual dikatakan perilaku positif atau perilaku negatif apabila di lihat dari aspek biologis, psikologis, sosial dan moral. Secara biologis, remaja melakukan perilaku seksual karena kematangan organ – organ seksualnya. Secara psikologis, penyaluran hasrat seksual akan memberikan dampak psikologis seperti kepuasan, rasa nyaman dan sebagainya. Secara sosial, perilaku yang dilakukan remaja harus bisa diterima dengan norma yang ada dalam masyarakat. Begitu pula dengan norma moral dan agama, telah mengatur perilaku-perilaku seksual apa yang dapat di lakukan oleh remaja ( Sarwono, 2002 ).
Belakangan, hubungan seks bebas menjadi fenomena yang melanda kaum remaja. Banyak yang ingin melakukannya lantaran ingin tahu. Wajar, secara alamiah manusia perlu seks. Namun, seks yang seperti apa? Seks telah diatur secara hukum maupun agama. Nah, seks bebas dalam artian hubungan badan di luar pernikahan dianggap sebagai kesalahan.
Penelitian tentang hal tersebut berdasarkan survey yang dilakukan oleh Departemen Sosial dan Ekonomi Internasional pada tahun 1998 di beberapa Negara Barat seperti Belgia, Kanada, Jerman, Hongaria, Norwegia, Inggris dan Amerika menunjukkan bahwa 2/3 remaja wanita berusia 19 tahun telah melakukan hubungan seksual di luar pra nikah. Senestein (1989) telah melaporkan hasil penelitiannya yaitu bahwa sekitar 69% remaja wanita Afrika-Amerika telah melakukan hubungan seksual tanpa nikah pada usia 15 tahun. Sedangkan Hoffer (1988) menemukan bahwa 25% remaja wanita Afrika-Amerika telah berhubungan seksual tanpa nikah pada usia 15 tahun dan 74% pada usia 18 tahun, sedangkan pada remaja wanita berkulit putih adalah 15% dan 56% (Yusuf, 2006), sedangkan survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 1994, jumlah penduduk usia 20-24 tahun mencapai 31,2% dari jumlah penduduk Indonesia. Menurut Kepala BKKBN seks bebas telah ditemukan di setiap propinsi di Indonesia. Hasil penelitian PKBI juga menunjukkan bahwa 9,1% remaja wanita telah melakukan hubungan seks dan 85% melakukan hubungan seks pertama mereka pada usia 13-15 tahun di rumah mereka dengan pacar. Remaja wanita masa kini sudah melakukan hubungan seksual secara aktif. Tiap tahunnya 15 juta remaja wanita berusia 15-19 tahun melahirkan.
Sebenarnya banyak yang menyalah-artikan mengenai seks bebas atau hubungan badan layaknya suami istri. Keingintahuan mengenai hubungan seks yang tidak pernah diajarkan atau informasikan kepada anak dari sekolah atau orangtua di lingkungan keluarga. Penyebab yang paling sering terjadi adalah pacaran di usia dini misalnya dari SMP sehingga ketika duduk di bangku SMA sudah hamil sebelum lulus ujian. Bisa juga karena perjodohan yang telah diikrarkan oleh orangtua, sehingga si anak bisa saja melakukan seks bebas sebelum nikah, kemudian ia hamil dan harus menikah di usia dini. Hal-hal yang mendukung seks bebas, biasanya sangat mudah didapatkan sumbernya untuk memicu perilaku tidak sopan dan tidak beretika ini. Misalnya saja ada suatu media yang menampilkan perempuan berbikini seperti majalah playboy atau DVD/CD porno yang sangat murah beredar di pelosok daerah dan mudah didapatkan: pada malam harinya di layar kaca atau layar lebar juga bisa menonton pemberitaan perkosaan, video porno artis, adegan-adegan mesra ataupun seks yang vulgar dan situs-situs internet yang banyak juga menampilkan video atau gambar-gambar yang tidak wajar yang mudah sekali di akses melalui komputer ataupun handphone.
Menurut Damardjati (dalam Ratna, 2005) perilaku seks bebas memang sebuah potret kegelisahan zaman, anak remaja mencari eksistensi diri dengan segala kebebasan, namun justru terjerumus pada aktivitas yang tak terpuji. Perilaku seks bebas memang kasat mata, namun ia tidak terjadi dengan sendirinya melainkan di dorong atau di motivasi oleh faktor – faktor internal yang tidak dapat di amati secara langsung. Dengan demikian individu bergerak untuk melakukan perilaku seks bebas atau halusnya seks pranikah.
Pada kalangan remaja, perilaku seks bebas tersebut dapat dimotivasi oleh rasa sayang dan cinta dengan di dominasi oleh perasaan kedekatan dan gairah yang tinggi terhadap pasangannya, tanpa disertai oleh komitmen yang jelas, dimana remaja tersebut ingin menjadi bagian dari kelompoknya dengan mengikuti norma – norma yang telah di anut oleh kelompoknya, dalam hal ini kelompoknya telah melakukan seks bebas.
Diberbagai media baik itu media elektronik maupun media cetak telah banyak membahas masalah perilaku seks bebas pada kalangan remaja. Akan tetapi masalah tersebut belum pernah tuntas bahkan tetap ada. Dan remaja adalah suatu potensi yang besar akan tetapi remaja juga bisa sebagai problema yang besar. Kedua kemungkinan tersebut dapat dilihat dari bagaimana masyarakat atau pihak-pihak yang terlibat baik itu keluarga maupun guru memberikan pengarahan atau pengajaran terhadap perilaku seks bebas pada kalangan remaja.
Dari sinilah, maka penulis mencoba membahas dan melakukan penelitian mengenai masalah tersebut dengan mengambil kasus dari Kampus Akademi Kebidanan Sandi Karsa karena dari sekian sekolah tinggi ilmu kesehatan, Akademi Kebidanan Sandi Karsa mempunyai mahasiswa terbanyak yaitu hampir mencapai 2000 mahasiswa yang dimana semua mahasiswanya berjenis kelamin perempuan dan Akademi Kebidanan Sandi Karsa hampir semua disiplin ilmunya mengkaji tentang alat-alat reproduksi manusia serta kost atau pondokan yang berada disekitaran kampus adalah mahasiswa dari Akademi Kebidanan Sandi Karsa tersebut.
Kemudian mahasiswa Akademi Kebidanan Sandi Karsa juga ikut berperan dalam menghindarkan remaja dari perilaku hubungan seks pranikah tersebut dengan cara berbagi cerita kepada kalangan remaja mengenai disiplin ilmunya yang berkaitan dengan perilaku hubungan seks pranikah bahwa apa yang mereka lakukan sangat berbahaya bagi mereka dan disiplin ilmu yang didapat mahasiswa tersebut bisa diaplikasikan kepada masyarakat terutama kepada kalangan remaja. Dari pengambilan kasus diatas maka penulis tertarik meneliti melalui judul penelitian “TANGGAPAN MAHASISWA TERHADAP PERILAKU HUBUNGAN SEKS PRANIKAH PADA KALANGAN REMAJA”
0 Response to "Tanggapan Mahasiswa Terhadap Perilaku Hubungan Seks Pranikah (SO-11)"
Post a Comment