Filsafat Hukum: Hukum dan Nilai Sosial Budaya
Antara hukum di satu pihak dengan nilai-nilai sosial budaya di lain pihak terdapat kaitan yang erat. Hal ini telah dibuktikan bersifat penyelidikan beberapa ahli antropofogi hukum, baik bersifat perintis sepert Sir Henry Maine, A.M. Post dan Yosef Kohler maupun Malinowski dan R.H. Lowie diabad ini.
Kaitan yang erat antara hukum dan nilai-nilai sosial budaya masyarakat itu ternyata bahwa
hukum yang baik tidak lain adalah hukum yang mencerminkan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.
hukum yang baik tidak lain adalah hukum yang mencerminkan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.
Indonesia masa kini berada dalam masa transisi. yaitu sedang terjadi perubahan nilai-nilai dalam masyarakat dari nilai-nilai yang bersifat tradisioal ke nilai-nilai yang modern. Namun, masih menjadi persoalan nilai-nilai manakah yang hendak ditinggalkan dan nilai-nilai baru mana yang akan menggantikannya. Sudah barang tentu dalam proses perubahan ini akan banyak dihadapi hambatan-hambatan yang kadang-kadang akan menimbulkan keresahan-keresahan maupun kegoncangan di dalam masyarakat. Mochtar Kusumaatmadja misalnya. mengemukakan beberapa hambatan utama seperti jika yang akan diubah itu identik dengan kepribadian nasional, sikap golongan intelektual dan pimpinan masyarakat yang tidak mempraktekkan nilai-nilai yang dianjurkan di samping sifat heterogenitas bangsa indonesia. yang baik tingkat kemajuannya. agama serta bahasanya berbeda satu dengan lainnya.”
Hukum Sebagal Alat Pembaharuan Dalam Masyarakat
Pemikiran tentang hukum sebagai alat pembaharuan dalam masyarakat berasal dari Roscoe Pound dalam bukunya yang terkenal “An Introduction to the Philosophy of Law” (1954). Disesuaikan dengan situasi dan kondisi di Indonesia, konsepsi “Law as a tool of sodal engineering” yang merupakan inti pemikiran dari aliran Pragmatic Legal Realism itu, oteh Mochtar Kusumaatmadja5 kemudian dikembangkan di Indonesia melalui Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran.
Menurut pendapat Mochtar Kusumaatmadja, konsepsi hukum sebagai “sarana” pembaharuan masyarakat Indonesia lebih luas jangkauan dan ruang lingkupnya dari pada di Amerika Serikat tempat kelahirannya. Alasannya oleh karena lebih menonjolnya perundang-undangan dalam proses pembahasan hukum di Indonesia (walau yurisprudensi memegang peranan pula) dan ditolaknya aplikasi mekanisme dari konsepsi tersebut yang digambarkan akan mengakibatkan hasil yang sama dari penerapan faham tegisme yang banyak ditentang di Indonesia.
Sifat mekanisme baru tampak dengan digunakannya istilah “tool” oleh Roscoe Pound. Itulah sebabnya mengapa Mochtar Kusumaatmadja cenderung menggunakan istilah “sarana” daripada alat. Di samping disesuaikan dengan situasi dan kondisi di Indonesua, konsepsi tersebut dikaitkan pula dengan filsafat budaya dari Northrop6 dan policy-oriented dari Laswell dan Mc Dougal.
Hukum yang digunakan sebagai sarana pembaharuan itu dapat berupa undang-undang atau yurisprudensi atau kombinasi telah dikemukakan di muka, di Indonesia yang paling menonjol adalah perundang-undangan. Yurispridensi juga berperan, namun tidak seberapa. Lain halnya di negara-negara yang menganut sistem preseden. sudah barang tentu peranan yurisprudensi akan jauh lebih penting.
Agar dalam pelaksanaan perundang-undangan yang bertujuan untuk pembaharuan itu dapat berjalan sebagaimana mestinya, hendaknya perundang-undangan yang dibentuk itu Sesuai dengan apa yang menjadi inti pemikiran aliran Sociplogicai Jurisprudence, yaitu hukum yang baik hendaknya sesuai dengan hukum yang hidup di dalam masyarakat. Jadi. mencerminkan nilai-nilai yang hidup di masyarakat sebab jika ternyata tidak, akibatnya ketentuan tersebut akan tidak dapat dilaksanakan (bekerja) dan akan mendapat tantangan-tantangan.
Beberapa contoh perundang-undangan yang berfungsi sebagai sarana pembaharuan dalam arti mengubah sikap mental masyarakat tradisional ke arah modern, misalnya larangan pengayauan di Kalimantan, larangan penggunaan koteka di Irian Jaya, keharusan pembuatan sertifikat tanah dan banyak lagi terutama di bidang penanaman modal asing, hukum dagang dan perdata lainnya yang bukan hukum perdata keluarga yang masih dianggap senative sifatnya.
0 Response to "Filsafat Hukum: Hukum dan Nilai Sosial Budaya"
Post a Comment