MA Tolak Kewenangan KY Menghukum Hakim
Pembahasan RUU perubahan atas UU No 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial (RUU KY) terus dikebut. Rencananya, RUU KY ini akan segera disahkan menjadi undang-undang pada Juni mendatang. Beberapa masukan dijaring untuk memperkuat RUU ini. Salah satunya dari Mahkamah Agung (MA). Sebagai pihak yang “diawasi”, MA tentu berkepentingan dengan undang-undang ini kelak.
Hakim Agung Abdul Gani Abdullah, yang ditugasi oleh MA untuk membahas RUU KY ini,
mengkritik substansi RUU terkait kewenangan KY untuk menjatuhkan sanksi kepada para hakim yang bermasalah. “Ini apa alasannya. Tak ada hubungan struktural KY dengan pengadilan. Yang bisa menjatuhkan sanksi kepada para hakim hanya MA,” tuturnya dalam Rapat Panja RUU KY di Gedung DPR, Kamis (19/5).
mengkritik substansi RUU terkait kewenangan KY untuk menjatuhkan sanksi kepada para hakim yang bermasalah. “Ini apa alasannya. Tak ada hubungan struktural KY dengan pengadilan. Yang bisa menjatuhkan sanksi kepada para hakim hanya MA,” tuturnya dalam Rapat Panja RUU KY di Gedung DPR, Kamis (19/5).
Dalam draft RUU KY, ketentuan yang memberikan kewenangan tersebut tercantum dalam Pasal 20 ayat (1) huruf e. “Dalam rangka menjaga kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, Komisi Yudisial mempunyai tugas: menjatuhkan sanksi terhadap hakim yang melanggar kode etik”.
Abdul Gani meminta ketentuan ini dihapus dalam draft RUU KY. Ia menjelaskan para hakim diangkat oleh MA sehingga tunduk secara struktural. Karenanya, bila kelak kewenangan penjatuhan sanksi diberikan ke KY akan menimbulkan kerancauan. “Masak nanti KY yang menerbitkan surat keputusan (SK) pemberhentian,” ujarnya.
Apalagi, lanjut Abdul Gani, selama ini KY memang hanya berwenang memberikan rekomendasi atau usulan hukuman terhadap hakim yang melanggar kode etik. Hal ini telah diatur secara tegas dalam UU MA. Bila Pasal 20 ayat (1) huruf e RUU KY ini dipertahankan, ia mengaku khawatir adanya pertentanganundang-undang.
Bukan hanya dalam UU MA saja, dalam pasal lain dalam UU KY juga secara tersurat menyatakan bahwa KY hanya berwenang mengajukan usulan atau rekomendasi. Pasal 22E ayat (1) RUU KY berbunyi “Usul penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22D disampaikan oleh Komisi Yudisial kepada Ketua Mahkamah Agung”.
“Jadi ada contradictio in terminis (berlawanan arti,-red) antar pasal dalam undang-undang ini. Satu bilang KY bisa menjatuhkan sanksi, sedangkan pasal yang lain bilang kewenangan KY hanya menyampaikan usulan atau rekomendasi sanksi. Karenanya, saya minta agar Pasal 20 ayat (1) huruf e ini di-drop saja,” jelas mantan Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham ini.
Pihak Pemerintah belum berani mengambil sikap usulan mencabut Pasal 20 ayat (1) huruf e dalam draft RUU KY ini. Dirjen Peraturan Perundang-Undangan Kemenkumham Wahiduddin Adams meminta waktu lebih lanjut untuk memikirkan usulan ini. Pasalnya, ketentuan Pasal 20 ayat (1) huruf e ini sudah disetujui oleh Panja RUU KY dalam rapat-rapat sebelumnya.
KY pasrah
Wakil Ketua KY Imam Anshori Saleh menanggapi biasa saja usulan ini. “Kita sih sebenarnya senang saja kalau memang bisa langsung menjatuhkan sanksi kepada para hakim yang melanggar kode etik,” tuturnya. Namun, ia mengaku bisa memahami keberatan MA ini.
Selama ini, dalam praktik, KY memang hanya berwenang memberikan rekomendasi yang kemudian “dieksekusi” oleh MA. Misalnya, ada hakim yang melanggar kode etik berupa teguran lisan, maka KY akan segera merekomendasikan ke MA. Bila ancaman sanksinya lebih berat, misalnya pemberhentian, maka KY dan MA akan membentuk majelis kehormatan hakim (MKH).
Setelah bersidang, MKH akan menyampaikan putusannya ke Ketua MA untuk dieksekusi. Selama ini, Ketua MA selalu menjalankan apa yang direkomendasikan oleh putusan MKH, terutama terkait putusan-putusan yang menyatakan pemberhentian hakim dengan tidak hormat.
Imam legowo bila kewenangan KY menjatuhkan sanksi kepada hakim dihilangkan dalam RUU KY. Hanya, ia meminta agar dalam RUU KY ini juga ditegaskan bahwa rekomendasi atau usulan sanksi yang direkomendasikan oleh KY atau MKH bersifat mengikat. “Harus ditegaskan bersifat mengikat, sehingga MA harus menjalankan rekomendasi yang telah dihasilkan,” pungkasnya.
(Sumber: http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4dd4e31a931db/ma-tolak-kewenangan-ky-menghukum-hakim)
(Sumber: http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4dd4e31a931db/ma-tolak-kewenangan-ky-menghukum-hakim)
0 Response to "MA Tolak Kewenangan KY Menghukum Hakim"
Post a Comment