MAKALAH ASESMEN DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING

ASESMEN DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING
I. DESKRIPSI SINGKAT
Proses pendidikan yang sedang ditempuh seorang mahasiswa seringkali tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Mahasiswa mungkin harus menghadapi dan berupaya untuk menyelesaikan berbagai permasalahannya, sehingga dikhawatirkan dapat menghambat penyelesaian studinya. Dibutuhkan layanan bimbingan dan konseling untuk membantu mahasiswa tersebut. Pemahaman terhadap latar belakang permasalahan mahasiswa diperlukan agar efektivitas layanan dapat dirasakan. Untuk itulah diperlukan kegiatan asesmen dalam layanan bimbingan dan konseling yang merupakan proses mengumpulkan, menganalisis, dan menginterpretasikan data tentang mahasiswa dan lingkungannya. Melalui kegiatan asesmen dapat diperoleh data yang diperlukan untuk membantu mengenal, melengkapi dan mendalami pemahaman tentang mahasiswa, sehingga layanan bimbingan dan konseling yang akan diberikan dapat sesuai dengan kebutuhan mahasiswa yang akan tertuang dalam program bimbingan dan konseling. Kegiatan asesmen tidak hanya dilakukan kepada mahasiswa namun dilakukan pula pada lingkungan. Asesmen pada lingkungan terkait dengan mengetahui harapan dari lembaga pendidikan -pendidikan tinggi kesehatan- dan masyarakat, sarana dan prasarana yang mendukung pelaksanaan program bimbingan dan konseling, ketersediaan dan kualifikasi tenaga bimbingan dan konseling serta kebijakan lembaga pendidikan.

Informasi tentang kondisi mahasiswa dan lingkungan yang diperoleh melalui asesmen akan digunakan sebagai dasar dalam perancangan program bimbingan dan konseling di perguruan tinggi kesehatan.

Sebagai tenaga pengajar yang berperan sebagai pembimbing akademik di lingkungan pendidikan tinggi kesehatan yang selalu berinteraksi dengan mahasiswa, pengetahuan tentang asesmen dalam Bimbingan dan Konseling tampaknya diperlukan untuk lebih mengenal dan memahami mahasiswa dan lingkungan agar dapat memberikan layanan bimbingan dan konseling yang sesuai dengan kebutuhan mahasiswa dan dalam perancangan program bimbingan dan konseling.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN
A. Tujuan Pembelajaran Umum ( TPU )
Setelah pembelajaran selesai peserta mampu mengajarkan dan menerapkan asesmen dalam Bimbingan dan Konseling

B. Tujuan Pembelajaran Khusus ( TPK )
Setelah pembelajaran selesai peserta mampu:
  1. Menjelaskan konsep dasar asesmen dalam Bimbingan dan Konseling. 
  2. Menjelaskan instrumen non tes wawancara
  3. Menjelaskan instrumen non tes observasi.
I. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN
Pokok bahasan dan sub pokok bahasan yang dibahas dalam modul ini adalah:

A. Konsep Dasar Asesmen dalam Bimbingan dan Konseling
Sub pokok bahasan :
  1. Pengertian dan tujuan asesmen.
  2. Kedudukan asesmen dalam BK.
  3. Bentuk-bentuk asesmen.
  4. Perbedaan asesmen teknik nontes dan teknik tes.
  5. Kode Etik penggunaan asesmen.
Sub pokok bahasan:
  1. Pengertian dan tujuan wawancara.
  2. Jenis-jenis wawancara
  3. Peran pewawancara
  4. Prosedur pelaksanaan wawancara.
  5. Kelebihan dan kekurangan wawancara
C. Instrumen non tes observas
Sub Pokok Bahasan:
  1. Pengertian dan tujuan observasi
  2. Jenis-jenis observasi
  3. Peran observer
  4. Alat pencatat observasi
  5. Prosedur pelaksanaan observasi
  6. Kelebihan dan kekurangan observasi
II. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN
Terdapat 3 ( tiga ) pokok bahasan yang akan dibahas yaitu tentang konsep dasar asesmen dalam Bimbingan dan Konseling, instrumen non tes wawancara dan instrumen non tes observasi. Selanjutnya kepada peserta latih diberikan penugasan berupa latihan membuat atau menyusun pedoman wawancara dan pedoman observasi.

Pada pokok bahasan 1 tentang konsep dasar asesmen dalam Bimbingan dan Konseling, pembahasan meliputi: pengertian dan tujuan, kedudukan asesmen dalam Bimbingan dan Konseling, bentuk - bentuk, perbedaan asesmen teknik non tes dan teknik tes, dan kode etik penggunaan asesmen.

Pada pokok bahasan 2, tentang instrumen non tes wawancara , pembahasan meliputi : pengertian dan tujuan, jenis, peran pewawancara, prosedur pelaksanaan dan kelebihan dan kekurangan wawancara.

Pada pokok bahasan 3, tentang instrumen non tes observasi, pembahasan meliputi : pengertian dan tujuan, jenis, peran observer, alat pencatatan, prosedur pelaksanaan dan kelebihan dan kekurangan observasi.

Selanjutnya diberikan penugasan sebagai latihan membuat pedoman wawancara dan pedoman observasi.
  1. Membuat pedoman wawancara terstruktur
  2. Membuat pedoman wawancara tidak terstruktur
  3. Membuat pedoman observasi dengan catatan anekdot
Langkah 1 :Pengantar, perkenalan dan penjelasan tujuan pembelajaran. 

Fasilitator memperkenalkan diri dan menyampaikan tujuan pembelajaran umum dan tujuan pembelajaran khusus.

Langkah 2: Pembahasan tentang konsep dasar asesmen dalam Bimbingan dan Konseling

Proses pembelajaran di awali dengan melakukan curah pendapat tentang konsep dasar asesmen dalam BK. Selanjutnya fasilitator menjelaskan materi tentang konsep dasar asesmen dalam BK dengan menggunakan power point dan memberikan kesempatan tanya jawab kepada peserta latih.

Langkah 3: Pembahasan tentang instrumen non tes wawancara.

Pembahasan diawali dengan curah pendapat tentang konsep dasar instrumen non tes wawancara, dan dilanjutkan dengan penjelasan tentang materi dengan menggunakan power point dan memberikan kesempatan tanya jawab kepada peserta latih. 

Langkah 4: Pembahasan tentang instrumen non tes observasi.

Pembahasan diawali dengan curah pendapat tentang konsep dasar instrumen non tes observasi, dan dilanjutkan dengan penjelasan tentang materi dengan menggunakan power point dan memberikan kesempatan tanya jawab kepada peserta latih. 

Langkah 5: Latihan membuat pedoman wawancara dan pedoman observasi.

Tahapan :
  1. Peserta dibagi dalam 6 kelompok 
  2. Tiap kelompok mengerjakan tugas yang diberikan 
  3. Kelompok 1 dan 2 : membuat pedoman wawancara terstruktur
Kelompok 3 dan 4 : membuat pedoman wawancara tidak terstruktur

Kelompok 5 dan 6 : membuat pedoman observasi dengan catatan anekdot

4. Presentasi hasil kerja kelompok dan feedback dari fasilitator 
Secara bergantian pasangan-pasangan kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompok. Salah satu sebagai kelompok penyaji, dan 1 kelompok lainnya sebagai kelompok pendamping. Tugas kelompok pendamping adalah melengkapi informasi yang kurang atau belum disampaikan oleh kelompok penyaji tentang tugas yang dikerjakan.

Setelah kelompok penyaji menyampaikan presentasi, diberikan kesempatan kepada kelompok lain untuk memberikan tanggapannya, selanjutnya fasilitator memberikan feedback. Demikian seterusnya sampai semua kelompok menyampaikan presentasinya. 

III. URAIAN MATERI
POKOK BAHASAN : KONSEP DASAR ASESMEN DALAM BK 
1. PENGERTIAN ASESMEN
Asesmen merupakan proses mengumpulkan, menganalisis, dan meng-interpretasikan data atau informasi tentang peserta didik dan lingkungannya. Kegiatan ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang berbagai kondisi individu dan lingkungannya sebagai bahan dasar untuk memahami individu dan untuk pengembangan program layanan bimbingan dan konseling yang sesuai dengan kebutuhan.

Melalui asesmen yang dilakukan kepada mahasiswa, akan diperoleh data-data yang berguna untuk lebih mengenal dan memahami kondisi mahasiswa. Data-data yang dikumpulkan adalah : identitas mahasiswa seperti nama, jenis kelamin, tempat dan tanggal lahir, alamat tempat tinggal, pendidikan; latar belakang keluarga; karakteristik mahasiswa, seperti aspek-aspek fisik terkait dengan kesehatan dan keberfungsiannya, kecerdasan, motif belajar, sikap dan kebiasaan belajar, minat-minatnya terkait dengan pilihan studi lanjutan, bidang pekerjaan, olah raga, seni, dan keagamaan, masalah-masalah yang dialami, kepribadian, atau tugas-tugas perkembangannya.

TUJUAN ASESMEN
Tujuan asesmen adalah untuk mendapatkan data- data tentang mahasiswa secara lebih luas, lengkap, dan mendalam sehingga diperoleh gambaran tentang mahasiswa tersebut secara komprehensif.

2. KEDUDUKAN ASESMEN DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING
Asesmen memiliki kedudukan yang strategis dalam kerangka kerja bimbingan dan konseling. Karena memiliki posisi sebagai dasar dalam perancangan program bimbingan dan konseling yang sesuai kebutuhan, dimana kesesuaian program dan gambaran komprehensif mahasiswa dapat mendorong pencapaian tujuan pelayanan bimbingan dan konseling yang diberikan. Melalui asesmen yang dilakukan kepada mahasiswa akan diperoleh gambaran permasalahan yang dihadapi mahasiswa yang mencerminkan adanya kebutuhan yang diperlukan, sehingga dapat dijadikan acuan untuk menyusun suatu program layanan bimbingan dan konseling yang berorientasi pada kebutuhan mahasiswa. Demikian pula dengan asesmen yang dilakukan terhadap lingkungan pendidikan mahasiswa diharapkan dapat memperoleh informasi tentang kebutuhan lingkungan mahasiswa terhadap layanan bimbingan dan konseling. Data-data yang dapat dikumpulkan antara lain tentang: harapan lembaga pendidikan dan masyarakat (tenaga pengajar dan orang tua mahasiswa), sarana dan prasarana pendukung program bimbingan dan konseling, kompetensi yang diharapkan dimiliki mahasiswa melalui layanan bimbingan dan konseling, kualifikasi tenaga bimbingan yang tersedia, dan kebijakan lembaga pendidikan.

3. BENTUK - BENTUK ASESMEN DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING
Asesmen dalam bimbingan dan konseling dibedakan menjadi asesmen teknik nontes dan asesmen teknik tes. Asesmen teknik nontes lebih sering digunakan oleh petugas bimbingan dan konseling karena prosedur perancangan, pengadministrasi-an, pengolahan, analisis dan penafsirannya relatif lebih sederhana bila dibandingkan dengan asesmen teknik tes. Bentuk-bentuk asesmen nontes adalah : Daftar Cek Masalah ( DCM ), Alat Ungkap Masalah ( AUM ), Alat Ungkap Masalah Belajar (AUM PTSDL), Sosiometri, Wawancara, Observasi, dan Inventori Tugas Perkembangan ( ITP ).

Sedangkan asesmen tenik tes digunakan oleh petugas bimbingan dan konseling yang telah memiliki sertifikat untuk menggunakan asesmen teknik tes. Kondisi ini bukan berarti petugas bimbingan dan konseling yang belum/tidak memiliki sertifikat tidak dapat menggunakannya, upaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara bekerjasama atau melakukan referal kepada lembaga psikologi yang memiliki kewenangan tersebut. Lembaga psikologi akan melakukan tes psikologis sesuai dengan kebutuhan dan akan menyerahkan hasil analisisnya.

Bentuk-bentuk asesmen tes seperti tes kecerdasan, tes bakat, tes minat, tes kepribadian, tes kemampuan kerja dan tes kematangan sosial dan lain lain.

4. PERBEDAAN ASESMEN TEKNIK NONTES DAN TEKNIK TES
Asesmen teknik nontes tidak memerlukan prosedur penyusunan yang terstandar. Dapat dibuat atau dirancang oleh petugas bimbingan dan konseling sesuai dengan kebutuhan. Beberapa diantaranya dirancang dengan melalui tahap uji coba untuk mengetahui tingkat kesahihan dan tingkat keterandalannya atau validitas dan reliabilitasnya.

Berbeda dengan asesmen teknik non tes, asesmen teknik tes memiliki beberapa karakteristik antara lain:
  • Standardisasi, instrumen tersebut memiliki keseragaman cara penyelenggaraan dan penskorannya. Suatu tes yang terstandard memiliki buku dan manual tes yang berisi petunjuk rinci bagi penyelenggaraan setiap tes.
  • Bersifat obyektif, penyelenggaraan, penilaian, dan interpretasi skor berdasarkan hasil yang diperoleh dan tidak dipengaruhi oleh penilaian subyektif penguji.
  • Reliabel atau andal, artinya tes harus memiliki konsistensi terhadap hasilnya.
  • Valid, tes tersebut mampu mengukur apa yang memang hendak diukur, menggambarkan sejauh mana tes tersebut mampu memenuhi fungsinya.
5. KODE ETIK PENGGUNAAN ASESMEN
Pelaksanaan kegiatan asesmen dalam BK hendaknya mengikuti aturan dan ketentuan yang berlaku dalam kode etik penggunaan asesmen dalam BK. Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) merupakan kode etik testing, yaitu suatu jenis tes hanya diberikan oleh petugas bimbingan dan konseling yang berwenang menggunakan dan menafsirkan hasilnya.

Kode etik tersebut adalah :
  • Testing dilakukan bila diperlukan data yang lebih luas tentang sifat atau cirri kepribadian subjek untuk kepentingan pelayanan.
  • Konselor wajib memberikan orientasi yang tepat kepada konseli dan orangtua mengenai alasan digunakannya tes di samping arti dan kegunaannya.
  • Penggunaan suatu jenis tes wajib mengikuti secara ketat pedoman atau petunjuk yang berlaku bagi tes tersebut.
  • Data hasiln testing wajib diintegrasikan dengan informasi lain yang telah diperoleh dari hasil konseli sendiri atau dari sumber lain. Dalam hal ini data hasil testing wajib diperlakukan setara denga data dan informasi lain tentang konseli.
  • Hasil testing hanya dapat diberitahukan kepada pihak lain sejauh ada hubungan dengan usaha bantuan kepada konseli.
POKOK BAHASAN : 
INSTRUMEN NONTES WAWANCARA 
1. PENGERTIAN DAN TUJUAN WAWANCARA
Wawancara adalah salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui komunikasi langsung dengan individu yang diwawancara atau sumber data. Agar wawancara dapat dilaksanakan secara efektif maka perlu direncanakan dan disusun secara sistematis. Pewawancara atau interviewer (pembimbing akademik) mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung tanpa perantara kepada individu yang diwawancarai atau interviewee (mahasiswa) dan interwiewee memberikan jawaban langsung dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh pewawancara. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dapat tentang diri mahasiswa ataupun tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan mahasiswa.

Tujuan dilakukan wawancara adalah untuk mendapatkan data yang diperlukan tentang diri mahasiswa atau hal lain yang berhubungan dengan mahasiswa.

Wawancara dalam Bimbingan dan Konseling dilakukan oleh petugas bimbingan dan konseling untuk mendapatkan dan mengumpulkan data tentang mahasiswa terkait dengan permasalahan yang sedang dihadapi sehingga dapat memahami berbagai potensi, sikap, pikiran, perasaan, pengalaman, harapan dan masalahnya serta memahami potensi dan kondisi lingkungannya baik lingkungan pendidikan, masyarakat maupun lingkungan kerjanya secara mendalam sehingga diperoleh informasi yang menyeluruh tentang kondisi mahasiswa.

Wawancara yang dilakukan selain mengumpulkan informasi tentang mahasiswa secara mendalam, wawancara dapat pula dilakukan untuk mengumpulkan data tentang kondisi lingkungan mahasiswa. Data atau informasi yang diperoleh dipergunakan untuk mengidentifikasi struktur program bimbingan dan konseling di lembaga pendidikan. Data atau informasi tersebut seperti: siapa saja petugas yang melaksanakan program bimbingan dan konseling, fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan, apa kompetensi yang diharapkan dapat dimiliki mahasiswa setelah mendapat layanan bimbingan dan konseling, siapa saja target dari program, bagaimana pengaturan atau pengelolaan program bimbingan dan konseling di lembaga pendidikan ini.

2. JENIS-JENIS WAWANCARA
Jenis-jenis wawancara dapat dikelompokkan menurut responden dan menurut prosedur.
a. Wawancara menurut responden
Dapat dibedakan menjadi wawancara langsung dan wawancara tidak langsung. Wawancara langsung dilakukan dengan berhadapan langsung dengan mahasiswa yang ingin diketahui data-datanya.

Wawancara tidak langsung dilakukan secara langsung tetapi dengan orang lain yang diharapkan dapat memberikan data atau informasi tentang mahasiswa yang ingin diketahui data-datanya. Misalkan: dapat mewawancarai orang tua, teman, tetangga, dan lain lain.

b. Wawancara menurut prosedur
Dapat dibedakan menjadi wawancara terstruktur, tidak terstruktur dan kombinasi keduanya.

Wawancara terstruktur : ketika melakukan wawancara, pewawancara telah menyusun pedoman wawancara dengan pertanyaan-pertanyaan secara terinci.

Wawancara tidak terstruktur : ketika melakukan wawancara, pewawancara menggunakan pedoman wawancara yang berisi pokok-pokok pertanyaan saja, dan mengembangkan sendiri pertanyaan-pertanyaan sesuai dengan data atau informasi yang diinginkan.

Wawancara kombinasi : pewawancara dapat menggunakan sekaligus kedua jenis wawancara dengan tujuan untuk mendapatkan data atau informasi yang maksimal dari individu.

3. PERAN PEWAWANCARA
Keberhasilan melakukan wawancara sangat ditentukan oleh peran dari pewawancara. Peran dimulai sejak awal, pertengahan hingga akhir dari wawancara yang dilakukan. Keberhasilan melakukan wawancara akan menghasilkan data atau informasi yang lengkap, mendalam, obyektif dan akurat. Pewawancara hendaknya dapat membawa suasana wawancara berjalan secara terbuka, akrab dan menyenangkan sehingga wawancara dapat berjalan lancar dan tujuan wawancara tercapai.

Di awal wawancara pewawancara hendaknya mampu membangun hubungan baik dengan individu dengan menjelaskan terlebih dahulu tujuan dari wawancara yang akan dilakukan, lama wawancara, dan menjelaskan adanya asas kerahasiaan terhadap seluruh informasi yang akan diberikan.

Selanjutnya pada bagian inti wawancara, pewawancara mengajukan pertanyan-pertanyaan yang telah disiapkan melalui pedoman wawancara yang telah disiapkan dengan hati-hati, teliti dan menggunakan kalimat yang sederhana dan jelas. Agar individu dapat menangkap dan memahami serta memberikan informasi sesuai dengan pertanyaan yang diajukan.

Selama proses wawancara berlangsung, dapat dilakukan pencatatan terhadap hasil wawancara melalui alat rekam yang telah disiapkan dengan terlebih dahulu memberitahukan kepada individu bahwa alat rekam hanya digunakan untuk kepentingan wawancara dan kepentingan individu agar seluruh informasi yang telah diberikan dapat secara lengkap diketahui dan dipahami secara menyeluruh. Namun apabila individu menolak maka pencatatan dapat segera dilakukan setelah wawancara selesai.

Pada tahap penutupan, pewawancara mengakhiri proses wawancara dengan membuat kesimpulan dari wawancara yang dilakukan, dan apabila masih diperlukan wawancara berikutnya dapat membuat kesepakatan bersama dengan individu.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pewawancara dalam bidang Bimbingan dan Konseling, adalah bahwa proses wawancara yang dilakukan selain bertujuan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang individu atau mahasiswa secara mendalam sehubungan dengan permasalahan yang sedang dihadapi, sekaligus dapat digunakan untuk membangun hubungan baik atau rapport dengan individu, meningkatkan intensitas hubungan, mendorong kemampuan untuk membuka diri, meningkatkan pemahaman, dan mengembangkan kemampuan dalam menerima, dan mengembangkan kepercayaan antara pewawancara dengan mahasiswanya. Sehingga diharapkan adanya keterbukaan pada diri mahasiswa terhadap permasalahan-permasalahan yang sedang dihadapi dan memudahkan pembimbing akademik untuk mengetahui dan memahami dengan benar permasalahan yang sedang dihadapi mahasiswa yang dibimbingnya.

4. PROSEDUR PELAKSANAAN WAWANCARA
Pelaksanaan wawancara hendaknya memperhatikan prosedur sebagai berikut:
  • Penyusunan Pedoman Wawancara
  • Pelaksanaan Wawancara
  • Analisis Hasil Wawancara
1. Penyusunan Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara perlu disusun agar proses wawancara dapat terarah dan data yang diperoleh sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Langkah penyusunan pedoman wawancara yaitu:
  • Menetapkan tujuan wawancara.
  • Menetapkan pertanyaan.
  • Membuat butir pertanyaan yang jelas agar mudah dipahami individu.
  • Pertanyaan harus fokus pada informasi yang diinginkan.
  • Pertanyaan jangan memiliki makna ganda.
  • Pertanyaan hendaknya tidak mengandung unsur SARA, dan sugestif.
  • Apabila bentuk wawancara terstruktur maka pertanyaan-pertanyaan harus disusun secara rinci, dan bila tidak terstruktur dapat dituliskan pokok-pokok pertanyaannya saja.
2. Pelaksanaan Wawancara
Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum wawancara dilakukan:
  • Menetapkan individu yang akan diwawancarai 
  • Menetapkan jadwal dan tempat wawancara
  • Menghubungi individu yang akan diwawancarai
  • Melaksanakan wawancara 
  • Melakukan verbal setting sebelum wawancara dilakukan dengan memberikan penjelasan tentang tujuan wawancara, informasi apa yang dibutuhkan, lama wawancara dilakukan dan jaminan akan adanya kerahasiaan .
  • Selama proses wawancara, pewawancara hendaknya mampu melakukan attending skill, mampu bertanya dengan baik, mampu mendengar aktif dan mampu mencatat hasil wawancara dengan lengkap.
  • Menutup wawancara dengan membuat kesimpulan hasil wawancara.
3. Analisis Hasil Wawancara
Hasil wawancara yang diperoleh segera dianalisis dengan mengikuti beberapa tahap di bawah ini:
  • Mengidentifikasi dan mengelompok-kan jawaban individu berdasarkan pokok pikiran pada pedoman wawancara dan pencapaian tujuan wawancara.
  • Menganalisis dan mensintesakan hasil jawaban individu sesuai dengan tujuan wawancara
  • Membuat kesimpulan berdasarkan hasil sintesis dari berbagai jawaban individu.
5. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN WAWANCARA 
1. Kelebihan Wawancara
  • Pertanyaan-pertanyaan yang belum dipahami dapat segera diperjelas oleh pewawancara hingga individu dapat memahami maksud pertanyaan tersebut dan memberikan jawaban yang sesuai dengan pertanyaan.
  • Melalui tatap muka langsung, dapat memberikan peluang untuk terbinanya hubungan baik diantara pewawancara dengan individu yang akan besar pengaruhnya bagi kelancaran wawancara.
2. Kekurangan Wawancara
  • Membutuhkan waktu dan tenaga untuk memperoleh data/informasi
  • Diperlukan keahlian dan pengalaman untuk dapat menjadi pewawancara, khususnya pewawancara di bidang Bimbingan dan Konseling.
  • Hasil wawancara dapat bersifat subyektif apabila telah terbentuk prasangka.
  • Hasil wawancara sangat tergantung dengan keterampilan pewawancara dalam menggali, mencatat dan menganalisa setiap jawaban individu.
POKOK BAHASAN :
C. INSTRUMEN NONTES OBSERVASI
1. PENGERTIAN DAN TUJUAN OBSERVASI
Observasi atau pengamatan merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan secara sistematis dan sengaja, melalui pengamatan dan pencatatan terhadap gejala-gejala yang diselidiki.

Tujuan observasi atau pengamatan adalah mendapatkan data dari obyek pengamatan yang sesuai dengan tujuan dilakukannya observasi.

Observasi atau pengamatan dalam bimbingan dan konseling perlu memperhatikan beberapa hal diantaranya :
1. Observasi yang bertujuan untuk melakukan analisis individual harus fokus pada satu orang.

2. Observasi hendaknya dilakukan secara intens atau sering dengan terlebih dahulu menetapkan kriteria spesifik terhadap tujuan observasi. Misalnya ingin mengobservasi sikap seorang mahasiswa ketika mengikuti perkuliahan. Maka perlu ditetapkan secara spesifik apa yang dimaksud dengan sikap tersebut, apakah mahasiswa tersebut mengikuti perkuliahan dengan sikap positif atau sikap negatif, dan harus dirumuskan dalam bentuk tingkah laku yang spesifik. Seperti sikap positif yang ditunjukkan mahasiswa ketika mengikuti perkuliahan ditandai dengan turut serta memberikan sumbangan pemikiran, mengajukan pertanyaan kepada dosen, dan sikap negatif yang ditunjukkan seperti: diam menundukkan kepala sambil memainkan pena, mengobrol dengan teman sebelah, melamun, dan lain lain.

3. Pengamatan hendaknya dilakukan pada beberapa periode waktu. Meskipun tidak ada ketentuan khusus namun semakin sering dan semakin lama pengamatan dilakukan, maka hasil pengamatan akan lebih baik dan dapat dipercaya.

4. Pengamatan hendaknya dilakukan dalam situasi-situasi yang berbeda dan natural. Karena pada situasi natural akan tampak tingkah laku yang natural pula. Sedangkan pengamatan yang dilakukan pada situasi berbeda akan diketahui bahwa beberapa tingkah laku tidak akan muncul karena terhambat oleh situasi atau lingkungan tertentu. 

5. Saat pengamatan dilakukan pengamat hendaknya tidak mengabaikan berbagai kondisi interaksi dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi tingkah laku.

6. Data yang diperoleh melalui hasil observasi hendaknya diintegrasikan bersama dengan data yang diperoleh melalui instrumen lain agar dapat dianalisa secara komprehensif.

7. Kondisi pengamatan harus dalam keadaan baik, seperti kondisi pengamat dan situasi pengamatan agar hasil pengamatan tidak bias. 

2. JENIS-JENIS OBSERVASI
Terdapat beberapa jenis observasi berdasarkan pengelompokkannya yaitu:
  1. Berdasarkan keterlibatan pengamat: observasi partisipasi, observasi non partisipasi dan observasi quasi partisipasi.
  2. Berdasarkan perencanaan: observasi sistematis/terstruktur,observasi non sistematis/tidak terstruktur
  3. Berdasarkan situasi: observasi bebas, observasi yang dimanipulasi, observasi yang merupakan perpaduan antara keduanya.
Penjelasan:
1. Observasi partisipasi
Pada observasi ini , observer turut ambil bagian atau melibatkan diri dalam situasi kehidupan individu yang sedang diamati. Misalkan turut berpartisipasi pada saat berolah raga, pada saat kerja kelompok, sehingga dapat mengamati setiap gejala yang menjadi obyek pengamatan.

2. Observasi non partisipasi
Pada observasi ini observer tidak turut mengambil bagian dalam situasi individu yang sedang diamati, dan berperan sebagai penonton. Observer dapat mengamati secara langsung gejala-gejala yang ditampilkan oleh individu yang sedang diamati. Misalnya mengamati perilaku seorang mahasiswa ketika sedang mengikuti perkuliahan.

3. Observasi quasi partisipasi
Pada observasi ini observer seolah-olah turut berpartisipasi, namun sebenarnya hanya berpura-pura atau tidak benar-benar berpartisipasi.

4. Observasi sistematis/terstruktur
Pada observasi ini telah ditetapkan kerangka pengamatan secara sistematis, seperti: tujuan pengamatan, individu yang akan diamati, tempat dan waktu pengamatan, frekuensi pengamatan yang akan dilakukan, metode pencatat pengamatan yang akan digunakan,menentukan siapa yang akan menjadi pengamat, gejala, tingkah laku apa yang akan diamati telah ditetapkan kategorinya, sehingga pengamat tinggal melakukan pengecekan .

5. Observasi non sistematis/tidak terstruktur
Pada obervasi ini, perencanaan tetap dilakukan, namun pembatasan kategorisasi tidak ditetapkan, sehingga observer diberikan kebebasan untuk mencatat beberapa hal penting dan menonjol dari gejala-gejala yang tampak.

6. Observasi bebas
Observasi dilakukan pada situasi bebas yang diikuti oleh individu yang sedang diamati. Misalnya mengamati aktivitas individu dalam berbagai situasi di dalam kampus.

7. Observasi yang dimanipulasi
517232
Pada observasi ini situasinya sengaja dikondisikan dengan sengaja agar perilaku yang diinginkan terjadi. 

Jenis pengamatan ini memiliki beberapa ciri yaitu:
  • Situasi dibuat sedemikian rupa sehingga individu yang diamati tidak mengetahui sedang dilakukan pengamatan.
  • Dibuat variasi situasi untuk menimbulkan tingkah laku tertentu.
  • Pengamatan dihadapkan pada situasi yang seragam.
  • Faktor-faktor yang tidak diinginkan pengaruhnya dikontrol dengan cermat
  • Semua reaksi yang muncul dari individu yang diamati dicatat secara teliti.
Misalkan ingin diketahui bagaimana perilaku kerja sama seorang mahasiswa dalam kelompoknya. Maka direncanakan program kegiatannya, tujuan yang ingin dicapai, siapa saja yang akan dilibatkan dalam kerja kelompok, apa yang harus dilakukan oleh kelompok, berapa lama kegiatan kelompok dilakukan, dimana kegiatan kelompok dilakukan, situasi apa yang perlu diciptakan, apa peran observer, dan selama observasi berlangsung tidak boleh ada intervensi dari pihak lain.

8. Observasi perpaduan antara observasi bebas dan manipulasi
Pada observasi ini sebagian situasi sengaja dikondisikan agar tetap terkontrol, dan sebagian tetap dalam situasi bebas.

3. PERAN OBSERVER
Pada pelaksanaan observasi, observer memiliki peran penting yang harus dilaksanakan. Beberapa peran tersebut adalah:
a. Persiapan, yaitu menetapkan tujuan pengamatan, tingkah laku yang akan diamati, waktu dan tempat pengamatan, berapa kali pengamatan akan dilakukan, berapa orang pengamat yang akan dilibatkan, menyiapkan alat pencatat pengamatan.

b. Pelaksanaan, perlu diperhatikan agar kehadiran observer tidak diketahui oleh siapapun termasuk oleh subyek pengamatan. Maksudnya adalah agar tingkah laku yang menjadi tujuan pengamatan dapat ditimbulkan secara natural dan observer dapat melakukan pengamatan secara bebas,memusatkan perhatian dan mencatat setiap gejala yang tampak secara cermat.

c. Pencatatan, selama pengamatan berlangsung hasil pengamatan harus segera dicatat sesuai alat pencatat yang digunakan secara cermat dan teliti. Untuk menjaga validitas hasil pencatatan, maka diusahakan agar observer tidak memasukkan pendapat, pandangan dan penilaian apapun terhadap situasi dan tingkah laku yang diamati. Selanjutnya hasil pengamatan dapat didokumentasikan untuk menjaga kerahasiaan dan hanya digunakan untuk kepentingan layanan bimbingan dan konseling.

d. Penutup, pada tahap ini observer mengakhiri proses pengamatan dengan melakukan pengecekan terhadap pencatatan yang telah dilakukan atau melakukan diskusi dengan beberapa pengamat yang terlibat, untuk menghindari faktor lupa dan obyektifitas hasil pencatatan serta membuat laporan hasil pengamatan dan mendokumentasikan.

4. ALAT PENCATAT OBSERVASI
Terdapat beberapa alat pencatat observasi, diantaranya adalah catatan anekdot .
a. Catatan Anekdot
Merupakan alat pencatat pengamatan yang dapat digunakan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan secara obyektif tingkah laku yang ditampilkan dan ucapan yang didengar pada situasi tertentu apa adanya. Deskripsi tersebut seolah-olah merupakan foto dalam bentuk kata-kata. Beberapa keuntungan untuk penggunaan catatan anekdot:
  1. Deskripsi tingkah laku dari individu yang diamati dalam berbagai situasi akan membantu observer memahami individu dengan lebih baik.
  2. Deskripsi yang akurat tentang tingkah laku individu menghindarkan observer melakukan penilaian dan generalisasi tanpa fakta dan data.
Memperhatikan beberapa keuntungan dari penggunaan catatan anekdot sebagai alat pencatat hasil pengamatan maka pada pelaksanaannya perlu memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
  • Hasil pengamatan harus secara jelas dideskripsikan sesuai konteks kejadian secara obyektif.
  • Saat mendeskripsikan kejadian,perhatian dipusatkan pada tingkah laku atau ucapan individu yang diamati, reaksi orang lain disekitarnya dan konteks kejadiannya. Hindarkan dari prasangka dan pendapat subyektif pribadi.
  • Batasi deskripsi tingkah laku hanya pada kejadian tertentu saja, dengan tetap memperhatikan detail penting.
  • Lakukan interpretasi dengan memfokuskan pada hal yang mengandung arti psikologis.
  • Rekomendasi dibuat berdasarkan hasil pengamatan dan pengetahuan observer. Rekomendasi berisi tindak lanjut yang perlu dilakukan bertujuan untuk melihat perkembangan tingkah laku individu yang diamati.
  • Cantumkan identitas observer dan subyek observasi.
  • Pencatatan hasil pengamatan dengan menggunakan catatan anekdot pelu dilakukan beberapa kali atau beberapa orang observer pada berbagai situasi pada jangka waktu tertentu. Hal ini untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh sebagai dasar untuk membuat interpretasi secara komprehensif tentang tingkah laku individu yang diobservasi.
  • Pencatatan observasi dengan menggunakan catatan anekdot perlu melakukan kerjasama dengan beberapa rekan sejawat untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh tentang subyek yang diobservasi.
Contoh CATATAN ANEKDOT
Nama Mahasiswa : Siska
Pendidikan : Semester III Jurusan Kebidanan
Situasi : Perkuliahan Praktek I
Tempat : Ruang Praktek
Deskripsi :

Pada saat pelajaran praktek dimulai, ketika dosen pembimbing tengah memberikan penjelasan dan memperagakan bagaimana melakukan injeksi kepada pasien kepada seluruh mahasiswa praktek yang menjadi bimbingannya, terlihat Siska turut mendengarkan penjelasan dosen praktek sambil membolak-balik sebuah buku catatan. Sesekali Siska melihat wajah dosen praktek, namun lebih sering Siska membaca buku catatan yang dipegangnya. Tampak satu kali dosen pembimbing menegur Siska agar memperhatikannya, dan Siska merespon dengan menutup buku catatannya. Kemudian terlihat Siska berbisik-bisik dengan teman didekatnya, namun teman tersebut tampak diam saja tidak merespon apapun. Secara bergantian dosen pembimbing memberi kesempatan kepada seluruh mahasiswa melakukan simulasi melakukan injeksi kepada pasien. Pada giliran Siska, ia menolak untuk melakukan simulasi dengan berdiam diri saja di tempat duduknya. Beberapakali dosen praktek menyuruhnya namun Siska tetap menolak dengan berdiam diri.

Interpretasi:
1. Apakah perilaku yang ditampilkan tersebut mengindikasikan Siska tidak berani melakukan injeksi kepada pasien?
2. Apakah Siska ingin menarik perhatian orang lain?
3. Apakah Siska tidak siap mengikuti perkuliahan praktek I ?
4. ………………………………………………………………………………………………
5. ………………………………………………………………………………………………

Rekomendasi:
Perlu diobservasi kembali pada perkuliahan praktek I dan perkuliahan praktek lainnya.

Jakarta, ……….…… 2012
Observer 

5. PROSEDUR PELAKSANAAN OBSERVASI
1. Penyusunan Pedoman Pengamatan
Sebelum melakukan observasi, konselor perlu merancang pedoman observasi terlebih dahulu. Tahapannya adalah sebagai berikut:
  • Menetapkan tujuan observasi
  • Menetapkan bentuk format pencatat hasil observasi sesuai dengan tujuan.
  • Membuat format pencatat hasil observasi, apakah akan digunakan catatan anekdot, daftar cek, dan skala penilaian.
2. Pelaksanaan observasi
Sebelum pelaksanaan dimulai, observer perlu memperhatikan beberapa hal:
  • Menetapkan individu yang akan diobservasi
  • Menetapkan jadwal dan tempat dilakukannya observasi
  • Menetapkan jumlah individu yang akan diobservasi
  • Menetapkan petugas atau observer sesuai dengan kebutuhan
  • Mempersiapkan format pencatat hasil observasi
  • Menetapkan posisi yang aman tidak terlihat oleh individu yang diobservasi
  • Selama proses observasi, hendaknya fokus melakukan pengamatan terhadap situasi dan tingkah laku yang diamati. Segera mencatat pada format alat pencatat yang telah disiapkan, semua situasi dan tingkah laku yang terjadi, apa adanya dengan tidak memasukkan pendapat, penilaian pribadi. Selanjutnya untuk menjaga kerahasiaan semua hasil pengamatan perlu didokumentasikan.
  • Menutup pengamatan dengan membuat kesimpulan hasil observasi atau melakukan diskusi apabila observasi melibatkan beberapa petugas. Selanjutnya untuk menjaga kerahasiaan semua hasil pengamatan perlu didokumentasikan.
6. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN OBSERVAS
1. Kelebihan Observasi
  • Memberikan data yang tidak diperoleh dari instrumen lain.
  • Melengkapi data yang telah diperoleh melalui instrumen lain.
  • Mengetahui tingkah laku nyata yang mungkin tak terlihat saat observasi berlangsung.
2. Kekurangan Observasi
  • Observasi tidak dapat dilakukan pada beberapa situasi atau beberapa individu secara bersamaan.
  • Hasil observasi pada suatu kejadian tidak dapat diulang pada waktu lain.
  • Observasi memerlukan waktu panjang , apabila ingin mendapatkan gambaran yang menyeluruh tentang individu.
  • Kesimpulan dan hasil analisis observasi seringkali bersifat subyektif, sehingga memerlukan beberapa petugas.
IV. REFERENSI
  1. Darnadi, Hamid. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta Bandung
  2. Komalasari, Gantina, Eka Wahyuni, dan Karsih. 2011. Assesmen Teknik Nontes dalam Perspektif BK Komprehensif. Jakarta: PT. Indeks 
  3. Lesmana, Jeanette Murad. 2005. Dasar-Dasar Konseling. Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Jakarta: UI-Press
  4. Mahmud. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: CV. Pustaka Setia Bandung
  5. Noor, Juliansyah. 2011. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Prenada Media Group
  6. Sukmadinata, Syaudih Nana. 2005. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
V. LAMPIRAN
Latihan membuat pedoman wawancara dan pedoman observasi 

Tugas Kelompok
1. Buatlah pedoman wawancara terstruktur dan pedoman wawancara tidak terstruktur untuk mahasiswa. Tentukan terlebih dahulu permasalahan yang sedang dihadapi mahasiswa dan kemudian tentukan tujuan melakukan wawancara.
2. Buatlah pedoman observasi dengan menggunakan catatan anekdot sebagai alat pencatat hasil observasi.

Tahapan :
1. Peserta dibagi dalam 6 kelompok 
2. Tiap kelompok mengerjakan tugas yang diberikan 
3. Kelompok 1 dan 2: membuat pedoman wawancara terstruktur
  • Kelompok 3 dan 4: membuat pedoman wawancara tidak terstruktur
  • Kelompok 5 dan 6: membuat pedoman observasi dengan catatan anekdot
4. Kerjakan tugas dengan memperhatikan langkah-langkahnya
· Langkah-langkah tugas wawancara :
  • Tetapkan permasalahan yang dihadapi mahasiswa
  • Tetapkan faktor-faktor yang memiliki relevansi dengan permasalahan mahasiswa
  • Tentukan tujuan melakukan wawancara
  • Tentukan individu yang akan diwawancarai
  • Susun/buat pokok-pokok pertanyaan, dan butir-butir pertanyaan yang relevan dengan pokok-pokok pertanyaan.
· Langkah-langkah tugas observasi :
  • Tetapkan permasalahan yang dihadapi mahasiswa.
  • Tetapkan tujuan observasi.
  • Tetapkan situasi dilakukannya observasi.
  • Tetapkan individu yang akan diobservasi.
  • Tetapkan jadwal dan tempat dilakukannya observasi.
5. Presentasi hasil kerja kelompok dan umpan balik dari fasilitator meliputi : 
  • Secara bergantian pasangan-pasangan kelompok memaparkan hasil kerja kelompoknya.
  • Kelompok lain menanggapi dengan mengajukan pertanyaan dan dijawab oleh kedua kelompok penyaji.
  • Fasilitator memberikan umpan balik.
  • Demikian berjalan hingga seluruh kelompok tampil.

0 Response to "MAKALAH ASESMEN DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel