Rektor USU Gugat Pembatalan Publikasi Susu Formula Berbakteri
Di tengah pengajuan sita eksekusi kasus susu formula mengandung enterobacter sakazakii, Rektor Universitas Sumatera Utara (USU) Syahrial Pasaribu tiba-tiba masuk ke dalam perkara yang sudah berkekuatan hukum tetap ini.
Penggugat meminta Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (MA) menyatakan putusan Mahkamah Agung (MA) soal susu formula tidak bisa dilaksanakan.
Penggugat meminta Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (MA) menyatakan putusan Mahkamah Agung (MA) soal susu formula tidak bisa dilaksanakan.
Kuasa hukum Syahrial, Soejono, mengatakan, kliennya sebagai akademisi mengajukan gugatan bantahan (derden verzet) karena menilai putusan MA tersebut melanggar etika akademik.
"Universitas akan melanggar etika akademik apabila dalam publikasi penelitian ilmiah menyebutkan nama dan jenis susu formula yang merupakan objek dari penelitian ilmiah," kata Soejono, dalam gugatan bantahannya, Jakarta, Senin (9/5).
Menurut dia, penelitian susu formula mengandung enterobacter sakazakii merupakan isolasi dan identifikasi terhadap bakteri tersebut dalam susu formula. "Dan bukan penelitian pengawasan terhadap susu formula," jelasnya.
Dengan demikian, sambung dia, nama dan jenis sample susu yang diteliti bukanlah perhatian sang peneliti sendiri dalam kasus tersebut. Seojono melanjutkan, sampel yang dimaksud dalam penelitian IPB itu bukan merupakan sampel sebagaimana dinyatakan dalam UU Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik.
"Dengan kata lain sample yang digunakan dalam penelitian tidak mewakili populasi. Dalam kesimpulan hasil penelitian ini, sama sekali tidak menyebutkan nama dan jenis sample susu formula yang terkontaminasi enterobacter sakazakii," kata Soejono.
Lebih lanjut dalam berkas gugatan itu pula dinyatakan bahwa Pembantah sebagai Perguruan Tinggi berlaku kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik serta otonomi keilmuan yang memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggara pendidikan tinggi.
Dalam berkas gugatan tersebut dinyatakan bahwa kegiatan yang dilakukan oleh IPB, selaku Terbantah II dalam perkara ini adalah perbuatan yang dibenarkan oleh hukum dan tidak termasuk dalam kualifikasi Perbuatan Melawan Hukum.
Seperti diketahui, David Tobing mengajukan eksekusi atas putusan MA yang menghukum para Termohon eksekusi untuk mempublikasikan nama-nama susu yang tercemar susu formula tersebut.
Namun hingga batas waktu Aanmaning (peringatan untuk melaksanakan eksekusi) berakhir pada Rabu (4/5) lalu pihak Termohon eksekusi belum juga melaksanakan eksekusi secara sukarela. Untuk itu, David mengajukan permohonan sita eksekusi hasil penelitian IPB.
Terkait hal tersebut, Advokat David ML Tobing menilai gugatan bantahan yang diajukan pihak Rektor Universitas Sumatera Utara (USU) Syahrial Pasaribu dengan meminta putusan kasus susu formula tak bisa dilaksanakan justru mengherankan.
"Gugatan ini aneh dan kalau saya bilang konslet," kata David, ketika dikonfirmasi wartawan, Jakarta, Senin (9/5).
David mempertanyakan keberadaan gugatan tersebut yang dilayangkan oleh orang setingkat Rektor pada suatu Universitas. Menurut dia, sebagai tempat mengkaji ilmu, Universitas tidak mungkin meminta agar putusan Mahkamah Agung (MA) tidak dapat dilaksanakan.
"Saya justru mempertanyakan, gugatan itu sudah sepengetahuan Fakultas Hukum USU atau belum. Masak meminta putusan pengadilan tidak dilaksanakan," papar David.
Pasalnya dalam gugatan ini, David berusaha untuk memperjuangkan keadilan ditengah masyarakat tapi justru mendapat hadangan dari pihak yang berada diluar perkara ini. David mengaku akan mempelajari gugatan bantahan ini sebelum menanggapinya lebih lanjut.
Di tengah pengajuan sita eksekusi kasus susu formula mengandung enterobacter sakazakii, Rektor Universitas Sumatera Utara (USU) Syahrial Pasaribu tiba-tiba masuk ke dalam perkara yang sudah berkekuatan hukum tetap ini.
Rektor USU itu meminta Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (MA) menyatakan putusan Mahkamah Agung soal susu formula tidak bisa dilaksanakan. Pemohon mengajukan gugatan bantahan (derden verzet) karena menilai putusan MA tersebut melanggar etika akademik.
"Gugatan ini aneh dan kalau saya bilang konslet," kata David, ketika dikonfirmasi wartawan, Jakarta, Senin (9/5).
David mempertanyakan keberadaan gugatan tersebut yang dilayangkan oleh orang setingkat Rektor pada suatu Universitas. Menurut dia, sebagai tempat mengkaji ilmu, Universitas tidak mungkin meminta agar putusan Mahkamah Agung (MA) tidak dapat dilaksanakan.
"Saya justru mempertanyakan, gugatan itu sudah sepengetahuan Fakultas Hukum USU atau belum. Masak meminta putusan pengadilan tidak dilaksanakan," papar David.
Pasalnya dalam gugatan ini, David berusaha untuk memperjuangkan keadilan ditengah masyarakat tapi justru mendapat hadangan dari pihak yang berada diluar perkara ini. David mengaku akan mempelajari gugatan bantahan ini sebelum menanggapinya lebih lanjut.
Di tengah pengajuan sita eksekusi kasus susu formula mengandung enterobacter sakazakii, Rektor Universitas Sumatera Utara (USU) Syahrial Pasaribu tiba-tiba masuk ke dalam perkara yang sudah berkekuatan hukum tetap ini.
Rektor USU itu meminta Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (MA) menyatakan putusan Mahkamah Agung soal susu formula tidak bisa dilaksanakan. Pemohon mengajukan gugatan bantahan (derden verzet) karena menilai putusan MA tersebut melanggar etika akademik.
(sumber: http://www.primaironline.com/berita/hukum/191595-rektor-usu-gugat-pembatalan-publikasi-susu-formula-berbakteri dan http://www.primaironline.com/berita/hukum/193795-david-gugatan-bantahan-rektor-usu-korslet)
0 Response to "Rektor USU Gugat Pembatalan Publikasi Susu Formula Berbakteri"
Post a Comment