Makalah Hukum Pidana Pengertian, unsur-unsur, norma-norma dalam perbuatan pidana

A.    Perbuatan Pidana

 

Perbuatan pidana sering disebut dengan beberapa istilah seperti tindak pidana, peristiwa pidana, dan delict. Dimaksud dengan perbuatan pidana ialah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan yang dapat dikenakan hukuman pidana.
Perbuatan pidana mempunyai pengertian yang abstrak dari peristiwa-peristiwa yang kongkrit dalam laporan hukum pidana, sehingga perbuatan pidana harus diberi arti yang bersifat ilmiah dan ditentukan untuk dapat lebih mudah dipahami oleh masyarakat. Dapat juga dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pada itu perlu diingat bahwa larangan ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu. Suatu larangan itu ditujukan kepada perbuatan dimana suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh tingkah laku orang itu sendiri. Sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang-orang yang menimbulkanya.
Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum yang disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu. Yang dimaksud dengan perbuatan yaitu kelakuan dan kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan.perbutan pidana menunjuk pada sifat perbuatannya saja.[1]

Pengertian perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan yang mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut.[2] Dapat juga dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pada itu diingat bahwa larangan ditunjukkan kepada perbuataan, (suatu keadaan atau kejadiaan yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), sedangkan ancaman pidananya ditunjukkan kepada orang yang menimbulkannya kejadian itu.  Antara larangan dan ancaman pidana ada hubungan yang erat, oleh karena antara kajadian dan orang yang menimbulkan kejadian itu, ada hubungan yang erat pula. Dan justru untuk menyatakan hubungan yang erat itu; maka dipakailah perkataan perbuatan, yaitu suatu pengertian abstrak yang menunjukkan kepada dua keadaan konkrit: pertama, adanya kejadian yang tertentu dan kedua, adanya orang yang berbuat, yang menimbulkan kejadian itu.

Ada istilah lain yang dipakai dalam hukum pidana, yaitu “tindak pidana”. Istilah ini, timbul dari pihak kementrian kehakiman, sering dipakai dalam perundang-undanagan. Meskipun kata “tindak” lebih pendek dari kata ”perbuatan” tapi kata “tindak” tidak menunjukkan pada suatu yang abstrak seperti perbuatan, tapi hanya menyatakan perbuatan konkrit, sebagaimana halnya dengan peristiwa dengan perbedaan bahwa tindak adalah kelakuan, tingkah laku, gerak-gerik atau sikap jasmani seseorang. Oleh karena tindak sebagai kata tidak begitu dikenal, maka dalam perundang-undangan yang menggunakan istilah tindak pidana baik dalam pasal-pasal sendiri, maupun dalam penjelasannya hampir selalu dipakai pula kata perbuatan. Contoh: UU no. 7 tahun 1953 tentang pemilihan umum (pasal 127, 129 dan lain-lain.[3]

Pengertian Perbuatan Pidana menurut Para Ahli Perbuatan Pidana/Delik/Tindak Pidana/Peristiwa Pidana/Strafbaar feit adalah tindakan manusia yang memenuhi rumusan Undang-undang yang bersifat melawan hukum dan dilakukan oleh orang yang dapat dipertanggung jawabkan.Berikut pengertian dari Perbuatan Pidana menurut beberapa Para Ahli, yaitu :
a.   D. Simons Perbuatan pidana adalah perbuatan salah (met schuld in verband staand) dan melawan hukum (onrechtmatig) yang diancam pidana (stratbaar gesteld) yang mana oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab (toerekeningsvatbaar persoon).
b.  Van Hamel Strafbaar feit adalah suatu kelakuan orang (minselijkegedrging) yang dirumuskan dalam Undang-Undang yang bersifat melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan
e.   Prof. Moeljatno, SH Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana yang disertai ancaman (sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut).
f.  Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, SH Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang pelakunya

Menurut Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro dalam bukunyaasas-asas hukum pidana di indonesia memberikan definisi “tindak pidana” atau dalam bahasa Belanda strafbaarfeit, yang sebenarnya  merupakan istilah resmi dalam Strafwetboek atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang sekarang berlaku di indonesia. Ada istilah dalam bahasa asing, yaitu delict. Tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenai hukum pidana. Dan, pelaku ini dapat dikatakan merupakan “subjek” tindak pidana.[4]

Sedangkan dalam buku Pelajaran Hukum Pidana karya Drs. Adami Chazawi, S.H menyatakan bahwa istilah tindak pidana adalah berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu “strafbaarfeit, tetapi tidak ada penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan strafbaar feit itu. Karena itu para ahli hukum berusaha memberikan arti dan isi dari istilah itu. Sayangnya sampai kini belum ada keragaman pendapat[5]

Istilah-istilah yang pernah digunakan baik dalam perundang-undangan yang ada maupun dari berbagai literatur hukum sebagai terjemahan dari istilah strafbaarfeitadalah:

1.      Tindak pidana, berupa istilah resmi dalam perundang-undangan pidana kita dan hampir seluruh peraturan perundang-undangan kita  menggunakan istilah ini.

2.      Peristiwa pidana, digunakan oleh beberapa ahli hukum misalnya, Mr. R. Tresna dalam bukunya “Azas-Azas Hukum Pidana.Dan para ahli hukum lainnya.

3.      Delik, berasal dari bahasa latin “delictum” digunakan untuk menggambarkan apa yang dimaksud dengan strafbaar feit. Istilah ini dapat dijumpai di beberapa literatur, misalnya Drs. E. Utrect, S.H.

4.      Pelanggaran Pidana, dijumpai dibeberapa buku pokok-pokok hukum pidana yang ditulis oleh Mr. M.H Tirtaamidjaja.

5.      Perbuatan yang boleh dihukum, istilah ini digunakan oleh Mr. Karni dalam bukunya”Ringkasan tentang Hukum Pidana”.

6.      Perbuatan yang dapat dihukum, digunakan dalam pembentukan undang-undang dalam UUD No. 12/Drt/1951 tentang senjata api dan bahan peledak (baca pasal 3).

7.      Perbuatan Pidana, digunakan oleh Prof. Mr. Moeljatnomdalam beberapa tulisan beliau.[6]

Suatu peristiwa agar supaya dapat dikatakan sebagai suatu perbuatan pidana harus memenuhi syarat-syarat seperti berikut:

a.       Harus ada suatu perbuatan, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang.

b.      Perbuatan harus sesuai sebagaimana yang dirumuskan dalam UU. Pelakunya harus sudah melakukan sesuatu kesalahan dan harus mempertanggung jawabkan perbuatannya.

c.       Harus ada kesalahan yang dapat dipertanggungjawabkan. Jadi perbuatan itu memang dapat dibuktikan sebagai suatu perbuatan yang melanggar ketentuan hukum.

d.      Harus ada ancaman hukumannya. Dengan kata lain, ketentuan hukum yang dilanggar itu mencantumkan sanksinya.

Pembagian perbuatan pidana dalam KUHP terdiri dari “kejahatan” dan “pelanggaran”. Pembentukan Undang-undang membedakan perbuatan atau tindak pidana atas “kejahatan” dan “pelanggaran”, berdasarkan kualifikasi tindak pidana yang sungguh-sungguh dan tindak pidana kurang sungguh-sungguh.

Perbuatan pidana dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu :
1.      Perbuatan pidana (delik) formal, adalah suatu perbuatan pidana yang sudah dilakukan dan perbuatan itu benar-benar melanggar ketentuan yang dirumuskan dalam Pasal undang-undang yang bersangkutan.
2.      Perbuatan pidana material, adalah suatu perbuatan pidana yang dilarang, yaitu akibat yang timbul dari perbuatan itu.
3.      Perbuatan pidana dolus, adalah suatu perbuatan pidana yang dilakukan dengan sengaja.
4.      Perbuatan pidana culpa, adalah perbuatan pidana yang tidak disengaja.
5.      Perbuatan pidana aduan, adalah suatu perbuatan pidana yang memerlukan pengaduan orang lain.
6.      Perbuatan pidana politik, adalah delik atau perbuatan pidana yang ditujukan kepada keamanan negara baik secara langsung maupun tidak langsung.
            Dari definisi yang dikemukakan di atas maka perbuatan itu menurut wujud dan sifat-sifat perbuatan pidana ini adalah perbuatan-perbuatan yang melawan hukum, merugikan masyarakat, bertentangan dengan norma dan menghambat dalam pergaulan masyarakat
Perbuatan pidana diterjemahkan dalam bahasa belanda menjadi strafbaarfeit dan menurut bahasa Indonesia diterjemahkan beberapa istilah yaitu tindak pidana, delik, peristiwa pidana, perbuatan pidana dan sebagainya. Strafbaarfeitmerupakn suatu perilaku manusia yang pada suatu saat tertentu telah ditolak di dalam suatu pergaulan hidup tertentu dan dianggap sebagai perilaku yang harus ditiadakan oleh hukum pidana dengan menggunakan sarana yang bersifat memaksa.[7]
Strafbaarfeit yang terdiri dari 3 kata yaitu straf berarti pidana, baar yang berarti boleh, dan feit berarti peristiwa, pelanggaran, perbuatan. Sedangkan untuk kata peristiwa menggambarkan pengertian yang lebih luas dari perkataan perbuatan, Karena peristiwa tidak saja menunjuk pada perbuatan manusia, melainkan mencakup pada seluruh kejadian yang tidak saja disebabkan oleh adanya perbuatan manusia semata-mata tetapi juga oleh alam. Untuk sitilah tindak adalah hal kelakuan manusia dalam arti positif semata dan tidak termasuk perbuatan manusia yang negative. Sedangkan istilah delik sebenarnya tdiak ada kaitannya dengan istilah strafbaar feit karena berasal dari latin, namun isi pengertiannya tidak ada perbedaan dengan istilah strafbaarfeit.

B.     Unsur-Unsur Perbuatan Pidana
Dapat dibedakan menjadi dua sudut pandang yaitu : sudat pandang teoritis dan dari sudut pandang undang-undang. Maksud teoritis adalah berdasarkan pendapat ahli hukum, yang tercermin pada bunyi rumusannya. Sedangkan dari sudut pandang UU adalah bagaimana kenyataan tindak pidana itu dirumuskan mejadi tindak pidana tertentu dalam pasal-pasal peraturan perundang-undangan yang ada.
1.                  Unsur perbuatan pidana menurut beberapa teoritis
      Yang termasuk dalam tindak pidana adalah perbutaan, yang dilarang (oleh aturan hukum), ancaman pidana (bagi yang melanggar aturan). Perbuatan manusia yang boleh dilanggar adalah aturan hukum. Menurut R.Tresna tindak pidana terdapat unsur yaitu perbutaan / rangkaian perbuatan, yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, diadakan tindakan penghukuman.
      Sehingga setiap perbuatan yang melanggar UU akan dikenakan tindakan hukuman.menurut Vos penganut paham dualism unsur-unsur tindak pidana adalah kelakuan manusia, diancam dengan pidana, dalam peraturan perundang-undangan. Sedangkan dari sudut pandang jonkers penganut paham monisme unsur tindak pidana adalah  perbuatan, melawan hukum, kesalahan, dipertanggungjawabkan.
      Meskipun tampak berbeda namun hakikatnya terdapat kesamaan yaitu sama-sama memisahkan anatara unsur-unsur mengenai perbuatannya dengan unsur yang mengenai diri orangnya.
2.                  Rumusan tindak pidana dalam UU
      Buku II KUHP memuat rumusan perihal tindak pidana tertentu yang masuk dalam kelompk kejahtan dan buku III termasuk dalam ketegori pelanggaran. Terdapat unsur yang selalu disebutkan dalam tiap pasal yaitu tingkah laku/perbutan. Walaupun ada pngecualian pada pasal 351 tentang penganiayaan. Unsur kesalahan dan melawan hukum kadang-kadang dicantumkan. Sama sekali tidak dicantumkan mengenai kemampuan bertanggung jawab. Disamping itu banyak mencantumkan unsur  lain baik sekitar objek kejahatan maupun perbutaan secara khusus untuk rumusan tertentu.dari rumusan dalam KUHO dapat diketahui adanya 8 unsur tindak pidana yaitu : unsur tingkah laku, unsur melawan hukum, unsur kesalahan, unsur akibat konstitutif, unsur keadaan yang menyertai, unsur syarat tambahan untuk dapatnya dituntut pidana, unsur tambahan untuk memperdebat pidana, unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana.[8]
      Dari 8 unsur ini dua unsur yaitu unsur kesalahan dan melawan hukum adalah termasuk dalam unsur subjektif sedangkan selebihnya termasuk dalam unsur objektif, mengenai kapan unsur itu masuk dalam kategori subjektif atau objektif adalah tergantung pada bunyi redaksi rumusan tindak pidana yang bersangkutan.

a)      Unsur objektif
      Unsur objektif adalah semua unsur yang berada diluar keadaan batin manusia yakni semua unsur mengenai perbutannya akibat perbuatan dan keadaan tertentu yang melekat pada perbutaan dan objek tindak pidana.sedangkan unsur subjektif adalah semua unsur yang mengenai batin atau melekat pada keadaan batin orangnya.
Unsur-unsur Objektif adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu di dalam keadaan-keadaan mana tindakan-tindakan dari si pelaku itu harus di lakukan. [9]  Yang termasuk dalam Unsur objektif adalah :[10]
1.      Perbuatan, baik dalam arti berbuat atau dalam arti tidak berbuat. Perbuatan dalam arti positif adalah perbuatan yang disengaja dan dalam arti negatif berarti kelalaian.Perbuatan yang dilakukan karena gerakan refleks bukan merupakan perbuatan dalam arti hukum pidana. Contoh perbuatan positif: Orang yang dengan sengaja melanggar undang-undang. Contoh perbuatan negatif: Orang mengetahui komplotan yang akan merobohkan Negara dan ia tidak melaporkan pada polisi.Contoh perbuatan yang dirumuskan dalam pasal 362KUHP yang menggambarkan perbuatan yang dilarang undang-undang yaitu perbuatan mengambil
2.      Akibat, yang menjadi syarat mutlak dalam tindak pidana materiil yang merupakan akibat yang dilarang dan diancam oleh undang-undang dan merupakan syarat mutlak dalam tindak pidana.Perbuatan itu dapat bersamaan dengan akibatnya,sehingga tak ada jangka waktu antara perbuatan dan akibat (misalnya dalam hal pencurian),tetapi itu dapat juga terpisah dari perbuatannya misalnya pembunuhan.( pasal 338 KUHP  yang berupa matinya orang)
3.      Undang-undang Pidana kadang-kadang menentukan bahwa perbuatan atau kelalaian orang baru dapat dihukum jika dilakukan dalam keadaan tertentu,misalnya “melawan tindakan pegawai negeri” dapat dihukum jika perlawanan itu dilakukan dengan ancaman kekerasan atau dengan kekerasaan dan jika pegawai negeri tersebut sedang melakukan kewajibannya.Ataupun pelanggaran terhadap kehormatan orang lain dapat dihukum jika dilakukan di tempat umum.”Di tempat umum”itu ialah “keadaan”. Keadaan yang dilarang dan diancam oleh undang-undang, contoh dalam pasal 282 KUHP adalah ditempat umum.
b)      Unsur-unsur Subjektif
Unsur-unsur Subjektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku, dan termasuk ke dalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya.[11] Unsur-unsur Subjektif adalah mengenai keadaan yang dapat dipertanggungjawabkan dan schuld (kesalahan) dalam arti dolus (sengaja) dan culpa (kelalaian).
Sebagai unsur-unsur subjektif dari perbuatan ditentukan bahwa perbuatan itu harus dapat dipersalahkan, orang itu harus dapat dipertanggungjawabkan. Orang itu dianggap dapat dipertanggungjawabkan jika ia normal. Normal artinya bahwa ia mempunyai perasaan dan fikiran, seperti orang-orang lain dengan secara normal dapat menentukan kemauannya terhadap keadaan-keadaan atau secara bebas dapat menentukan kehendaknya sendiri seperti juga kebanyakan orang lainnya.Selanjutnya “dapat dipertanggungjawabkan” mempunyai arti bahwa tiap orang dianggap bahwa ia dapat dipertanggungjawabkan jika tidak terbukti dan sebaliknya perbuatan itu harus dilakukan dengan kesalahan.Kesalahan itu harus dibuktikan.Berikut adalah bentuk-bentuk kesalahan, yaitu:
Unsur Perbuatan Pidana terdapat pada :
a.       Unsur tingkah laku
            Tindak pidana adalah mengenai larangan berbuat, oleh karena itu perbuatan atau tingkah laku harus disebutkan dalam rumusan. Tingkah laku adalah unsur mutlak tindak pidana. Tingah laku dalam tindak pidana berarti tingkah laku aktif atau positif juga disebut perbuatan materiil dan tingkah laku pasif atau negartif.
            Tingkah laku aktif adalah suatu bentuk tingkah laku yang untuk mewujudkannya atau melakukannya diperlukan wujud gerakan atau gerakan dari tubuh misalnya mengambil. Sedangkan tingkah laku pasif adalah berupa tingkah laku membiarkan suatau bentuk tingkah laku yang tidak melakukan aktivitas tertentu tubuh atau bagian tubuh, yang seharusnya seseorang itu dalam keadaan tertentu harus melakukan perbuatan aktif, dan tidak berbuat demikian seseorang itu disalahkan karena tidak melakuakn kewajiban contohnya tidak memeberikan pertolongan.
            Dalam hal pembentuk undang-undang unsur tingkah laku ada 2 yaitu tingkah laku abstrak yaitu tingkah laku yang terdiri dari wujud-wujud tingkah laku kongkrit bahkan menjadi tidak terbatas contoh menghilangkan nyawa, kemudian terdapat pula tingkah laku yang sekaligus cara mewujudkannya contohnya pencemaran nama baik. Dan tingkah laku konkrit adalah berupa tingkah laku yang lebih nyata yaitu mengambil.
            Dilihat dari cara penyelesaiannya maka tindak pidana dibagi menjadi 2 yaitu tingkah laku sebagai syarat penyelesaian tindak pidana dan tingkah laku yang harus mengandung akaibat sebagai syarat penyelesaian tindak pidana. Yang pertama syarat selesainya tindak pidana tergantung pada selesainya tingkah laku. Sedangkan yang kedua adalah tergantung pada selesainya perbuatan secara nyata, tetapi tergantung pada timbulnya akibat dari wujud perbuatan yang nyata terjadi.
b.      Unsur sifat melawan hukum
            Adalah suatu sifat tercela yang dilarang oleh undang-undang dan tercela pula dihadapan masyarakat. Unsur ini merupakan unsur mutlak dalam suatu perbuatan pidana.
c.       Unsur kesalahan
            Adalah suatu unsur mengenai keadaan atau gambaran batin orang pada saat memulai perbuatan dan selalu melekat pada diri pelaku dan bersifat subjektif. Unsur kesalahan menghubungkan aatra perbuatan dan akibat serta sifat melawan hukum perbuatan pelaku. Dibagi menjadi dua yaitu :
1.      Dolus
Dalam bahasa Belanda disebut “opzet” dan dalam bahasa Inggris disebut “intention” yang dalam bahasa Indonesia dapat diartikan “sengaja” atau “kesengajaan”.Misal salah satu contohnya adalah pasal 338 KUHP: Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain,diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Kesengajan adalah kehendaki yang ditunjukkan untuk melakukan perbuatan artinya telah dikehendaki oleh seseorang sebelumnya, kehendak selalu berhubungan dengan motif dari mitif itulah perbuatan direncanakan, motif adalah dorongan yang menjadi dasar terbentuknya kehendak dan kehendak diwujudkan dalam perbuatan. terbagi dua yaitu kesengajaan berupa kehendak dan kesengajaan berupa pengetahuan. Kesengajaan sebagai kepastian adalah berupa kesadaran seseorang terhdap suatu akibat yang menurut akal orang pada umumnya pasti terjadi oleh dilakukannya suatu perbuatan tertentu apabila perbuatan disadarinya maka akan menimbulkan akibat hukum. Sedangkan kesengaan dengan ilmu pengetahuan adalah melakuan tindak pidana dengan secara sengaja berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya. Dalam hukum pidana dikenal tiga bentuk kesengajaan yaitu :
a.       Kesengajaan sebagai maksud/tujuan
b.      Kesengajaan sebagai kepastian
c.       Kesengajaan sebagai kemungkinan disebut juga dolus eventualis.
2.      Kelalaian (culpa)
      Adalah berupa unsur batin (subjektif) berupa kehendak, pengetahuan, perasaan, fikiran, dan yang menggambarkan perihal keadaan batin manusia. Kelalaian bersifat tidak hati-hati dalam melakukan sesuatu akhirnya terjadi sesuatu secara tidak sengaja. Terdapat dua macam pandangan yaitu pandangan subjektif yaitu melihat pada syarat adanya sikap batin seseorang dalam hubungannya dengan perbuatan dan akibat perbuatan yang dapat dipersalahkan sehingga ia dapat dibebani tanggung jawab atas perbuatannya itu. Sedangkan pandangan objektif yaitu menurut ukuran kebiasaan dan kewajaran yang berlaku dalam masyarakat.
Arti kata culpa adalah kesalahan sebagai perbuatan pidana yang dilakukan karena kealpaan atau akibat kurang berhati-hati sehingga secara tidak sengaja sesuatu terjadi.Misal salah satu contohnya adalah pasal 359KUHP: Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati,diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun. Culpa dibedakan menjadi culpa levissima dan culpa lata.Culpa levissima berarti kealpaan yang ringan sedangkan Culpa lata adalah kealpaan besar.
d.      Unsur akibat konstitutif
            Unsur ini terdapat pada tindak pidana materiil, tindak pidana yang mengandung unsur akibat sebagai syarat pemberat pidana, tindak pidana dimana akibat merupakan syarat pidanya pembuat. Unsur akibat konstitutif pada tindak pidana adalah berupa unsur pokok tindak pidana, artinya jika unsur ini tidak timbul maka tindak pidannya tidak terjadi, yang terjadi hanya percobaanya.
e.       Unsur keadaan yang menyertai
            Unsur tindak pidana yang berupa semua keadaan yang ada dan berlaku dalam mana perbuatan dilakukan. Unsur keadaan yang menyertai ini dapat berupa rumusan :
a)      Cara melakukan perbuatan artinya cara itu melekat pada perbuatan yang menjadi urusan tindak pidana. Sehingga didapat kepastian rincian perbuatan pidana.
b)      Cara untuk dapat dilakukannya perbuatan yaitu sebelum melakuakn tindak pidana terlebih dahulu dipenuhi cara-cara tertentu agar perbuatan yang dilarang itu dapat diwujudkan.
c)      Objek tindak pidana adalah semua keadan yang melekat pada atau mengenai objek tindak pidana.
d)     Subjek tindak pidana adalah segala keadaan mengenai diri subjek tindak pidana baik bersifat objektif maupun subjektif
e)      Tempat dilakukannya tindak pidana adalah mengenai segala keadaan mengenai tempat dilakukannya tindak pidana
f)       Waktu dilakukannya tindak pidana adalah berupa syarat memperberat pidana maupun yang menjadi pokok pidana
g)      Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dituntut pidana adalah tindak pdana yang dapat dituntut apabila terdapat pengaduan dari pihak yang berhak mengadu kepada pihak yang berwenang.
h)      Unsur syarat tambahan untuk memperberat pidana adalah berupa alasan untuk diperberatnya pidana, bukan unsur syarat untuk terjadinya atau syarat selesainya tindak pidana sebagaimana pada tindak pidana materiil.
i)        Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana adalah berupa unsur keadaan-keadaan tertentu yang timbul setelah oeruatan dilakukan, yang menentukan untuk dapat dipidananya perbuatan. Artinya setelah perbuatan dilakukan keadaan ini tidak timbul maka terhadap perbuatan itu tidak bersifat melawan hukum karenanya si pembuatan tidak dapat dipidana. [12]
Yang merupakan unsur atau elemen dari perbuatan pidana adalah :[13]
a)      Kelakuan dan akibat
b)      Hal ikhwal atau keadaan yang menyertai perbuatan
c)      Keadaan tambahan yang memberatkan pidana

:

.Unsur-unsur perbuatan yang melawan hukum menurut para ahli antara lain:
1.      Menurut Simons, unsur-unsur tindak pidana (strafbaar feit) adalah :
·         Perbuatan manusia (positif atau negative, berbuat atau tidak berbuat atau membiarkan).
·         Diancam dengan pidana (statbaar gesteld)
·         Melawan hukum (onrechtmatig)
·         Dilakukan dengan kesalahan (met schuld in verband staand)
·         Oleh orang yang mampu bertanggung jawab (toerekeningsvatoaar person).
Simons juga menyebutkan adanya unsur obyektif dan unsur subyektif dari tindak pidana (strafbaar feit).
Unsur Obyektif :
·         Perbuatan orang
·         Akibat yang kelihatan dari perbuatan itu.
·         Mungkin ada keadaan tertentu yang menyertai perbuatan itu seperti dalam pasal 281 KUHP sifat “openbaar” atau “dimuka umum”.
Unsur Subyektif :
·         Orang yang mampu bertanggung jawab
·         Adanya kesalahan (dollus atau culpa). Perbuatan harus dilakukan dengan kesalahan. Kesalahan ini dapat berhubungan dengan akibat dari perbuatan atau dengan keadaan mana perbuatan itu dilakukan.
2.      Sementara menurut Moeljatnounsur-unsur perbuatan pidana :
·         Perbuatan (manusia)
·         Yang memenuhi rumusan dalam undang-undang (syarat formil)
·         Bersifat melawan hukum (syarat materiil)
Unsur-unsur tindak pidana menurut Moeljatno terdiri dari :
1)    Kelakuan dan akibat
2)    Hal ikhwal atau keadaan tertentu yang menyertai perbuatan,yang dibagi menjadi:
a.    Unsur subyektif atau pribadi Yaitu mengenai diri orang yang melakukan perbuatan, misalnya unsur pegawai negeri yang diperlukan dalam delik jabatan seperti dalam perkara tindak pidana korupsi. Pasal 418 KUHP jo. Pasal 1 ayat (1) sub c UU No. 3 Tahun 1971 atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang pegawai negeri yang menerima hadiah. Kalau yang menerima hadiah bukan pegawai negeri maka tidak mungkin diterapka pasal tersebut
b.    Unsur obyektif atau non pribadi Yaitu mengenai keadaan di luar si pembuat, misalnya pasal 160 KUHP tentang penghasutan di muka umum (supaya melakukan perbuatan pidana atau melakukan kekerasan terhadap penguasa umum). Apabila penghasutan tidak dilakukan di muka umum maka tidak mungkin diterapkan pasal ini

C.    Norma-Norma dalam perbuatan pidana
Suatu perbuatan dikatergorikan sebagai pelanggaran terdapat dua pandangan yaitu menurut pendaoat pertama bahwa perbuatan yang menyatakan suatu perbuatan dianggap keliru apabila telah mencocoki larangan undang-undang, pendapat ini dinamakan pendirian formal sedangkan pendapat yang kedua yag disebut pendirian materiil bahwa semua perbuatan yang mencooki peraturan perundang-undangan bersifat melawan hukum bagi mereka yang dinamakan hukum bukan hanya undang-undang hukum tertulis sebab selain hukum tertulis terdapat pula norma-norma yang tidak tertulis yanga da pada masyarakat.
Vost adalah yang menganut paham materiil yang memformulasikan dengan perbuatan yang oleh masyarakat tidak diperbolehkan formula ini oleh Arrest HR.Nederland terkena dengan nama Lunde baum cohen arrest. Yang menyatakan perbuatan melawan hukum bukan saja bertentangan dengan wet tetapi dipandang dari pergaulan masyarakat yang dianggap tidak pantas.
            Menurut Prof Moeljatno lebih baik mengikuti ajaran materiil. Terdapat dua hal yang membedakan pandangan formal dan materiil :
a.       Pandangan material mengakui adanya pengecualian atau penghapusan dari sifat melawan hukumnya. Perbuatan menurut hukum yang tertulis dan yang tidak tertulis, sedangkan pandangan formal hanya mengakui pengecualian yang tersebut dalam undang-undang saja.
b.      Dalam pandangan material sifat melawan hukum adalah unsur mutlak dari tiap-tiap perbuatan pidana, juga bagi yang dalam rumusannya tidak menyebut unsur-usnur tersebut. Sedang bagi pandangan formal sifat tersebut tidak selalu menjadi unsur daripada perbuatan pidana.
            MR.E.PH Sutorius disebutkan bahwa dalam perbuatan pidana setidaknya ada norma, yaitu norma social dan norma hukum. Norma perilaku adalah aturan yang menentukan apakah perilaku manusia tertentu patut atau tidak. Perilaku dipengaruhi oleh banyak norma yang tidak tercantum dalam undang-undang, yang kadang-kadang tidak diakui oleh hukum dan bahkan tidak diungkapkan. Hanya sebagian dari norma-norma yang mengatur perilaku manusia adalah norma hukum, yaitu yang oleh pembentukan undang-undang dimaksudkan dalam ketentuan undang-undang dan diterapkan oleh hakim dalam persengketaan. Jadi, dalam norma perilaku atau norma material harus dibedakan  antara norma yang dimajsudkan dan dimasukkan dalam undang-undang. Pelanggaran terhadap norma perilaku sekalipun itu norma hukum mereka tidak dapat dihalangi oleh berbagai system penegakan hukum yang ada, tetapi hanya di batasi oleh sanksi positif atau negative yang tersedia.
            Terhadap norma hukum hakim mempunyai peranan khusus dalam menentukan apakah ketentuan pidana mengikat dan kalau mengikat apakah terdakwa telah melakukan suatu perbuatan pidana. Banyak norma hukum dituangkan dalam undang-undang. Ketentuan itu mempunyai fungsi penetapan norma dan fungsi penciptaan norma. Suatu undang-undang mempunyai fungsi penetapan norma jika norma yang ditetapkan itu sesuai engan norma social yang berlaku. Dan Undang-Undang mempunyai fungsi penciptaan jikalau norma hukum itu menyimpang dari norma social dan dengan demikian manusia akan berperilaku lain dari pada semula.[14]
            Norma perilaku adalah aturan yang menentukan apakah perilaku manusia tertentu patut atau tidak patut. Berdasarkan hal itu, orang dapat megetahui apa yang dia harapkan dari orang lain. Untuk suatu kehidupan bersama aturan, demikian mutlak diperlukan perilaku kita sehari-hari yang dipengaruhi oleh banyak norma yang tidak tercantum dalam undang-undang, yang kadang-kadang tidak diketahui oleh hukum, bahkan tidak diungkapkan. Hanya sebagian dari norma-norma yang mengatur perilaku manusa adalah norma hukum, yaitu yang oleh pembentuk undang-undang dimasukkan dalam ketentuan undang-undang dan diterapkan oleh hakim dalam persengketaan. Jadi, dalam norma perilaku atau norma materiil harus dibedakan dengan norma yang tidak dimasukkan dalam undang-undang antara norma social dan norma hukum.
            Pelanggaran terhadap norma perilaku sekalipun itu norma hukum, adalah normal. Mereka tidak dapat dihalangi oleh berbagai system penegakan hukum yang ada, tetapi hanya dibatasi oleh sanksi positif atau negatif yang ada. Terhadap norma hukum, hakim mempunyai peranan khusus, yiatu berwenang untuk memutuskan berdasarkan norma hukum itu apakah harapan-harapan tertentu sah dan apakah perilaku-perilaku tertentu memenuhi atau tidak memenuhi harapan yang sah.
            Banyak norma hukum dituangkan dalam ketentuan undang-undang. Ketentuan itu mempunyai dua fungsi, yait fungsi penetapan norma dan fungsi penciptaan norma. Suatu undang-undang mempuyai fungsi penetapan norma jika norma yang ditetapkan itu sesuai dengan norma social yang berlaku. Sebagai contoh yaitu pembunuhan. Menurut pendapat umum adalah tidak patut untuk membunuh sesame manusia. Ketentuan undang-undang yang mengancam dengan pidana suatu pembunuhan tidak mengubah norma social, tetapi hanya menguatkannya.
            Undang-undang mempunyai fungsi penciptaan jika norma hukum itu menyimpang dari norma social sehingga manusia akan berperilaku lain dari semula. Contoh dapat ditemukan dalam hukum ketertiban yang dituangkan dalam undnag-undang khusus. Untuk itu, diperhatikan ketentuan undang-undang yang melindungi lingkungan. Perbedaan diatas penting untuk memeprtahakan norma-norma tadi. Mempertahankan ketentuan yang berfungsi penetapan norma lebih mudah daripada yang berfungsi penciptaan norma. Meskipun tidak selalu pencurian dipidana setiap orang tidak menyetujui pencurian akan tetapi jika pelanggaran terhadap peraturan lalu lintas ditindak secara konsekuen, anggota masyarakat tentu tidak akan mematuhinya lagi.[15]
            Perbuatan- perbuatan pidana menurut sistem KUHP terbagi atas kejahatan dan pelanggaran. Kejahatan merupakan perbuatan-perbuatan yang meskipun tidak ditentukan dalam undang- undang, sebagai perbuatan pidana, yang mana termasuk perbuatan yang bertentangan dengan tata hukum. Pelanggaran merupakan perbuatan- perbuatan yang bersifat melawan hukum. [16]
            Perbuatan pidana merupakan suatu perbuatan yang mana oleh suatu aturan hukum itu dilarang dan diancam pidana. Larangannya ditujukan kepada perbuatan dan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian tersebut. [17]
Terdapat 3 cara dalam perumusan norma :
a.       Diuraikan atau disebutkan satu persatu unsur-unsur perbuatan (perbuatan, akibat dan keadaan yang bersangkutan.
b.      Tidak diuraikan, tetapi hanya disebutkan kualifikasi delik, misal 297. 351. karena tidak disebutkan unsurnya secara tegas, maka perlu penafsiran historis (contoh: penganiayaan, tiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja dan ditujukan kepada orang lain yang mengakibatkan sakit atau luka). Cara ini tidak dibenarkan karena memunculkan penafsiran yang berbeda-beda sehingga tidak menjamin kepastian hukum.
c.       Penggabungan cara pertama dan kedua, misalnya pasal 124, 263, 338, 362, dll.
Sedangkan dalam kaitannya dengan sanksi, penempatan norma dan sanksi ada 3 (tiga) cara yaitu:
a.  Penempatan norma dan sanksi sekaligus dalam satu pasal. Cara ini dilakukan dalam Buku II dan III KUHP kecuali pasal 112 sub 2 KUHP.
b.    Penempatan terpisah, artinya norma hukum dan sanksi pidana ditempatkan dalam pasal atau ayat yang terpisah. Cara ini diikuti dalam peraturan pidana di luar KUHP.
c.    Sanksi pidana talah dicantumkan terlebih dahulu, sedangkan normanya belum ditentukan. Cara ini disebut ketentuan hukum pidana yang blanko (Blankett Strafgesetze) tercantum dalam pasal 122 sub 2 KUHP, yaitu noramnya baru ada jika ada perang dan dibuat dengan menghubungkannya dengan pasal ini.
Suatu perbuatan bisa masuk dalam kategori pidana, apabila telah terklasifikasi dalam tindakan keliru atau tidak. Dalam hal ini ada dua pendapat :
a.       Pendapat yang menyatakan bahwa suatu perbuatan dianggap keliru apabila telah mencocoki larangan undang-undang bagi mereka, melanggar hukum adalah melanggar undang-undang. Pendapat demikian dinamakan pendirian Material.
b.      Adapun yang berpendapat bahwa belum tentu semua perbuatan yang mencocoki larangan undang-undang bersifat melawan hukum. Bagi mereka dinamakan hukum bukan hanya undang-undang (hukum tertulis), sebab selain hukum tertulis terdapat pula norma-norma (hukum tidak sendiri) yang berlaku dimasyarakat. Pendapat ini dinamakan pendirian materil.
Dalam buku hukum karangan Prof. DR. D. schaffneisher disebutkan bahwa dalam perbuatan pidana setidaknya ada norma social ( norma perilaku) dan norma hukum.
Norma perilaku adalah aturan yang menentukan apakah perilaku manusia tertentu patut atau tidak. Norma hukum yaitu perilaku manusia yang oleh pembentuk undang-undang dimasukkan dalam ketentuan undang-undang dan diterapkan oleh hakim dan persengketaan.

KESIMPULAN

·         Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan yang mana disertai ancaman (sangsi) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut. Ada lain istilah yang dipakai dalam hukum pidana, yaitu “tindak pidana”. Istilah ini, karena timbulnya dari pihak kementrian kehakiman, sering dipakai dalam perundang-undanagan. Adanya perbedaan pendapat mengenai penggunaan kata “tinad pidana” atau “perbuatan pidana”. Ada juga istilah-istilah yang pernah digunakan baik dalam perundang-undangan yang ada maupun dari berbagai literatur hukum sebagai terjemahan dari istilah strafbaar feit adalah: Tindak Pidana, Peristiwa Pidana, Delik, Pelanggaran Pidana, Perbuatan yang boleh dihukum, perbuatan yang dapat dihukum, dan perbuataan pidana.

·         Perbuatan pidana memiliki beberapa unsur yang tanpa kehadiran unsur tersebut maka perbuatan pidana tidaklah bisa disebut sebagai delik atau perbuatan pidana.

·         Unsur – unsur perbuatan pidana

a.    Unsur-unsur Objektif, Unsur-unsur Objektif adalah mengenai perbuatan,akibat dan keadaan.
b.   Unsur-unsur Subjektif, Unsur-unsur Subjektif adalah mengenai keadaan yang dapat dipertanggungjawabkan dan schuld (kesalahan) dalam arti dolus (sengaja) dan culpa (kelalaian).
·         Norma – norma perbuatan pidana yaitu:
a.       Norma perilaku adalah aturan yang menentukan apakah perilaku manusia tertentu patut atau tidak.
b.      norma hukum yaitu perilaku manusia yang oleh pembentuk undang-undang dimasukkan dalam ketentuan undang-undang dan diterapkan oleh hakim dan persengketaan.



 

 

DAFTAR PUSTAKA

Cansil dan Cristhine Cansil, 2007 Pokok-Pokok Hukum Pidana. Jakarta : Pradnya Paramita,

Chazawi, Adami, 2002. Pelajaran Hukum Pidana. Jakarta: PT Grafindo Persada, 

Kansil,C.S.T.2004. Pokok-pokok Hukum Pidana. Jakarta : PT Pradnya Paramita.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.2007. Bandung : Citra Umbara

Lamintang, 1992.Dasar-dasar Hukum PidanaIndonesia; Bandung, PT. Citra Aditya Bakti

Moeljatno, 2008. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rieneka Cipta

Prodjodikoro, Wirjono. 2008Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia, Bandung: Refika Aditama

 







[1]Moeljatno, Asas Asas Hukum Pidana, (Jakarta :Asdi Mahasatya, 2000)56

[2]    Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rieneka Cipta, 2008), hlm 54.

[3] ibid hlm 55

[4] Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia, (Bandung: Refika Aditama, 2008), hlm 58

[5] Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2002), hlm 67

 [6]  Perbuatan Pidana, digunakan oleh Prof. Mr. Moeljatnomdalam beberapa tulisan beliau


[7] Erdian Effendi, Hukum Pidana Indonesia, (Bandung : Refika Aditama, 2011) 97
[8]Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana, 79-52
[9](Drs. P.A.F. Lamintang, SH.Dasar-dasar Hukum PidanaIndonesia; Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 1997, Hal 193)
[10]Tongat, Hukum Pidana Materiil, (Malang : UMM Malang, 2006) 4-6
[11](Drs. P.A.F. Lamintang, SH.Dasar-dasar Hukum PidanaIndonesia; Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 1997, Hal 193)
[12] Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana, hlm 89-109
[13] Moeljatno, Asas Asas Hukum Pidana, hlm 63
[14]Saifullah, Buku Ajar Konsep Dasar Hukum Pidana, (Malang : UIN Malang, 2004) 3-5
[15]Scjaffmeister, dkk, Hukum Pidana, (Bandung :Citra Aditya Bakti, 2007) 19-21
[16] Moeljatno. 1985. Asas- Asas Hukum Pidana. Jakarta : Bina Aksara, hal 71
[17]Ibid, 54

0 Response to "Makalah Hukum Pidana Pengertian, unsur-unsur, norma-norma dalam perbuatan pidana"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel