Studi Pengaruh Pencelupan Biji Kakao (Theobroma cacao L.) Basah Dalam Air Kapur Secara Berkala Selama Fermentasi (PRT-148)

Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan Indonesia yang perkembangannya sangat pesat. Namun minimnya sarana pengolahan, lemahnya pengawasan mutu serta penerapan teknologi pada seluruh tahapan proses pengolahan biji kakao rakyat yang tidak berorientasi  pada mutu merupakan penyebab beragamnya mutu kakao yang dihasilkan (Anonim, 2009). Seperti masalah pada biji kakao lindak terutama pada biji kakao hasil olahan petani adalah mutunya dinilai rendah, karena keasaman biji yang tinggi, flavor yang rendah, adanya           biji-biji kakao yang tidak difermentasi, tercampur rasa sepat, serta ukuran biji tidak seragam (Wahyudi, 1988). Sementara kualitas kakao yang digunakan sangat menentukan produk yang dihasilkan. Sehingga industri pengolahan kakao kebanyakan membutuhkan kakao yang berkualitas yaitu biji kakao yang  fermentasi


Tujuan fermentasi adalah untuk  mematikan lembaga biji agar tidak tumbuh sehingga perubahan-perubahan di dalam biji akan mudah terjadi, seperti warna keping biji, peningkatan aroma dan rasa, perbaikan konsistensi keping biji dan untuk melepaskan selaput lendir. Dalam proses fermentasi  terjadi penurunan berat sampai 25% (Anonim, 2009). Selama fermentasi biji kakao berlangsung mengalami perubahan. Perubahan ini dibantu oleh aktivitas enzim yang dapat menghidrolisis : Polifenol menjadi antosianin, protein pada biji menjadi asam amino dan polipeptida lainnya, ada pula perubahan gula menjadi alkohol. Alkohol akan dikonversi selanjutnya menjadi asam organik, selain itu akan  terbentuk  kompleks flavonoid yang mengakibatkan warna coklat pada biji kakao, sedangkan antosianin sebagai hasil hidrolisis polifenol dapat mengubah warna biji menjadi ungu (Biehl, 1984). 
Perlakuan penyangraian (roasting) dan alkalinisasi biji kakao yang difermentasi dengan pH rendah menghasilkan warna yang sangat baik, tetapi konsentrasi aromanya  rendah (J. Serba Bonvehi, et all., 2002). Diketahui bahwa prekursor penting untuk pembentukan komponen aroma yang khas pada kakao yaitu dihasilkan selama proses fermentasi. Demikian pula bahwa aroma khas pada kakao diperoleh dari fraksi peptida yang diisolasi dari biji kakao yang difermentasi, dan setelah disangrai didapatkan asam amino bebas dan gula reduksi (Mohr et all., 1976). 
Penemuan ini mengindikasikan bahwa prekursor aroma spesifik pada kakao yang terbentuk selama fermentasi adalah akibat proses proteolitik (Ziegleder dan Biehl, 1988). Demikian pula proses proteolisis pada protein biji kakao, dan pembentukan prekursor aroma sangat tergantung pada derajat dan waktu acidifikasi selama proses fermentasi  (Biehl, 1985). Dari penemuan ini maka didapat adanya hubungan antara pembentukan prekursor                aroma spesifik pada kakao, proteolisis pada protein biji dan waktu                yang dilalui pada selama proses fermentasi, telah dapat    mengembangkan cara-cara penyimpanan pasca panen pada biji              kakao, sehingga  dapat meningkatkan kualitas biji kakao di Malaysia  (Biehl dkk, 1989; Meyer, et all., 1989).  Menurut Biehl, dkk., (1985), fermentasi biji kakao yang pH 5,0-5,5  menghasilkan  aroma lebih              baik daripada  pH 4,0-4,5. Meskipun  enzim endoprotease  pada biji kakao lebih aktif pada pH yang lebih rendah, akan tetapi selama fermentasi berlangsung dimana biji kakao dengan pH 5,5 lebih banyak membebaskan asam amino  daripada pH 4,5 (Kirchhoff, et all., 1989 ab).

Dari beberapa telaah pustaka di atas maka salah satu cara untuk menanggulangi masalah tingkat keasaman yang tinggi pada biji kakao fermentasi yang berkontribusi terhadap pembentukan aroma pada biji kakao yaitu dengan menurunkan tingkat keasaman (menaikkan pH) biji kakao. Penurunan tingkat keasaman biji dapat dilakukan selama berlangsungnya proses fermentasi. Penurunan keasaman (menaikkan pH) biji kakao membutuhkan suatu zat yang dapat menurunkan tingkat keasaman selama fermentasi. maka diperlukan penelitian yang dapat menghasilkan biji kakao fermentasi dengan cara berbeda dari metode yang umum dilakukan oleh petani. Untuk itu, pada  penelitian  ini akan  dikaji  lebih lanjut pengaruh pencelupan air kapur jenuh pada biji kakao basah secara berkala selama fermentasi terhadap mutu biji kakao.


0 Response to "Studi Pengaruh Pencelupan Biji Kakao (Theobroma cacao L.) Basah Dalam Air Kapur Secara Berkala Selama Fermentasi (PRT-148)"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel