Hukum Pajak, Pemungutan, Sanksi, dan Utang Pajak
A. HUKUM PAJAK
Definisi?
Keseluruhan/sekumpulan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan-hubungan hukum antar negara/pemerintah sebagai pemungut pajak dengan rakyat (orang-orang atau badan-badan (hukum)) sebagai pembayar pajak.
Kedudukan Hukum Pajak
Menurut R. Santoso Brotodiharjo menyatakan bahwa hukum pajak termasuk hukum publik. Hukum publik merupakan bagian dari tata tertib hukum yang mengatur hubungan antara penguasa dengan warganya. Hukum publik memuat cara-cara untuk mengatur pemerintahan. Yang termasuk hukum publik adalah hukum tata negara, hukum pidana, hukum administrasi, sedangkan hukum pajak merupakan bagian dari hukum administrasi.
Menurut Rochmat Sumitro, hukum pajak mempunyai kedudukan diantara hukum-hukum yaitu hukum perdata dan hukum publik, sehingga kedudukan hukum pajak merupakan bagian dari hukum publik.
KEDUDUKAN DAN PEMBAGIAN HUKUM PAJAK
· Hukum Perdata
· Hukum tata Negara
· Hukum administrasi
· Hukum Publik
· Hukum pajak
· Hukum pidana
·
Hukum pajak mengatur hubungan antara pemerintah (fiscus) selaku pemungut pajak dengan rakyat sebagai Wajib Pajak.
Secara umum, hukum pajak dibagi menjadi 2 (dua) yaitu hukum pajak materiil (Material tax law) dan hukum pajak formal (Formal tax law).
· Hukum Pajak Materiil (Material tax law)
Hukum pajak yang memuat ketentuan-ketentuan/norma-norma tentang keadaan, perbuatan dan peristiwa hukum yang harus dikenakan pajak, siapa yang harus dikenakan pajak, berapa besar pajaknya. Dengan kata lain, hukum pajak materiil memuat 3 pertanyaan pokok yaitu :
a) Siapa-siapa yang dikenakan pajak?
b) Apa yang dikenakan pajak?
c) Berapa jumlah pajak yang dibayar?
· Hukum Pajak Formal (Formal tax law)
Hukum pajak yang memuat peraturan-peraturan atau ketentuan-ketentuan mengenai bagaimana cara-cara untuk menjelmakan atau mewujudkan hukum pajak materiil tersebut menjadi suatu kenyataan. Dengan kata lain, hukum pajak formal secara praktis memuat suatu pertanyaan yaitu : “Bagaimana supaya WP tersebut dapat memenuhi kewajibannya untuk membayar pajak tersebut?”.
B. PEMUNGUTAN PAJAK
Syarat Pemungutan Pajak :
a)Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan)
b)Pemungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang 1945 pasal 23 ayat 2. (syarat yuridis)
c) Tidak mengganggu Perekonomian (syarat ekonomis)
d)Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansial)
e) Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Teori Yang Mendukung Pemungutan Pajak
a) Teori Asuransi (melindungi)
Negara dalam melaksanakan tugasnya, mencakup pula tugas melindungi jiwa raga dan harta benda perseorangan. Oleh sebab itu Negara disamakan dengan perusahaan asuransi, untuk mendapat perlindungan warga Negara membayar pajak sebagai premi. Teori ini sudah lama ditingggalkan dan sekarang praktis tidak ada lagi pembelanya, sebab selain perbandingan ini tidak cocok lagi dengan kenyataan, yakni jika seseorang misalnya meninggal, kecelakaan, Negara tidak akan mengganti kerugian seperti halnya asuransi.
b) Teori Kepentingan
Menurut teori ini pembayaran pajak mempunyai hubungan dengan kepentingan individu yang diperoleh dari pekerjaan Negara. Makin banyak individu mengeyam atau menikmati jasa dari pekerjaan pemerintah, makin besar pula pajaknya.
c)Teori daya pikul
Teori ini menekankan pada asas keadilan yaitu pajak haruslah sama beratnya untuk setiap orang. Pajak harus dibayar menurut daya pikul seseorang. Daya pikul seseorang dapat diukur berdasarkan pada besarnya penghasilan (unsur obyektif) dengan memperhitungkan besarnya pengeluaran atau pembelanjaan seseorang (unsur subyektif).
Misalnya : Tuan Akbar (tidak kawin) dan tuan Hakim (kawin, anak 2), mempunyai penghasilan yang sama. Beban pajak untuk tuan Akbar lebih besar daripada tuan Hakim karena daya pikul (pengeluaran/pembelanjaan) Tuan Akbar lebih kecil daripada Tuan Hakim.
d)Teori Bakti/Teori Kewajiban Pajak Mutlak
Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat dengan negaranya. Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai suatu kewajiban.
e) Teori azas daya beli
Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya memungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara. Selanjutnya negara akan menyalurkannya kembali ke masyarakat dalam bentuk pemeliharaan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian kepentingan seluruh masyarakat lebih diutamakan.
Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya memungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara. Selanjutnya negara akan menyalurkannya kembali ke masyarakat dalam bentuk pemeliharaan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian kepentingan seluruh masyarakat lebih diutamakan.
Tata cara pemungutan pajak
Stelsel Pajak
a) Stelsel nyata
b) Stelsel Anggapan
c) Stelsel Campuran
2. Asas Pemungutan Pajak
a) Asas Domisili
b) Asas Sumber
c) Asas Kebangsaan
3. Sistem Pemungutan Pajak
a) Official Assesment System
b) Self Assesment System
c) With Holding System
C. SANKSI-SANKSI PERPAJAKAN
Dasar hukum : Pasal 36, 37 UU No 16 TAHUN 2000
JENIS SANKSI DAN BESARNYA
Sanksi perpajakan dapat dibagi sbb :
· Sanksi Administrasi
a.1. Sanksi bunga
a.2. Sanksi denda
a.3. Sanksi kenaikan
a.1. Sanksi bunga
a.2. Sanksi denda
a.3. Sanksi kenaikan
· Sanksi Pidana
b.1. Pidana Penjara
b.2 Pidana Kurungan
b.1. Pidana Penjara
b.2 Pidana Kurungan
PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI ADMINSTRASI
( KMK Nomor 542/KMK.04/2000 )
( KMK Nomor 542/KMK.04/2000 )
• Dirjen Pajak karena jabatannya atau atas permohonan Wajib Pajak dapat mengurangkan atau menghapus sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang ternyata dikenakan karena adanya kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahan Wajib Pajak
• Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan harus memenuhi syarat-syarat sbb :
– Permohonan harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan memberikan alasan yang jelas dan meyakinkan untuk mendukung permohonannya
– disamaikan oleh Wajib Pajak kepada Dirjen Pajak melalui KPP yang mengnakan sanksi administrasi tersebut
– tidak melebihi jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterbitkan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak kurang Bayar, atau Surat Ketetapan Pajak kurang Bayar Tambahan, kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya
• Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi hanya boleh diajukan oleh Wajib Pajak yang tidak mengajukan keberatan atas ketetapan pajaknya dan diajukan atas suatu Surat Tagihan Pajak, suatu Surat Ketetapan Pajak kurang Bayar, atau suatu Surat Ketetapan Pajak kurang Bayar Tambahan
• Keputusan atas permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi adminstrasi dikeluarkan oleh Dirjen Pajak paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal permohonan diterima sehingga apabila jangkawa waktu ini telah lewat dan Dirjen Pajak tidak memberi suatu keputusan maka permohonan yang diajukan tersebut dianggap diterima.
• Terhadap keputusan yang diterbitkan Dirjen Pajak yang berkaitan dengan Surat Tagihan Pajak hanya dapat diajukan gugatan kepada Badan Peradilan Pajak
• WAJIB PAJAK TERTENTU YANG DIKECUALIKAN DARI PENGENAAN SANKSI ADMINSTRASI BERUPA DENDA KARENA TIDAK MENYAMPAIKAN SURAT PEMBERITAHUAN DALAM JANGKA WAKTU YANG DITENTUKAN ( KMK Nomor 537/KMK.04/2000 )
1. Yang dimaksud Wajib Pajak tertentu adalah wajib pajak Non Efektif
2. Wajib Pajak dapat digolongkan sebagai Wajib Pajak Non Efektif apabila:
a. Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia yang belum diterima pemberitahuan tertulis secara resmi dari ahli warisnya sehingga masih terdaftar dalam adminstrasi Direktorat Jenderal Pajak
b. Wajib Pajak Badan yang tidak lagi melakukan kegiatan usaha tetapi belum dibubarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku
c. Wajib Pajak yang tidak diketahui lagi alamatnya
3. Wajib pajak yang memenuhi syarat sebagai wajib pajak Non Efektif tidak akan dikenakan sanksi denda karena tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam jangka waktu yang ditentukan
CONTOH PENGHITUNGAN SANKSI
PT Java Triangle Solutions adalah PKP yang sudah dikukuhkan pada tanggal 15 Januari 1995. Administrasi perpajakannya diketahui sbb :
- SPT Masa PPN untuk Masa Agustus 2001 tidak dimasukan walaupun sudah ditegur
- Wajib Pajak juga tidak melakukan pembukuan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 28 dan 29
Terhadap Wajib Pajak ini dilakukan pemeriksaan dan menghasilkan Kurang Bayar sebesar Rp 200.000.000,00. SKPKB diterbitkan Januari 2002
Terhadap kasus tersebut dapat diterbitkan SKPKB beserta sanksinya :
Terhadap Wajib Pajak ini dilakukan pemeriksaan dan menghasilkan Kurang Bayar sebesar Rp 200.000.000,00. SKPKB diterbitkan Januari 2002
Terhadap kasus tersebut dapat diterbitkan SKPKB beserta sanksinya :
· SKPKB
· Pokok Pajak kurang dibayar Rp 200.000.000
· Sanksi Pasal 13 ayat (3) 100% Rp 200.000.000
· Sanksi Pasal 13 ayat (2) (5 X 2%) Rp 20.000.000
· STP Rp 50.000 +
· Pajak yang harus dibayar Rp 420.050.000
Catatan :
Pada kasus di atas Wajib Pajak melakukan tindak pelanggaran dua kali tetapi sanksi yang dikenakan tetap satu kali yaitu 100%
Pada kasus di atas Wajib Pajak melakukan tindak pelanggaran dua kali tetapi sanksi yang dikenakan tetap satu kali yaitu 100%
D. UTANG PAJAK
a. TIMBULNYA UTANG PAJAK
Saat timbulnya utang pajak mempunyai peranan yang sangat penting karena berkaitan dengan :
· Pembayaran pajak,
· Memasukkan surat keberatan,
· Menentukan saat dimulai dan berakhirnya jangka waktu daluwarsa,
· Menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan lain-lain
· Menentukan besarnya denda maupun sanksi administrasi lainnya.
Ada 2 (dua) faham atau ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak (saat pengakuan adanya utang pajak) yaitu :
1. Ajaran Formal
Menurut ajaran formal menyatakan bahwa utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus. Untuk menentukan apakah seseorang dikenai pajak atau tidak, berapa jumlah pajak yang harus dibayar dan kapan jangka waktu pembayarannya dapat diketahui dalam surat ketetapan pajak tersebut.
Contoh, utang pajak si Ali baru akan timbul sesudah fiskus menerbitkan SKP. Secara ekstrim, si Ali tidak mempunyai kewajiban membayar pajak penghasilan/pendapatannya jika fiskus belum menerbitkan SKP. Ajaran ini konsisten dengan penerapan Official Assesment System.
2. Ajaran Materiil
Menurut ajaran materiil menyatakan bahwa utang pajak timbul karena diberlakukannya Undang-Undang Perpajakan. Dalam ajaran ini, seseorang akan secara aktif menentukan apakah dirinya dikenai pajak atau tidak sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.
Contoh :
syarat timbulnya utang pajak bagi si Ali menurut UU PPh tahun 2000 antara lain :
• Si Ali bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan.
• Si Ali mempunyai penghasilan setahun di atas PTKP.
Jika si Ali telah bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu dua belas bulan, dan si Ali telah mempunyai penghasilan setahun di atas PTKP, maka sudah timbul utang pajak bagi si Ali. Dia tidak perlu menunggu fiskus menerbitkan SKP, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 12 ayat (1) UU KUP 2000 : “Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya Surat Ketetapan Pajak”. Ajaran ini konsisten dengan penerapan Self Assesment System.
b. BERAKHIRNYA UTANG PAJAK
Utang pajak dapat berakhir atau hapus disebabkan oleh :
a. Pembayaran/pelunasan
Pembayaran/pelunasan pajak dapat dilakukan dengan pemotongan/pemungutan oleh pihak lain, pengkreditan pajak luar negeri, maupun pembayaran sendiri oleh wajib pajak ke kantor penerima pajak (Bank-bank persepsi dan kantor pos) dengan menggunakan surat setoran pajak atau dokumen lain yang dipersamakan.
b. Kompensasi
Kompensasi dapat diartikan sebagai kompensasi kerugian maupun kompensasi karena kelebihan pembayaran.
· Contoh penerapan kompensasi karena kerugian yang dapat menyebabkan hapusnya atau berakhirnya utang pajak :
Pada awal kepemilikan (misalnya tahun 2001) Wajib Pajak A menderita kerugian sebesar Rp.10.000.000,-. Pada tahun berikutnya (2002) mulai memperoleh laba sebesar Rp.5.000.000,-. Seharusnya pada tahun 2002, Wajib Pajak A terutang pajak penghasilan sebesar persentase tertentu dari laba tahun 2002. Akan tetapi, utang pajak tahun 2002 tersebut hapus karena jumlah kerugian pada tahun 2001 dapat dikompensasikan atau dikurangkan dari laba tahun 2002. Kerugian suatu usaha dapat dikompensasikan pada tahun-tahun setelahnya dengan jangka waktu paling lama adalah 5 (lima) tahun setelah tahun terjadinya kerugian tersebut.
· Contoh penerapan kompensasi karena kelebihan pembayaran yang dapat menyebabkan hapusnya atau berakhirnya utang pajak :
Perusahaan B pada tahun 2002 telah membayar pajak sebesar Rp.8.000.000,-, setelah dilakukan penghitungan kembalipada akhir tahun 2002 ditemukan bahwa pajak yang sebenarnya terutang oleh perusahaan B adalah Rp.5.000.000,-. Kelebihan pembayaran sebesar Rp.3.000.000,- di tahun 2002 tersebut dapat dikompensasikan atau dikurangkan dari total pajak pada tahun 2003.
c. Daluwarsa
Daluwarsa berarti telah lewat batas waktu tertentu. Jika dalam jangka waktu tertentu, suatu utang pajak tidak ditagih oleh pemungutnya maka utang pajak tersebut dianggap telah lunas/dihapus/berakhir dan tidak dapat ditagih lagi. Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, utang pajak akan daluwarsa setelah melewati waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak yang bersangkutan.
d. Pembebasan/Penghapusan
Kewajiban pajak oleh Wajib Pajak tertentu dinyatakan hapus oleh fiskus karena setelah dilakukan penyidikan dipandang perlu bahwa Wajib Pajak tidak mampu lagi memenuhi kewajibannya. Hal ini biasanya terjadi karena Wajib Pajak mengalami kebangkrutan maupun mengalami kesulitan likuiditas.
0 Response to "Hukum Pajak, Pemungutan, Sanksi, dan Utang Pajak"
Post a Comment