PROSES TRANSAKSI EKSPOR IMPOR

PROSES TRANSAKSI EKSPOR IMPOR 
Dalam pelaksanaan transaksi ekspor impor hal-hal pokok yang perlu diperhatikan oleh pihak-pihak yang terlibat didalamnya meliputi : 
  1. Kontrak jual beli (sales contract) – oleh eksportir dan importir 
  2. Pembukaan dan penerusan L/C – oleh importir, bank pembuka dan bank penerus 
  3. Penelitian syarat-syarat L/C – oleh bank pembuka, bank penerus, dan eksportir 
  4. Penyiapan dokumen pengapalan – oleh eksportir 
  5. Pemeriksaan dokumen-dokumen – oleh bank yang menegosiasi wesel, bank pembuka dan importir 
  6. Penyerahan dokumenuntuk pembayaran – oleh eksportir, bank yang menegosiasi wesel 
  7. Penyelesaian pembayaran – oleh bank yang menegosiasi wesel, bank pembuka dan importir 
Dalam kontrah jual beli antara eksportir dan importir, bank tidak turut terlibatdan berkepentingan. Bank hanya turut terlibat dalam penanganan dan pengawasan dokumen L/C transaksi yang bersangkutan. 

A. PERSYARATAN UMUM SEBUAH L/C 
Syarat umum yang harus dipenuhi oleh penerima L/C, khususnya d Indonesia adalah sebagai berikut : 
1. L/C yng dibuka aadalah Commercial atau Documentary L/C. Dalam hal eksportir mendapat fasilitas kredit bank, maka L/C yang diterima harus bersifat Irrevocable. 
2. dokumen-dokumen pengapalan sekurang-kurangnya harus terdiri dari : 
  • Set lengkap dari Bill of Lading 
  • Invoice 
  • Dokumen Asuransi, dan dokumen-dokumen yang disebutkan dalam draft. 
3. Dalam hal impor diatas US$5,000 dan ekspor barang-barang yang memperoleh setifikat ekspor maka diperlukan dokumen lain yaitu laporan kebenaran pemeriksaan yang dikeluarkan oleh SGS 
4. Dokumen-dokumen pengapalan lain yang sering ditambahakan dalam L/C adalah
  •  Packing List 
  • Certificate of Inspection 
  • Certificate of Origin 
  • Weight Note 
  • Measurement List 
  • Certificate of Analysis 
  • Certificate of Quality, dan sebagainya 
B. PROSEDUR TRANSAKSI EKSPOR IMPOR 
Secara umum pelaksanaan transaksi ekapor dan impor melalui beberapa macap tahapan, dimana masing-masing tahapan berisi tentang tata cara dan hal-hal yang terlibat didalamnya. Prosedur tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 
  1. Importir mengajukan permohonan kepada benk pembuka L/C (issuing/opening bank) untuk membuka L/C yang ditujuakan kepada eksportir. 
  2. Bank pembuka L/C yang bersangkutan membuka L/C tersebut kepada bank koresponden di tempat eksportir (advising bank) 
  3. Advising bank meneruskan L/C tersebut kepada eksportir. 
  4. Eksportir menyiapkan dan mengapalkan barang-barang yang akan dikirimkan ke importir. 
  5. Atas pemuatan barang-barang di kapal, eksportir menerima dokumen pengapalan barang (B/L) dari maskapai pelayan. 
  6. Dokumen-dokumen pengapalan serta wesel kemudian diserahkan oleh eksportir kepada advising bank yang meminta bertindak sebagai negotiating bank. Yang menjadi negotianing bank ini boleh juga bank lain, tergantung keinginan eksportir.
  7. Advising bank atau negotiating bank menegosiasi wesel yang diajukan oleh eksportir tersebut. 
  8. Dokumen-dokumen pengapalan dikirim olrh negotiating bank kepada issuing bank untuk mendapat ganti pembayaran (reimbursement). 
  9. Issuing bank akan memeriksa dokumen-dokumen tersebut dan disesuaikan dengan syarat-syarat yang tercantum pada L/C dan apabila telah sesuai maka meminta importir menebusnya dengan cara pembayaran yang disyaratkan dalam L/C, pembayaran pada saat pengajuan dokumen (at sight) atau berjangka (usance). 
  10. Importir membayar dan meminta issuing bank untuk mendebet rekeningnya pada bank tersebut. 
  11. Issuing bank kemudian akan mereimburse negotiating bank dengan mengkredit rekening negotiating bank pada issuing bank, jika tidak ada bisa pada bank ketiga. 
C. PERSIAPAN-PERSIAPAN EKSPORTIR – IMPORTIR 
Penggunaan L/C dalam transaksi ekspor impor tidak membedakan adanya sebutan L/C impor atau L/C ekspor., karena pada hakekatnya yang digunakan adalah satu L/C saja. Penyebutan yang berbeda tersebut hanya dari sudut mana transaksi L/C tersebut dilihat, dari importir atau eksportir. 

Adanya perbedaan yang nyata adalah dari kegiatan persiapan masing-masing eksportir dan importir dalam transaksi tersebut dan bank-bank yang membantu di pihak masing-masing. 

Dari Pihak Eksportir 

  1. Menerima pesanan (order) dari importir. 
  2. Menerima L/C dari bank di negara eksportir, yang merupakan advising bank atau dapat bertindak sebagai confirming (negotiating) bank. 
  3. Menyiapkan barang-barang ekspor (bila ekspor produsen) atau memesan barang dari produsen (supplier) 
  4. Melakukan pengepakan barang ekspor dengan atau tanpa bantuan ekspedisi (freight forwarder atau EMKL) 
  5. Memesan ruangan kapal pada maskapai pelayaran. 
  6. Melakukan pemuatan barang dengan atau tanpa perusahaan ekspedisi.( freight forwarder atau EMKL). 
  7. Menyiapkan dan mengurus B/L pada maskapai pelayaran. 
  8. Menutup asuransi tergantung syarat L/C. 
  9. Menyiapkan faktur dan dokumen-dokumen pengapalan yang disyaratkan dalam L/C . 
  10. Menyerahkan dokumen-dokumen dan mengajukan wesel kepada advising atau negotiating bank untuk memperoleh pembayaran sesuai dengan syarat L/C. 
  11. Memperoleh pembayaran wesel dari advising atau negotiating bank. 
  12. Mengirim salinan (copy) dokumen-dokumen pengapalan kepada impotir (memberitahukan pengapalan kepada importir). 
  13. Dalam hal akseptasi wesel, meminta bank untuk mendiskonto wesel. Bila mendapat kredit dari bank,melunasi kredit tersebut dengan pembayaran hasil transaksi. 
Dari Pihak Importir 

  1. Menyampaikan pesanan (order) pada eksportir. 
  2. Meminta bank membuka L/C untuk eksportir (opening bank), yang dapat bertindak sebagai paying bank. 
  3. Menyelesaikan persyaratan-persyaratan pembukaan L/C pada opening bank. 
  4. Menerima pemberitahuan tibanya dokumen-dokumen pengapalan dari opening bank yangndikirim oleh advising atau negotiating bank. 
  5. Menyelesaikan formulir-formulir impor dan perhitungan-perhitungan asuransi, bea masuk dan pajak. 
  6. Melakukan penyetoran pajak, bea masuk, dan lain-lain . 
  7. menebus dokumen-dokumen pengapalan dengan melakukan pembayaran, akseptasi wesel kepada opening bank sesuai syarat L/C. 
  8. Menyerahkan bukti penyelesaian formulir impor dan pelunasan pajak atau bea masuk yang telah disahkan oleh bank kepada bea cukai untuk memperoleh delevery order (DO) 
  9. Menyerahkan DO dan B/L kepada maskapai pelayaran untuk pengeluaran barang-barang dengan atau tanpa perusahaan ekspedisi (freight forwarder atau EMKL). 
  10. Mengajjukan klaim ganti rugi kepada eksportir atau kepada maskapai asuransi, adlam hal terdapat kehilangan atau kerusakan barang. 
  11. Melunasi wesel pada tanggal jatuh tempo, jika belum diselesaikan dengan bank. 

D. FAKTOR-FAKTOR YANG PENTING DIPERHATIKAN OLEH PENJUAL (EKSPORTIR ) DAN PEMBELI (IMPORTIR) 
Sebuah L/C atau kredit berdokumen akan memberikan jaminan baik bagi kepentingan importir maupun eksportir., yaitu waktu pembayaran barang-baeang dicocokan dengan waktu penyerahan barang. 

Dengan demikian sebiah L/C yang irrevocable merupakan suatu alat pembayaran yang baik dan meyakinkan bagi eksportir. Begitu juga dengan importir, jika dokumen-dokumen yang disyaratkan telah lengkap maka L/C tersebut juga merupakan alat yang efektif untuk menerima penyerahan barang-barang. 

Oleh karena itu L/C yang merupakan alat pembayaran yang harus tepat dan tidak mengandung kesalahan-kesalahan haruslah ditangani oleh semua pihak yang terlibat di dalamnya dengan teliti dan sempurna. Ada beberapa aturan yang perlu diperhatikan baik oleh eksportir maupun importir, antara lain : 

Bagi Importir 

  1. Instrusksi kepada issuing bank harus jelas dan tepat dan tidak bertele-tele. 
  2. Syarat-syarat L/C dan dokumen-dokumen yang dimintakan harus sesuai dengan kontrak jual beli (sales contract). 
  3. Setiap pemeriksaan barang sebelum atau pada waktu pengapalan haruslah dibuktikan dengan sebuah dokumen. Sifat dokumen tersebut dan pihak yang mengeluarkannya harus ditetapkan dalam L/C. 
  4. L/C tidak boleh mensyaratkan dokumen-dokumen yang tidak mungkin dapat dipenuhi oleh eksportir. 
Bagi Eksportir 

  1. Tidak boleh menunda-nunda penelitian L/C dan permintaan akan perubahan-perubahan yang perlu, walaupun tersedia waktu antara penerimaan L/C dan penggunaannnya. 
  2. Harus dapat menerima dengan persyaratan dan dokumen yang diminta dan telah sesuai dengan sales contaract. 
  3. Menyelesaikan dokumen-dokumen yang diminta sesuai dengan waktunya sebagaimana disyaratkan dalam L/C. 
  4. Menyerahkan dokumen-dokumen kepada bank secepat mungkin atau setidak-tidaknya dalam masa berlakunya L/C, seperti yang ditetapkan dalam L/C. 
  5. Eksportir harus mengingat bahwa ketidakcocokan L/C dengan syarat-syarat yang ditetapkan dalam L/C atau ketidaksempurnaan mengikuti syarat-syarat tersebut akan berakibat bank akan menolak pembayaran. 
JASA ASURANSI
A. PENGERTIAN ASURANSI
Dokumen asuransi dianggap penting karena dengan dokumen ini akan membuktikan bahwa barang-barang yang disebut di dalam dokumen tersebut telah diasuransikan. Jenis-jenis resiko yang ditutup juga disebutkan dalam dokumen ini.

Berdasarkan pasal 246 KUHD asuransi diartikan sebagai suatu persetujuan yang menerangkan bahwa pihak penanggung (insurer) berjanji akan mengganti kerugian sehubungan dengan kerusakan, kerugian ataupun kehilangan laba yang diharapkan, yang dialami oleh pihak tertanggung (insured) dan disebabkan oleh kejadian yang tidak tersangka.

Dalam transaksi ekspor impor asuransi dalam pengangkutan barang melalui laut dikenal dengan istilah marine insurance. Dari sudut pandang importir , ia berkepentingan agar barang-barang tersebut diasuransikan terhadap kehilangan atau kerusakan, dan ini dapat terjadi pada saat barang-barang tersebut disimpan dalam gudang menunggu pengapalan atau pada saat pemindahan barang-barang.

Didalam sebuah sales contract antara eksportir dan importir biasanya ditegaskan apakah harga barang-barang yang ditawarkan sudah termasuk biaya asuransi.

Dalam kontrak yang bersifat FOB atau CF seorang importir bertanggungjawab atas asuransi barang-barang, sedangkan pada kontrak CIF penutupan asuransi dilakukan oleh eksportir. Jenis-jenis resiko yang diasuransikan tergantung pada sifat dari barang –barang dan pengaturan-pengaruran yang dibuat antara importir dan eksportir.

B. PRINSIP PERTANGGUNGAN
Masalah pertanggungan dalam asuransi biasanya belandaskan pada beberapa aspek antara lain :
1. Pertanggungan termasuk suatu persetujuan dilandaskan pada itikat baik.
Penanggung hanya dapat memperkirakan resiko dan menetapkan jumlah premi bila ada pemberitahuan secara benar semua fakta terhadap apa yang akan dipertanggungkan. Salah dalam memberikan keterangan atau berusaha menyembunyikan fakta, merupakan alasan yang kuat bagi penanggung untuk membebaskan diri dari melakukan penggantian.

2. Adanya kepentingan tertanggung (interest) atas barang yang dipertanggungkan.
Pihak yang mempertanggungkan suatu barang harus memiliki kepentingan (interest) pada barangnya itu. Perasaan rugi akan dirasakan apabila barang yang dipertanggungkannya itu mengalami kerusakan atau hilang. 

Terlihat bahwa unsur musibah merupakan salah satu syarat yang dijadikan dasar untuk pembayaran ganti rugi, sedangkan faktor kesengajaan tidak dapat dijadikan dasar untuk melakukan ganti rugi.

3. Prinsip ganti rugi (indemnity)
Semua perjanjian pertanggungan kecuali pertanggungan jiwa dan asuransi kesehatan merupakan persetujuan ganti rugi. Pihak tertanggung harus diberikan ganti rugi atas kerusakan dan kerugian yang dideritanya sesuai dengan ketentuan polis asuransi. 

Dalam menutup asuransi barang niaga nilai pertanggungan yang boleh dipertanggungkan antara lain :

  • Harga barang termasuk semua biaya yang berhubungan dengan barang itu,termasuk semua bea seperti bea ekspor, bea masuk dan bea lainnya.
  • Biaya angkut yang akan dibayarkan untuk barang yang bersangkutan.
  • Laba yang diharapkan sesuai dengan prosentase yang lazim, yang perlu dijelaskan kepada penanggung. 
C. JENIS PERTANGGUNGAN (RESIKO KERUGIAN)
Penutupan asuransi akan dirasakan efektif apabila penyebab kerugian-kerugian secara jelas dinyatakan dalam polis asuransi. Beberapa jenis resiko kerugian yang dimaksud dapat digolongkan dalam :

  1. Kerugian akibat peperangan, gangguan-gangguan umum, kekuasaan politik.
  2. General Average Losses
Kerugian umum yang dengan sengaja dilakukan ataupun biaya yang sengaja dikeluarkan dengan tujuan untuk keselamatan semua pihak yang berkepentingan. Semua pihak yang mendapat manfaat dari pengorbanan itu harus memikul kerugian secara berimbang. Sebagai contoh untuk mencegah tenggelamnya kapal akibat gelombang besar di lautan, nahkoda kapal mengambil keputusan untuk membuang sebagian muatan ke laut agar meringankan beban kapal, dan akibatnya kerugian-kerugian akan dfitanggung secara proporsional antara yang bersangkutan.

3. Particular Average Losses
Kerugian sebahagian dari barang-barang yang hilang atau seluruh barang yang sebahagian rusak karena kecelakaan yang tidak disengaja yang menjadi tanggung jawab langsung pemiliknya dan untuk kerugian ini tidak mendapat penggantian dari pihak lain, misalnya kerusakan barang-barang akibat air masuk ke dalam kapal karena gelomnbang besar sehingga barang-barang menjadi basah dan tidak dapat dipakai.

4. Actual Total Losses
Jika barang atau kapal hilang atau rusak sama sekali yang tidak karena disengaja juga jika biaya untuk memperbaiki kerusakan lebih besar dari nilai yang dipertanggungkan atau barang-barang yang tidak berfungsi lagi sebagaimana mestinya. Resiko ini juga dapat terjadi apabila kapal atau muatannya itu secara fisik telah lenyap seanteronya, atau sudah sedemikian rusaknya sehingga sudah kehilangan seluruh nilainya.

5. Constructive Total Losses
Kerugian apabila kapal dan muatan berada pada suatu tempat tertentu (seperti kandas di pulau karang) sehingga kapal dan muatan sudah tidak mungkin lagi dimanfaatkan (sekalipun kapal dan muatan itu sendiri masih utuh atau tidak rusak) sedangkan biayapenyelamatan baik kapal mupun muatan akan lebih besar dari nilai kapal atau muatannya itu sendiri, sehingga akan lebih baik bila kapal dan muatan itu dinyatakan sebagai total loss, dalam arti kata constructive total loss.

D. SYARAT-SYARAT PERTANGGUNGAN
L/C biasanya merinci resiko-resiko asuransi yang ditutup. Apabila L/C menyatakan covering marine risk, maka polis asuransi atau sertifikat asuransi yang mana pun dapat digunakan. Akan tetapi apabila L/C merinci any other risk, seperti theft, pilferage, dan non delevery, maka resiko-resiko tersebut harus tercantum dalam dokumen asuransi yang bersangkutan.
Apabila L/C menyatakan covering all risk, maka semua jenis pencantuman all risk dapat diterima, walaupun ctatan tersebut menunjukkan adanya pengecualian resiko yang dapat dilihat pada special condition dokumen tersebut.
Ada beberapa jenis penutupan resiko yang dikenal dalam pertanggungan pengangkutan laut, yang besar resikonya berbeda satu dengan yang lainnya, yaitu :
1. Free of Particular Average (FPA)
Penanggung hanya memberikan ganti rugi terhadap kerugian total dan kerugian umum (general average) sedangkan kerugian yang bersifat khusus (particular average) tidak mendapat penggantian.

2. With Average (WA)
Penanggung berkewajiban memberikan ganti rugi terhadap semua jenis kerusahan dan kerugian yang diderita baik total losses, general average maupun particular average kecuali kerugian yang dibebaskan oleh undang-undang atau syarat yang tercantum dalam polis.
Termasuk dalam kerugaian ini antara lain :

  • Bencana laut (perills of the sea) yang biasanya disebabkan oleh badai (storms), angin (winds), gelombang (waves), kabut (fogs), batu karang (sunken rock), gunung es (ice bergs), kilat (lighting), kebakaran (fire), tabrakan (collision), tersiram ke luar kapal (washing overboard)
  • Perbuatan manusia yang terdiri dari pengurangan atau pembuangan muatan ke laut guna meringankan kapal dalam keadaan darurat (jettison), kejahilan awak kapal (barraty), penggantian arah pelayaran (deviation), bajak laut (pirates), penyamun (rovers), pencurian kecil-kecilan (pilferage), pengambilan barang secara paksa (assailling thiieves).
3. Franchise Clause
Penggantian terhadap sejumlah kerugian dimana terdapat jumlah minimum kerugian atau yang harus hilang untuk dapat ditutup oleh asuransi dan dinyatakan dalam presentase. Jadi penggantian kerugian dalam jenis penutupan asuransi ini hanya setelah diatas batas kerugian tertentu. 

Sebagai contoh persentase untuk kerusakan barang-barang adalah 5% , bila terjadikerusakan hanya 4% maka kerusakan 4% tersebut tidak akan diganti.

Apabila L/C menyatakan bahwa asuransi harus dietrbitkan tanpa melihat persentase, mka dokumen asuransi tersebut tidak dapat diterima. Apabila L/C tidak menyatakan apapun maka suatu franchise dapat diterima.
4. All Risk
Pemberian ganti rugi atas kerugian atau kerusakan fisik barang-barang yang disebabkan oleh faktor luar tanpa melihat persentase kerusakan. Penutupan resiko ini sebgai kelanjutan dari penutupan with average dan tidak meliputi resiko-resiko karena peperangan, pemogokan, huru hara, penyitaan, penahanan, dan resiko lainnya yang tidak tercantum.
5. Total Loss Only
Pemberian ganti rugi bilamana seluruh barang yang dipertanggungkan itu rusak atau hilang sama sekali, baik secara actual losses maupun constructive total.

Maskapai asuransi dapat menangguhkan atau mengelakkan tanggung jawab atas kerugian-kerugian atau kerusakan-kerusakan yang diakibatkan oleh antar lain :

  1. Bencana Alam
  2. Kerugian oleh sifat barang itu sendiri
  3. Serangan umum
  4. Kelalaian dari pemilik barang
E. BENTUK KONTRAK ASURANSI
Persetujuan atau kontrak-kontrak asuransi dapat dikeluarkan dalam bentuk yang berbeda, yaitu :
1. Insurance Policy (Polis Asuransi)
Polis asuransi yang menyatakan bukti kontrak asuransi barang-barang yang akan diangkut dengan kapal atau  nama tertanggung yang membayar premi.Berdasarkan polis asuransi ini dapat dilakukan langkah-langkah atau tindakan-tingdakan hukum bila terjadi permasalahan-permasalahan. Ada jenis-jenis penggunaan yang dapat dibedakan dari suatu polis asuransi, yaitu :
a. Polis yang menutup satu kali pengapalan.
b. Open policy (polis terbuka) untuk menutup pengapalan, yang artinya hanya sebuah polis asuransi yang dibeli untuk menutup semua pengapalan. Disebut polis terbuka karena polis tersebut diakhiri terbuka dan dapat menutup pengapalan-pengapalan dalam beberapa kali jumlanya.

2. Insurance Certificate
Surat keterangan yang menjelaskan bahwa terhadap barang-barang tertentu telah dilakukan penutupan asuransinya dalam bentuk open policy.

3. Cover Note
Pemberitahuan dari perusahan asuransi yang menyatakan bahwa sebuah asuransi telah ditutup sementara menunggu polis dikeluarkan. Pemberitahuan ini kadang-kadang dibuat dalam sebuah surat asuransi, namun karena tidak berisikan perincian asuransi yang akan ditutup dan karena ada kemungkinan asuransi tersebut belum ditutup, maka bank tidak memperlakukan dokumen ini sebagai suatu bukti yang cukup sebagai sebuah kontrak asuransi untuk dijadikan dokumen atas dasar suatu L/C.

F. KREDIT EKSPOR
Dalam rangka mendorong produksi komoditi ekspor, pemerintah biasanya memberikan bermacam-macam fasilitas.penunjang agar kegiatan ekspor kita dapat berkembang, biasanya dalam hal pembiayaan. Salah satu contoh fasilitas yang diberikan pemerintah adalah kredit ekspor dengan bunga yang rendah, dibandingkan dengan kredit biasa. 

Kredit ekspor yang ada di Indonesia adalah kredit modal kerja (working capital) yang diberikan bank pemerintah kepada eksportir untuk membiayai:

  1. Usaha pengumpulan barang ekspor (collecting) hingga barang itu siap ekspor.
  2. Memproduksi barang yang dimaksudkan untuk ekspor
  3. Sebagai modal kerja selama masa tenggang antara tanggal pengapalan dengan waktu akseptasi wesel berjangka atau dibayarnya wesel di luar negri.
Pertimbangan utama yang di lakukan bank dalam permohonan kredit ekspor oleh eksportir antara lain :

  1. Persediaan barang untuk diekspor.
  2. Irrevocable L/C dari pembeli (importir) di luar negri.
  3. Perjanjian jual beli dengan importir di luar negri yang tidak dapat dibatalkan sepihak.
  4. Rencana produksi untuk menghasilkan barang ekspor atau bahan untuk diolah menjadi barang ekspor yang didukung oleh irrevocable L/C dan atau perjanjian jual beli yang sudah dimiliki eksportir lain atau rencana produksi barang ekspor untuk konsinyasi.
G. JENIS KREDIT EKSPOR
Dalam rangka mendorong ekspor, pemerintah juga mengadalan program pertanggungan atau asuransi terhadap barang-barang ekspor. Bentuk pertanggungan atau asuransi yang dimaksud adalah jaminan kredit ekspor dan asuransi ekspor. 

Jaminan kredit ekspor pada pokoknya menjamin pelunasan kredit bila eksportir menjalani kesulitan-kesulitan. Sedangkan asuransi ekspor pada pokoknya menjamin bahwa eksportir akan memperoleh pembayaran bilamana pembeli di luar negri mengingkari pembayaran atau bila pembayaran oleh pembeli di luar negri tidak ditransfer ke Indonesia.

Secara umum dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan : 

  1. Jaminan Kredit Ekspor adalah sarana yang disediakan pemerintah untuk menutup pertanggungan atas resiko kemacetan kredit yang mungkin dihadapi oleh bank dalam memberikan kredit ekspor.
  2. Asuransi Ekspor adalah sarana yang disediakan pemerintah untuk menutup pertanggungan atas resiko kurang atau tidak adanya pembayaran di luar negri yang mungkin dihadapi eksportir.
SISTEM TARIF
Kebijakan pembayaran internasional meliputi tindakan atau kebijaksanaan pemerintah terhadap rekening modal dalam neraca pembayaran internasionl yang berupa pengawasan terhadap pembayaran internasional. Hal ini dapat dilakukan dengan pengawasan terhadap lalu lintas devisa.

Dalam perdagangan internasional (ekspor impor) bentuk kebijaksanaan ekonomi internasional merupakan tindakan atau kebijaksanaan ekonomi pemerintah, yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi komposisi, arah, serta bentuk dari perdagangan dan pembayaran internasional. Kebijaksanaan tidak hanya berupa tarif, kuota dan sebagainya, tetapi juga meliputi kebijaksanaan pemerintah di dalam negri yang secara tidak langsung mempunyai pengaruh terhadap perdagangan serta pembayaran internasional seperti kebijaksanaan moneter dan fiskal. 

Salah satu bentuk kebijaksanaan perdagangan luar negri atau ekspor impor adalah pengenaan tarif terhadap berbagai komoditi yang diperdagangkan. 

A. DEFINISI DAN JENIS-JENIS TARIF
Tarif adalah suatu pembebanan terhadap barang yang melintasi daerah pabean (suatu daerah geografis dimana barang bebas bergerak tanpa dikenakan cukai/bea pabean). Tarif merupakan suatu rintangan yang membatasi kebebasan perdagangan internasional.

Dalam pelaksanaan kegiatan ekspor impor pembebanan tarif dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis antara lain : 
1. Exports Duties (bea ekspor)
Pajak atau bea yang dikenakan terhadap barang yang diangkut menuju ke negara lain. Jadi pajak untuk barang-barang yang keluar dari custom area suatu negara yang memungut pajak. Custom area adalah daerah di mana barang-barang bebas bergerak dengan tidak dikenai bea pabean. Batas custom area ini biasanya sama dengan batas wilayah suatu negara.

2. Transit Duties (bea transit) 
Pajak atau bea yang dikenkan terhadap barang-barang yang melalui wilayah suatu negara dengan ketentuan bahwa barang tersebut sebagai tujuan akhirnya adalah negara lain.

3. Import Duties (bea impor)
Pajak atau bea yang dikenakan terhadap barang-barang yang masuk dalam custom area suatu negara dengan ketentuan bahwa negara tersebut sebagai tujuan akhir.

Aplikasi atau penerapan dari pengenaan tarif terutama dalam bentuk bea masuk adalah sebagai berikut :

  1. Pembebasan bea masuk atau tarif rendah yaitu antara 0% sampai dengan 5%, yang dikenakan untuk bahan kebutuhanpokok dan vital, seperti beras, mesin-mesin, alat-alat militer dan lain-lain.
  2. Tarif sedang antara 5% sampai dengan 20%, yang dikenakan untuk barang setengah jadi dan barang-barang lain yang belum cukup diproduksi di dalam negri.
  3. Tarif tinggi diatas 20%, yang dikenakan untuk barang-barang mewah dan barang-barang lain yang sudah cukup diproduksi di dalam negri dan bukan barang kebutuhan pokok.
B. SISTEM TARIF
Dalam menentukan besarnya tarif yang berlaku bagi setiap barang atau komoditi yang diperdagangkan secara internasional, para pelaku perdagangan internasional (eksportir-importir) menggunakan pedoman berdasarkan sistem tarif yang berlaku. Sistem tarif yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Tarif Tunggal (Single Column Tariff)
Pengenaan satu tarif untuk satu jenis barang atau komoditi yang besarnya (prosentasenya) berlaku sama untuk impor komoditi tersebut dari negara mana saja, tanpa kecuali.

2. Tarif Umum/Konvensional (General Conventional/Tariff)
Dikenal juga dengan istilah tarif berganda (double coloum tariff) yaitu pengenaan satu tarif untuk satu komoditi yang besar prosentase tarifnya berbeda antara satu negara dengan negara lain.

3. Tarif Preferensi (Preferensi Tariff)
Tarif yang ditentukan oleh lembaga tarif internasional GATT yang persentasenya diturunkan, bahkan untuk beberapa komoditi sampai menjadi 0% yang diberlakukan oleh negara terhadap komoditi yang diimpor dari negara-negara tertentu karena adanya hubungan khusus antara negara pengimpor dengan negara pengekspor. 

C. CARA PENGENAAN TARIF 
Dalam pelaksanaannya, sistem atau cara pemungutan tarif bea masuk dapat dibedakan menjadi beberapa jenis antara lain :
1. Dasar Nilai ( Ad Valeroom )
Besarnya pungutan bea masuk atas barang impor ditentukan oleh tingkat prosentase tarif dikalikan harga CIF dari barang tersebut.

Sebagai contoh, harga CIF suatu barang adalah US$100 dan besarnya tarif bea masuk 10%, sedangkan kurs US$1 = Rp. 5.000,- . Maka besarnya bea masuk yang dikenakan sebesar = 10% x US$100 x Rp. 5.000,- = Rp. 50.000,-

2. Dasar Jumlah Barang ( Ad Specific)
Pungutan bea masuk ini didasarkan pada ukuran atau satuan tertentu dari barang impor. Sebagai contoh, bea masuk yang dikenakan atas barang-barang atau komoditi seperti dibawah ini :

  • Semen : Rp. 3.000,- per ton
  • Sepatu : Rp. 14.500,- per pasang
  • Piring : Rp. 5.000,- per lusin
  • Jeruk : Rp. 500 per kg
  • VCR : Rp. 250.000,- per unit 
3. Compound Duties
Pengenaan tarif yang merupakan kombinasi dari ad valeroom dan ad specific
Contoh : sejenis barang tertentu dikenakan bea 10 % Ad valeroom ditambah dengan Rp. 50.000,- setiap unit.
Keuntungan dan kelemahan dari masing-masing sistem atau cara pemungutan tarif bea masuk tersebut, antra lain :
1. Dasar Nilai ( Ad Valeroom) bersifat proprsional.
Keuntungan :

  • dapat mengikuti perkembangan tingkat harga atau inflasi.
  • terdapat diferensiasi harga produk sesuai lualitasnya.
Kerugian :

  • memberikan beban yang cukup berat bagi administrasi pemerintah, khususnya bea cukai karena memerlukan data dan perincian harga yang lengkap.
  • sering menimbulkan perselisihan dalam penetapan harga untuk perhitungan bea masuk antara importir dan bea cukai, sehingga dapat menimbulkan stagnasi atau kemacetan arus barang di pelabuhan.
2. Dasar Jumlah Barang ( Ad Specific) bersifat regresif.

Keuntungan :
a. mudah dilaksanakan karena tidak memerlukan perincian harga barang sesuai kualitasnya.
b. dapat digunakan sebagai alat kontrol proteksi industri dalam negri..

Kerugian :

  • pengenaan tarif dirasakan kurang atau tidak adil karena tidak membedakan harga dan kualitas barang.
  • hanya dapat digunakan sebagai alat kontrol proteksi yang bersifat statis.
D. DAMPAK TARIF IMPOR
Pembebanan tarif terhadap suatu komoditi atau barang dapat mempunyai dampak (effect) terhadap perekonomian suatu negara, khususnya terhadap pasar barang tersebut. Beberapa macam dampak (effect) tarif tersebut adalah :

  1. Dampak terhadap harga (Price Effect), menyebabkan harga barang di dalam negri naik.
  2. Dampak terhadap konsumsi (Consumption Effect), menyebabkan jumlah barang yang diminta di dalm negri (demand) menjadi berkurang.
  3. Dampak terhadap produksi (Import Subtitution Effect ), pengenan tarif dapat meningkatkan jumlah produksi yang ada di dalam negri.
  4. Dampak terhadap redistribusi pendapatan (Redistribution Effect), pendapatan yang diterima pemerintah akan meningkat, juga adanya ekstra pendapatan yang dibayarkan oleh konsumen di dalam negri kepada produsen di dalam negri
E. DEVISA
Bank Indonesia merupakan bank sentral yang bertanggungjawab atas pengaturan dan administrasi sistem perbankan di Indonesia dan juga yang bertanggungjawab atas pengaturan lalulintas devisa. 

Perusahaan asing yang menanamkan modalnya di Indonesia ataupun yang memberikan penjaman kepada perusahaan di Indonesia harus mendaftarkan pinjaman ini pada Bank Indonesia, yang harus dilakukan oleh perusahaan yang menerima pinjaman. Negara kita sangat memerlukan sekali pemasukan sebagai sumber devisa atau pendapatan negara. Kebutuhan akan valuta asing sebagai salah satu sumber devisa menjadikan pemerintah merasa perlu untuk mengeluarkan kebijaksanaan yang mengatur tentang pengaturan devisa negara.Penggunaan devisa meliputi antara lain :

  1. Mengimpor barang konsumsi, bahan baku industri, peralatan dan perlengkapan dsb.
  2. Melunasi jasa pihak asing seperti jasa perbankan, asuransi , pelayaran , penerbangan , wisatawan Indonesia dan lain sebagainya.
  3. Membiayai Kantor Perwakilan Pemerintah Indonesia di LN
  4. Melunasi utang luar negri
F. SUMBER DEVISA 
Pengadaan barang-barang impor, baik brang modal, bahan baku, maupun barang konsumsi, perlu dibayar dengan devisa. Begitu juga untuk jasa perusahaan asing seperti angkutan, perbankan, asuransi, haru pula dibayar dengan devisa.atau valuta asing.

Pembayaran hutang luar negri, maupun biaya kantor perwakilan, kedutaan memerlukan pula devisa untuk membayarnya.
Devisa dapat diperoleh dari beberapa hal antara lain :

  1. Hasil penjualan expor barang maupun jasa 
  2. Pinjaman dari negara asing, badan Internasional , swasta asing 
  3. Hadiah / Grant dan bantuan dari badan PBB , Pemerintah Asing 
  4. Laba dari penanaman modal di LN
  5. Hasil pariwisata Internasional 
G. SISTEM DEVISA
Dalam menentukan besarnya devisa terdapat beberapa sistem devisa antara lain : 
1. Sistem standar emas (Gold Standard System) 
Asumsi dasar dari sistem ini :

  • Nilai mata uang negara dinyatakan dengan emas
  • Emas dalam jumlah tak terbatas bebas keluar masuk negara tersebut
  • Badan Moneter negara tersebut bersedia membeli atau menjual emas berdasarkan perbandingan nilai yang telah ditentukan
2. Sistem kurs mengambang (Floating Exchange Control), atau sistem kur mengambang. Dalam hal ini nilai tukar suatu mata uang atau valas ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran pada bursa valas.
Terdapat dua macam Kurs mengambang :

  • Sistem kurs mengambang yang murni (clean float), apabila penentuan kurs valas di bursa valas terjadi tanpa campur tangan pemerintah.
  • Sistem kurs mengambang kurang murni (dirty float/managed floating exchange rates), pemerintah ikut campu tangan mempengaruhi permintaan dan penawaran terhadap valas dibursa valas.
3. Sistem Pengawasan Devisa (Exchange Control System), pada sistem ini pemerintah memenopoli seluruh transaksi valuta asing. Tujuannya adalah untuk mencegah adanya aliran modal keluar dan melindungi pengaruh depresi dari negara lain, terutama saat menghadapi keterbatasan cadangan valuta asing yang relatif lebih sedikit dibandingkan dengan permintaannya. Oleh karenanya pemerintah perlu mengadakan alokasi di dalam penggunaan valuta asing tersebut.

4. Sistem Kurs Tambatan (Pagged Rate System), sistem nilai tukar yang dilakukan dengan mengaitkan nilai mata uang suatu negara dengan mata uang negara lain atau sejumlah mata uang tertentu. Sistem ini antara lain dilakukan oleh beberapa negara Afrika yang mengaitkan nilai mata uang dengan mata uang Perancis, dan beberapa negara lain yang mengaitkan nilai mata uangnya dengan Dollar Amerika.

0 Response to "PROSES TRANSAKSI EKSPOR IMPOR"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel