Filsafat Hukum: Hak Asasi Manusia (Bagian 1)

Hak asasi manusia adalah hak dasar atau hak pokok yang di bawa manusia sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Hak asasi ini menjadi dasar hak dan kewajiban yang lain. Sebagaimana diketahui, di samping hak asasi ada kewajiban asasi, yang dalam hidup kemasyarakatan kita seharusnya mendapat perhatian terlebih dulu dalam pelaksanaannya. Kita harus memenuhi kewajiban terlebih dulu, baru menuntut hak.

Dalam masyarakat yang individualistis, ada kecerendungan penuntutan pelaksanaan hak asasi manusia ini secara berlebihan. Padahal, hak-hak asasi tidak dapat dituntut pelaksanaannya secara mutlak berarti melanggar hak asasi yang sama dari orang lain.
Menurut sejarahnya, asal mula hak asasi manusia itu dari Eropa Barat, khususnya Inggris. Tonggak pertama kemenangan hak asasi manusia pada tahun 1215 ditandai dengan lahirnya Magna Charta. Dalam Magna Charta itu dicantumkan hak-hak para bangsawan yang harus dihormati raja Inggris. Di dalamnya disebutkan, bahwa raja tidak boleh bertindak sewenang-wenang, dan untuk tindakan-tindakan tertentu, raja harus meminta persetujuan para bangsawan. Walaupun terbatas dalam hubungan antara raja dan bangsawan, hal ini kemudian terus berkembang. Sebagaimana suatu prinsip, hal ini merupakan sesuatu kemenangan, sebab hak-hak tertentu telah diakui eksistensinya oleh pemerintah.
Perkembangan berikutnya adalah adanya Revolusi Amerika (1776) dan revolusi Prancis (1989). Dua revolusi dalam abad ke-18 ini besar sekali pengaruhnya pada perkembangan hak asasi manusia. Revolusi Amerika menuntut adanya hak bagi setiap orang untuk hidup merdeka, dalam hal ini hidup bebas dari kekuasaan Inggris. Revolusi Amerika ini melahirkan the Virgina Bill of Right, yang menegaskan bahwa setiap manusia berhak untuk menikmati hidup, kebebasan, dan mengupayakan kebahagiaan (life, liberty, the persuit of happiness). Pada tahun 1789 meletus Revolusi Prancis, yang bertujuan membebaskan warga negara Prancis dari kekangan kekuasaan mutlak Raja Louis XVI. Revolusi ini mencetuskan Declaration des droit de I homme et du citoyen. Menurut Huijbers (1988 :301), dokumen yang dilahirkan Revolusi Amerika bertolak dari pandangan bahwa penguasa adalah manusia dan karena itu dapat terbawa nafsu kekuasaan. Dokumen Prancis bertolak dari pandangan bahwa manusia adalah baik dan karena itu harus hidup bebas. Orang-orang lahir dan tinggal bebas dan sama dihadapan hukum (Les hommes naissent et demeurent libres et egaux en droits). Hak-hak itu mencakup kebebasan, milik, keamanan, dan perjuangan melawan penjajahan.
Istilah yang dipakai pada dokumen Prancis itu adalah droit de I’homme, yang berarti Hak Asasi Manusia, yang dalam bahasa Inggris disebut humman rights (hak-hak manusia) atau mensen rechten dalam bahasa belanda. Pada tahun 1918 kemudian lahir pula deklarasi tentang hak-hak rakyat yang berkarya dan yang diperas, yang muncul setelah kaum komunis di bawah pimpinan Lenin memenangkan Revolusi Bolshewik di Rusia.
Menurut Mirian Budiardjo (1986), hak-hak yang dirumuskan dalam Abad ke-17 dan 18 sangat dipengaruhi oleh gagasan mengenai hukum alam (natural law), seperti yang dirumuskan oleh John Locke (1632-1714) dan Jaques Rousseau (1712-1778) dan hanya terbatas pada hak-hak yang bersifat politis saja, seperti kesamaan hak, hak atas kebebasan, dan hak untuk memilih. Akan tetapi, dalam Abad ke-20, hak-hak politik ini dianggap kurang sempurna, dan mulailah dicetuskan beberapa hak lain yang lebih luas ruang lingkupnya.
Dalam bukunya the Four Freedoms, Franklin D. Roosevelt (1882-1945) menyebutkan empat hak yang penting, yang disebutnya empat kebebasan pokok manusia, yaitu:
1.  Freedom of speech (kebebasan berbicara dan berpendapat) 
2.  Freedom of religion (kebebasan beribadat kepadaNya)
3.  Freedom of want (bebas dari kekurangan/kebebasan ekonomi)
4.  Freedom from fear (bebas dari rasa takut)
Hak ketiga, yaitu kebebasan dari kemelaratan, mencerminkan perubahan dalam alam pikiran manusia yang menganggap bahwa hak-hak politik pada dirinya tidak cukup untuk menciptakan kebahagiaan baginya. Dianggapnya bahwa hak-hak politik seperti hak untuk menyatakan pendapat atau hak memilih dalam pemilihan umum yang diselenggarakan sekali dalam empat atau lima tahun, tidak ada artinya jika kebutuhan manusia yang paling pokok, yaitu kebutuhan akan sandang, pangan, dan perumahan, tidak dapat dipenuhi. Menurut anggapan ini hak manusia juga harus mencakup bidang ekonomi, sosial dan budaya. (Miriam Budiardjo, 1986)
Di negara-negara sosialis, paling tidak dapat diketemukan pengakuan terhadap tiga macam hak asasi manusia, yang menurut Sargiaus Hessen, adalah :
1.  Hak untuk memperoleh pekerjaan (right to a job),
2.  Hak untuk memperoleh pekerjaan (right to education), dan
3.  Hak untuk hidup sebagai manusia (right to a human existence) (Purbopranoto, 1988).
Hak-hak asasi manusia dapat pula di bagi sebagai berikut :
1. Hak- hak asasi pribadi (personal rights) yang meliputi kebebasan menyatakan pendapat, memeluk agama, bergerak (beraktivitas), dan sebagainya.
2.  Hak-hak asasi ekonomi (property rights), yaitu hak untuk memiliki sesuatu, memperalihkannya, seperti membeli dan menjualnya, serta memanfaatkannya.
3.  Hak-hak asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan atau yang biasa disebut the rights of legal equelity.
4.  Hak-hak asasi sosial dan kebudayaan (social and cultural rights), misalnya hak untuk memilih pendidikan, mengembangkan kebudayaan, dan sebagainya.
5.  Hak-hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan (procedural rights), misalnya peraturan dalam hal penangkapan, penggeledahan, peradilan, dan sebagainya.
Menjadi kewajiban pemerintah atau negara hukum untuk mengatur pelaksanaan hak-hak asasi ini, yang berarti menjamin pelaksanaannya, mengatur pembatasan-pembatasannya demi kepentingan umum, kepentingan bangsa dan negara. Malahan ada kecenderungan, bahwa demi menghormatan akan perlindungan hak asasi manusia itu, negara bertugas hanya menjaga ketertiban masyarakat atau lazim disebut negara penjaga malam. Negara tidak akan turut campur dalam hal yang dianggap pelanggaran hak asasi itu, seperti masalah setiap orang berjuang dan bersaing dalam kehidupan ekonomi. Dalam hal ini, semua anggota masyarakat dibiarkan bersaing dalam kehidupan dengan anggapan dasar bahwa apabila setiap orang dibiarkan melaksanakan hak asasinya sendiri-sendiri, masyarakat akan makmur dengan sendirinya.
Dengan menghormati hak asasi manusia itu, maka setiap orang akan berjuang untuk mencapai kemakmuran masing-masing individu, kemakmuran masyarakat keseluruhannya akan tercapai. Pandangan demikian adalah pandangan liberal yang sangat mengedepankan individu.

0 Response to "Filsafat Hukum: Hak Asasi Manusia (Bagian 1)"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel