PENGERTIAN, TUJUAN, FUNGSI, MANFAAT DAN JENIS-JENIS PERPAJAKAN

Pajak 
Pajak sebagai sumber utama penerimaan negara sangat perlu ditingkatkan sehingga pembangunan nasional dapat dilaksanakan dengan kemampuan sendiri berdasarkan prinsip kemandirian. Peningkatan kesadaran masyarakat dibidang perpajakan harus ditunjang dengan iklim yang mendukung peningkatan peran aktif masyarakat serta pemahaman akan hak dan kewajiban dalam melaksanakan peraturan Perundang-Undangan Perpajakan. Peran serta masyarakat Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban kewajiban pembayaran pajak berdasarkan ketentuan perpajakan sangat diharapkan. Namun, tunggakan pajak sebagai akibat tidak dilunasinya utang pajak sebagaimana mestinya. 2.1.1.1 Pengertian Pajak

Pajak merupakan penerimaan negara yang paling utama dan paling besar hal untuk itu pajak merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional. Dibawah ini merupakan definisi pajak sebagai berikut:
Pengertian pajak menurut Waluyo dan Wirawan B. Ilyas adalah sebagai berikut ini :
“Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi-kembali, yang langsung ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas Negara untuk menyelengarakan pemerintahan”.(2003:4)

Sedangkan Pengetian pajak menurut Rochmat Soemitro adalah sebagai berikut :
“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa imbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.(2003:5)

Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak :
  1. Pajak dipungut berdasarkan Undang-Undang serta aturan pelaksanaanya yang bersifatnya dapat dipaksakan
  2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah
  3. Pajak dipungut oleh Negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah
  4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukkannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public invesment.
  5. Pajak dapat pula mempunyai tujuan lain selain budgetair, yaitu mengatur.
Selanjutnya hasil pemungutan pajak ini pada waktunya akan dipergunakan untuk membiayai pengeluaran-pengerluaran rutin dan sisanya (surplus) dapat dipergunakan untuk membiayai investasi-investasi pemerintah. Pendapatan pemerintah selain dari pajak adalah kekayaan alam, hasil perusahaan-perusahaan negara (BUMN), retribusi, denda, dan sebagainya.

2.1.1.2 Fungsi Pajak
Fungsi pajak tidak terlepas dari tujuan pajak, sementara tujuan pajak tidak terlepas dari tujuan negara. Dengan demikian, tujuan pajak itu harus diselaraskan dengan tujuan negara yang menjadi landasan tujuan pemerintah. Tujuan pemerintah baik tujuan pajak maupun tujuan negara semua berakar pada tujuan masyarakat. Tujuan masyarakat inilah yang menjadi falsafah bangsa dan negara. Oleh karena itu tujuan dan fungsi pajak tidak terlepas dari tujuan dan fungsi negara yang mendasarinya.

Berdasarkan pengertian-pengertian dan ciri-ciri yang dijelaskan, terlihat pemerintah yang memungut pajak semata-mata hanya untuk mengisi kas negara. Namun tidak demikian, karena pemungutan pajak mempunyai fungsi yaitu fungsi budgetair (sumber keuangan negara) dan fungsi regulerend (mengatur).

1. Fungsi budgetair (sumber keuangan negara)
Pengertian Fungsi budgetair menurut Siti Resmi adalah sebagai berikut :
“Pajak mepunyai fungsi budgetair artinya pajak merupakan salah satu penerimaan untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan, sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berupaya memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk kas negara.”(2003:2)

Sedangkan pengertian fungsi budgetair menurut Mardiasmo adalah sebagai berikut: “Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.” (2001:2)

Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pajak sebagai salah satu sumber penerimaan negara dengan mengukur sampai sejauh mana kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran negara.

2. Fungsi regulerend (mengatur)
Pengertian Fungsi regulerend menurut Siti Resmi adalah sebagai berikut: 
Fungsi regulerend yaitu fungsi yang digunakan sebagai alat untuk mengatur masyarakat, baik dibidang ekonomi, sosial maupun politik dengan tujuan tertentu.”(2003:3)

Sedangkan pengertian fungsi regulerend menurut Mardiasmo adalah sebagai berikut :
“Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Contoh :
  1. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi konsumsi minuman keras.
  2. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk mengurangi gaya hidup konsumtif.
  3. Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0%, untuk mendorong ekspor produk Indonesia dipasaran dunia”.(2001:2)
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pajak digunakan sebagai alat untuk mengatur dan mengarahkan masyarakat ke arah yang dikehendaki oleh pemerintah. Oleh karena itu fungsi mengatur sangat erat hubungannya dengan pemerintah untuk mengatur penerimaan pajaknya agar dapat digunakan secara efisien untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat.

2.1.1.3 Subjek dan Objek Pajak
Berikut ini akan dijelaskan siapa yang menjadi subjek pajak dan apa yang menjadi objek pajak.
1. Subjek Pajak
Subjek pajak diartikan sebagai orang yang ditunjuk oleh Undang-undang untuk dikenakan pajak. Pengertian subjek pajak menurut Waluyo sebagai berikut:
“Subjek pemungutan pajak, yaitu:
a. Orang Pribadi
Orang Pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia maupun diluar Indonesia.
b. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan
Menggantikan yang berhak warisan yang belum terbagi dimaksud merupakan subjek pajak pengganti menggantikan mereka yang berhak yaitu sebagai ahli waris.
c. Badan
Badan adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi PT,CV, Perseroan lainnya, serta BUMS dan bentuk usaha apapun.
d. Bentuk Usaha Tetap
Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau berada diluar Indonesia tidak lebih 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat dari kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia”.(2007:57)

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa subjek pajak merupakan sebuah satuan dari masyarakat yang terdiri dari orang pribadi, warisan yang belum terbagi, badan, serta bentuk usaha tetap yang ada.
2. Objek Pajak
Objek pajak dapat diartikan sebagai sasaran pengenaan pajak dan dasar untuk menghitung pajak terutang. Pengertian objek Menurut Waluyo adalah sebagai berikut ini:
“Objek pemungutan pajak, yaitu:

  1. Penghasilan;
  2. Laba usaha;
  3. Hadiah dari undian atau pekerjaan;
  4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta; dan
  5. Deviden”.(2007:66)
Berdasarkan teori diatas disebutkan bahwa objek pajak merupakan sasaran pengenaan pajak dan dasar untuk menghitung pajak terutang, yang berupa penghasilan, laba usaha, hadiah dari undian, keuntungan karena penjualan, serta deviden.

2.1.1.4 Syarat Pemungutan Pajak
Pemungutan pajak yang dilakukan oleh pemerintah tidak semata-mata untuk keperluan pemerintah disatu pihak, tetapi demi kepentingan rakyat banyak karena pajak merupakan pungutan yang dilakukan oleh pemerintah tanpa adanya kontra prestasi langsung kepada masyarakat secara individual dan tidak memandang jumlah yang diberikan masyarakat kepada pemerintah.

Pungutan pajak yang dilakukan pemerintah, dilaksanakan sedemikian rupa agar tidak merugikan masyarakat. Oleh karena itu diperlukan syarat-syarat yang khusus untuk melakukannya agar seimbang antara masyarakat dan pemerintah sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.

Adapun syarat-syarat pemungutan pajak menurut Mardiasmo adalah sebagai berikut :
“Asas pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka pemungut pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Pemungut pajak harus adil (syarat keadilan)
Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang-undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara unun dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. sedang adil dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak bagi wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak.
2. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (Syarat Yuridis)
Di Indonesia pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23. Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun warganya.
3. Tidak mengganggu perekonomian (Syarat Ekonomis)
Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.
4. Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansiil)
Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.
5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Sistem pemungutan sederhana harus memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang-undang perpajakan yang baru”.(2001:2)

Sedangkan syarat-syarat pemungutan pajak menurut Erly Suandy adalah sebagai berikut :
“Syarat-syarat pemungutan pajak :
1. Equality
Pembebanan pajak diantara subjek pajak hendaknya seimbang dengan kemampuannya, yaitu seimbang dengan penghasilan yang dinikmatinya dibawah perlindungan pemerintah. Dalam hal equality ini tidak diperbolehkan suatu negara mengadakan diskriminasi diantara sesama Wajib Pajak. Dalam keadaan yang sama Wajib Pajak harus diperlakukan sama dan dalam keadaan berbeda Wajib Pajak harus dilakukan berbeda.
2. Certainty
Pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak harus jelas dan tidak mengenal kompromi (not arbitrary). Dalam syarat ini kepastian hukum yang diutamakan adalah mengenai subjek pajak, objek pajak, tarif pajak, dan ketentuan mengenai pembayarannya.
3. Convenience Of Payment
Pajak hendaknya dipungut pada saat yang paling baik bagi Wajib Pajak, yaitu saat sedekat-dekatnya dengan saat diterimanya penghasilan/keuntungan yang dikenakan pajak.
4. Economic Of Collections
Pemungutan pajak hendaknya dilakukan sehemat mungkin, jangan sampai biaya pemungutan pajak lebih besar dari penerimaan pajak itu sendiri. Karena tidak ada artinya pemungutan pajak kalau biaya yang dikeluarkan lebih besar dari penerimaan pajak yang akan diperoleh”.(2000:19)
Berdasrkan kedua pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pemungutan pajak haruslah memenuhi syarat yang telah ditetapkan agar dapat tercapai suatu hal yang berkesinambungan antara Wajib Pajak dan penagih pajak serta untuk menghindari hambatan dan perlawanan dari Wajib Pajak, karena Wajib Pajak merasa dirugikan oleh fiskus.

2.1.1.5 Sistem Pemungutan Pajak
Sistem pemungutan pajak menurut Siti Resmi adalah sebagai berikut :
“Dalam memungut pajak dikenal beberapa sistem pemungutan, yaitu official assesment system, self assesment system, with holding system, yaitu:

  • Official Assesment Sysem adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan aparatur perpajakan untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan yang berlaku.
  • Self Assesment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan Wajib Pajak untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk :
  1. Menghitung sendiri pajak yang terutang;
  2. Memperhitungkan sendiri pajak yang terutang;
  3. Membayar sendiri jumlah pajak yang terutang;
  4. Melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang; dan
  5. Mempertanggungjawabkan pajak yang terutang.
3. With Holding System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakkan yang berlaku”.(2003:10)

Berdasarkan teori diatas dapat ditentukan bahwa sistem pemungutan pajak yang digunakan oleh negara Indonesia adalah sistem pemungutan pajak self assesment system dimana Wajib Pajak diberikan kewajiban sendiri untuk menghitung, membayar dan melaporkan sendiri pajak terutangnya kepada Kantor Pelayanan Pajak.

2.1.2 Sistem Modernisasi Perpajakan
2.1.2.1 Sejarah Sistem Modernsisasi Perpajakan
Sesuai dengan perkembangan kondisi lingkungan dan dunia usaha yang selalu berubah, Direktorat Jenderal Pajak merasa perlu untuk menyesuaikan dan menyempurnakan struktur organisasinya. Selama ini struktur organisasi Direktorat Jenderal Pajak didasarkan pada jenis pajak. Dengan struktur organisasi seperti ini pelaksanaan tugas di lapangan seringkali menimbulkan ketidakefisienan yang mengakibatkan pelayanan dan pengawasan tidak optimal.

Selama beberapa tahun terakhir, Direktorat Jenderal Pajak telah melakukan beberapa reformasi perpajakan dan modernisasi sistem administrasi perpajakan yang mengacu pada cetak biru. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Besar/Large Taxpayers Office (LTO) dan Kantor Pelayanan Pajak Wajib Besar dibentuk dengan menerapkan sistem administrasi perpajakan modern berlandaskan case management. Pola dan sistem di LTO itu akan direplikasikan pada seluruh kantor di Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus dan Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Pusat, 1 KPP Madya pada Kanwil Jakarta Pusat. Dan pada Januari 2005, 1 KPP Pratama juga telah dioperasikan dengan sistem yang modern juga.

Disamping pembentukan kantor dan penerapan sistem modern, modernisasi lebih lanjut ditandai dengan penerapan teknologi informasi terkini dalam pelayanan perpajakan seperti, on line payment, e-SPT, e-filling, e-registration dan sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak. Seiring dengan itu, Direktorat Jenderal Pajak juga melakukan kampanye sadar dan peduli pajak, pengembangan bank data dan Single Identification Number serta langkah-langkah lainnya yang sedang dan terus dikembangkan.

Program modernsasi sistem administrasi ini dilakukan untuk mencapai empat sasaran utama. Pertama, optimalisasi penerimaan yang berkeadilan yaitu perluasan tax base, minimalisasi tax grup dan stimulus fiskal. Kedua, peningkatkan kepatuhan sukarela yaitu melalui pemberian pelayanan prima dan penegakkan hukum yang konsisten. Ketiga, efisiensi administrasi, yaitu penerapan sistem dan administrasi yang handal dan pemanfaatan teknologi tepat guna. Terakhir, terbentuknya citra yang baik dan kepercayaan masyarakat yang tinggi yaitu kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang profesional, budaya organisasi yang kondusif dan pelaksanaan good governance.

Direktorat Jenderal Pajak sebagai organisasi yang terkait dengan seluruh sektor kehidupan masyarakat, menyadari sepenuhnya tanpa improvisasi di bidang teknologi informasi, dinamika bisnis tidak akan mampu diantisipasi. Lebih jelasnya, pemanfaatan teknologi informasi secara tepat mampu mendukung program transparansi dan keterbukaan, dimana kemungkinan terjadinya KKN, termasuk didalamnya penyalahgunaan kekuasaan dapat diminimalisasi.

2.1.2.2 Pengertian Sistem Modernisasi Perpajakan
Modernisasi administrasi perpajakan berperan penting dalam sistem perpajakan disuatu negara. Suatu negara dapat dengan sukses mencapai sasaran yang diharapkan dalam menghasilkan penerimaan pajak yang optimal karena administrasi perpajakannya mampu dengan efektif melaksanakan sistem perpajakan disuatu negara yang dipilih.

Pengertian Sistem Modernisasi Perpajakan menurut Marcus Taufan Sofyan adalah sebagai berikut :

“Sistem modernisasi perpajakan adalah penerapan sistem administrasi perpajakan yang mengalami penyempurnaan atau perbaikan kinerjanya, baik secara individu, kelompok, maupun kelembagaan agar lebih efisien, ekonomis dan cepat yang merupakan perwujudan dari program dan kegiatan reformasi administrasi perpajakan jangka menengah yang menjadi prioritas reformasi perpajakan yang digulirkan oleh Direktorat Jenderal Pajak sejak tahun 2001.”(2005:53)

Sedangkan Pengertian Sistem modernisasi perpajakan menurut Suparman adalah sebagai berikut : 
“Sistem modernisasi perpajakan adalah penyempurnaan atau perbaikan kinerja administrasi baik secara individu, kelompok maupun kelembagaan agar lebih efisien, ekonomis dan cepat.”(2007:1)

Sedangkan pengertian modernisasi menurut Indra Ismawan adalah sebagai berikut :
“Modernisasi administrasi perpajakan adalah suatu proses reformasi pembaharuan dalam bidang administrasi perpajakan yang dilakukan warga komprehensif, meliputi aspek teknologi informasi yaitu perangkat lunak, perangkat keras dan sumber daya manusia”.(2001:81)
Aspek-aspek tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Aspek Teknologi Infomasi
Aspek teknologi informasi yaitu proses pembaharuan dibidang teknologi informasi yang berkaitan dengan sistem pelayanan administrasi perpajakan misalnya dengan adanya e-system, e-registration, e-SPT, serta e-Filling.
a. e-System Perpajakan
Guna mendukung berjalannya modernisasi perpajakan dan dalam rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat maupun Wajib Pajak, terus dikembangkan pemanfaatan dan penerapan e-system terkait dengan perpajakan. Hal ini dimaksudkan agar semua proses kerja dan pelayanan perpajakan berjalan dengan baik, lancar, cepat, dan akurat. Beberapa e-System yang dapat dimanfaatkan masyarakat atau Wajib Pajak menurut Liberti Pandiangan, adalah sebagai berikut: “e-System yang dapat dimanfaatkan masyarakat atau Wajib Pajak yaitu e-Registration, e-SPT, e-Filling, e-Payment.” (2007:34)
b. e-Registration
Masyarakat yang akan mendaftar sebagai Wajib Pajak, jika tidak ada waktu, atau sedang berada di tempat atau daerah lain, atau mungkin malas, tetap dapat melaksanakan pendaftaran tersebut dengan baik tanpa harus datang ke KPP. Cukup berada di rumah atau di kantor atau warung internet, kapan pun, dimana pun, atau oleh siapa pun, yakni fasilitas e-Registration.
Pengetian e-registration menurut Liberti Pandiangan adalah sebagai berikut:

“e-Registration adalah sistem pendaftaran, perubahan data Wajib Pajak dan atau pengukuhan maupun pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak melalui sistem yang terhubung langsung secara online dengan Direktorat Jenderal Pajak”.(2007:34)

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa e-registration merupakan sebuah alat pembaharuan modernsisasi guna mendukung terlaksananya modernisasi administrasi perpajakan dalam hal sistem teknologi informasi yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
c. e-SPT
e-SPT merupakan sebuah alat pembaharuan modernisasi yang dapat diakses melalui kompunter atau dalam bentuk digital ke KPP.Pengertian e-SPT Menurut Liberti Pandiangan sebagai berikut : “e-SPT adalah penyampaian SPT dalam bentuk digital ke KPP secara elektronik atau dengan menggunakan media komputer”. (2007:35)
Serta yang dapat diaplikasikannya adalah laporan SPT Masa PPh, SPT Tahunan PPh, dan SPT masa PPN. Maka sesuai dengan jenis SPT-nya makan ada e-SPT PPh, e-SPT PPN.
d. e-Filling
Pengertian e-Filiing menurut Liberti Pandiangan adalah sebagai berikut : “e-Filling adalah suatu cara penyampaian SPT yang dilakukan melalui sistem online dan real time”. (2007:38)

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa e-Filling merupakan bentuk modernisasi administrasi perpajakan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak yang berfungsi untuk penyampaian SPT yang dapat dilakukan secara online dan real time.

2. Aspek Sumber Daya Manusia
Aspek Sumber daya manusia yaitu proses pembaharuan yang dilakukan oleh pihak Direktorat Jenderal Pajak mencakup keahlian fiskus dalam menghitung pajak Wajib Pajak serta pemahaman tentang pajak yang lebih baik daripada yang dahulu serta melakukan seleksi pegawai yang ketat guna mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas, dan penempatan aparat perpajakan sesuai kapasitasnya, dan adanya pelatihan dan pengembangan kepribadian serta perubahan pada Struktur Organisasi pada setiap Kantor Pelayanan Pajak.

3. Aspek Perangkat Keras dan Perangkat Lunak
Aspek perangkat keras merupakan suatu proses pembaharuan yang meliputi dalam hal penyediaan sarana dan prasana yang memadai, sedangkan perangkat lunak merupakan proses pembaharuan meliputi struktur organisasi, kelembagaan, serta penyempurnaan dan penyederhanaan sistem operasi agar lebih efektif dan efisien.

Menurut Carlos A.Silvani seperti yang dikutip oleh Ely Suhayati dan Siti Kurnia Rahayu menyebutkan bahwa administrasi perpajakan dikatakan efektif bila mampu mengatasi masalah-masalah seperti:

  1. “Wajib Pajak yang tidak terdaftar (unregistered taxpayers)Dengan administrasi pajak yang efektif akan mampu mendeteksi akan menindak dengan menerapkan sanksi tegas bagi masyarakat yang telah memenuhi ketentuan menjadi Wajib Pajak tapi belum terdaftar. Penambahan jumlah Wajib Pajak secara signifikan akan meningkatkan jumlah penerimaan pajak.
  2. Wajib Pajak yang tidak menyampaikan Surat Pemberithauan (SPT) Administrasi perpajakan efektif akan dapat mengetahui penyebab Wajib Pajak tidak menyampaikan SPT melalui pemeriksaan pajak.
  3. Penyelundup pajak (tax evaders) Penyelundup pajak yaitu Wajib Pajak yang melaporkan pajak lebih kecil dari uamg seharusnya menurut ketentuan perundang-undangan akan lebih terdeteksi dengan dukungan adanya bank data tentang Wajib Pajak dan seluruh aktivitas usahanya sangat diperlukan.
  4. Penunggak pajak (delinquent payers) Upaya pencairan tunggakan pajak dilakukan melalui pelaksaan tindakan penagihan secra intensif dalam set administrasi pajak yang belih baik akan lebih efektif melaksanakan upaya tersebut”. (2006:23)
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa modernisasi perangkat lunak disini berarti suatu perbaikan dalam hal struktur organisasi, kelembagaan, serta penyempurnaan dan penyederhanaan sistem operasi agar lebih efektif dan efisien. Untuk modernisasi perangkat keras yaitu dalam hal penyediaan sarana dan prasana yang memadai sedangkan untuk modernisasi sumber daya manusia yaitu dalam hal penyiapan sumber daya manusia yang berkualitas dan profesional yang dilakukan dengan cara seleksi pegawai yang ketat, penempatan aparat perpajakan sesuai kapasitasnya, dan adanya pelatihan dan program pengembangan self capaity.

2.1.2.3 Konsep dan Tujuan Sistem Modernisasi Perpajakan
Untuk mendukung modernsisasi administrasi perpajakan tidak akan terlepas dari tujuan dan konsep modernisasi administrasi perpajakan itu sendiri itu sendiri. Konsep dan Tujuan modernisasi menurut Liberti Pandiangan adalah sebagai berikut:
1. “Konsep Modernisasi Administrasi Perpajakan
Konsep Modernisasi administrasi perpajakan yang dilakukan pada dasarnya meliputi:
a. Restrukturisasi organisasi, konsepnya yaitu :

  • Debirokratisasi;
  • Struktur organisasi berbasis fungsi terkait dengan perpajakan;
  • Dilakukan pemisahan antara fungsi pemeriksaan dengan fungsi keberatan;
  • Lebih efisien dan customer orientid.
b. Penyempurnaan proses bisnis melalui pemanfaatan dengan fungsi keberatan, konsepnya yaitu:
  1. berbasis teknologi informasi dan informasi;
  2. efisien dan customer orientid;
  3. sederhana dan mudah dimengerti; serta
  4. adanya built-in control.
c. Penyempurnaan manajemen sumber daya manusia, konsepnya yaitu:
  1. berbasis kompetensi;
  2. optimalisasi teknologi komunikasi dan informasi;
  3. customer drive;, serta
  4. continous improvement.
2. Tujuan Modernisasi Administrasi Perpajakan
Tujuan modernisasi administrasi perpajakan yaitu untuk menjawab latar belakang dilakukannya modernisasi perpajakan, yaitu:

  1. tercapainya tingkat kepatuhan wajib pajak (tax compliance) yang tinggi;
  2. tercapainya tingkat kepercayaan (trust) terhadap adminisrtasi perpajakan yang tinggi; dan
  3. tercapainya tingkat produktivitas pegawai pajak yang tinggi”.(2008:7)
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa konsep dan tujuan modernisasi adminitrasi perpajakan merupakan perbaikan untuk memperbaiki sistem yang sudah ada dengan tujuan agar tercapainya tingkat kepatuhan Wajib Pajak, tingkat kepercayan Wajib Pajak, serta tercapainya tingkat produktivitas pegawai pajak yang tinggi.

21.3 Pemeriksaan Pajak
2.1.3.1 Pengertian Pemeriksaan Pajak
Pemeriksaan pajak merupakan instrument untuk menentukan kepatuhan, baik formal maupun material, yang tujuan utamanya adalah untuk menguji tingkat kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan yang telah dilaksanakan atas dasar self assessment system.

Pengertian Pemeriksaan Pajak menurut Waluyo dan Wirawan B.Ilyas, menyatakan bahwa: 

“Pemeriksaan Pajak adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan keterangan lainnya, untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan serta untuk tujuan lain, dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.”(2001 : 10)

Sedangkan pengertian pemeriksaan pajak menurut Erly Suandy, menyatakan bahwa: 

“Pemeriksaan Pajak adalah untuk meningkatkan kepatuhan (tax compliance), melalui upaya-upaya penegakan hukum (law enforcement), sehingga dapat meningkatkan penerimaan pajak.” (2006 : 100)

Dari uraian tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian pemeriksaan pajak adalah rangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, memperoleh data dan keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan serta untuk tujuan lain, dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan serta untuk meningkatkan kepatuhan (tax compliance), melalui upaya-upaya penegakan hukum (law enforcement), sehingga dapat meningkatkan penerimaan pajak.

2.1.3.2 Tujuan Pemeriksaan Pajak
Secara umum tujuan yang utama dari pemeriksaan pajak adalah pengujian kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan, kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi oleh wajib pajak termasuk didalamnya tidak terkecuali para pemungut dan para pemotong pajak.

Tujuan Pemeriksaan Pajak menurut Erly Suandy, menyatakan bahwa:
“Tujuan Pemeriksaan Pajak adalah sebagai berikut :
  1. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan
  2. Tujuan lain, dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.”( 2006 : 101 ) 
Penjelasan dari kutipan diatas adalah sebagain berikut :
1. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, adalah sebagai berikut:
  1. SPT lebih bayar
  2. SPT rugi.
  3. SPT tidak atau terlambat disampaikan.
  4. SPT memenuhi kriteria yang ditentukan Direktur Jenderal Pajak untuk diperiksa.
  5. Adanya indikasi tidak dipenuhi kewajiban-kewajiban selain kewajiban pada huruf b.
2. Tujuan lain, dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yaitu:
  • Pemberian NPWP (secara jabatan)
  • Penghapusan NPWP.
  • Pengukuhan PKP secara jabatan dan pengukuhan atau pencabutan Pengukuhan PKP
  • Wajib Pajak mengajukan keberatan atau banding .
  • Pengumpulan bahan untuk penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
  • Pencocokan data dan atau alat keterangan.
  • Penentuan Wajib Pajak berlokasi di tempat terpencil.
  • Penentuan satu atau lebih tempat terutang PPN.
  • iTujuan lain selain a s/d h.
2.1.3.3 Jenis Pemeriksaan Pajak
Pada prinsipnya pemeriksaan dapat dilakukan terhadap semua Wajib Pajak, namun karena keterbatasan sumber daya manusia atau tenaga pemeriksa di Direktorat Jenderal Pajak, maka pemeriksaan tidak dapat dilakukan terhadap semua Wajib Pajak. Pemeriksaan hanya akan dilakukan terutama terhadap Wajib Pajak yang SPT-nya menyatakan Lebih Bayar karena hal ini telah diatur dalam UU KUP. Disamping itu pemeriksaan dilakukan juga terhadap Wajib Pajak tertentu dan Wajib Pajak yang tingkat kepatuhannya dianggap rendah.

Jenis-jenis Pemeriksaan pajak menurut Siti Kurnia Rahayu, menyatakan bahwa :
“Jenis-Jenis Pemeriksaan Pajak adalah :
  1. Pemeriksaan Rutin
  2. Pemeriksaan Kriteria Seleksi
  3. Pemeriksaan Khusus
  4. Pemeriksaan Bukti Permulaan
  5. Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi
  6. Pemeriksaan Tahun Berjalan
  7. Pemeriksaan Terintegrasi
  8. Pemeriksaan untuk tujuan Penagihan Pajak.” (2008 : 42)
Penjelasan dari kutipan diatas mengenai jenis-jenis pemeriksaan pajak :
  1. Pemeriksaan rutin adalah pemeriksaan terhadap wajib pajak sehubungan dengan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakannya. Pada umumnya pemeriksaan ini didasarkan hal-hal seperti SPT Tahunan orang pribadi atau badan yang menyatakan lebih bayar, SPT Tahunan PPh wajib pajak badan menyatakan rugi tidak lebih bayar dan lain-lain.
  2. Pemeriksaan kriteria seleksi adalah pemeriksaan yang dilakukan terhadap wajib pajak yang dipilih untuk diperiksa berdasar sistem kriteria seleksi atau sampling yang dimaksudkan untuk mengurangi unsur subjektivitas dalam suatu pemilihan wajib pajak karena proses pemilihan berdasarkan atas variabel-variabel terukur dalam suatu program aplikasi komputer. Variabel tersebut adalah rasio antara elemen dalam SPT yang dilaporkan dengan informasi atau data yang terdapat pada dirjen pajak. Dengan digunakannya sistem ini, wajib pajak yang mempunyai potensi tinggi dan menunjukkan indikasi kuat melakukan pelanggaran terhadap kewajiban pajaknya dapat diperiksa.
  3. Pemeriksaan khusus adalah pemeriksaan yang dilakukan terutama terhadap wajib pajak sehubungan dengan adanya keterangan atau masalah yang berkaitan dengannya dan sifatnya sangat selektif dan dilakukan demi terciptanya keadilan dalam suatu pemungutan pajak. Pemeriksaan ini dapat dilakukan terhadap wajib pajak yang diduga melakukan tindak pidana pajak, wajib pajak yang diadukan oleh masyarakat, dan wajib pajak tertentu tidak berdasar atas pertimbangan Ditjen Pajak.
  4. Pemeriksaan wajib pajak lokasi adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan atas cabang, perwakilan pabrik dan atau tempat usaha dari wajib pajak domisili.
  5. Pemeriksaan tahun berjalan.yaitu pemeriksaan terhadap wajib pajak yang dilakukan dalam tahun berjalan untuk jenis-jenis pajak tertentu atau seluruh jenis pajak. Pemeriksaan ini dapat dilakukan terhadap wajib pajak domisili atau wajib pajak lokasi
  6. Pemeriksaan bukti permulaan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan kuat telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.
  7. Pemeriksaan terintegrasi, pemeriksaan ini diperuntukkan bagi perusahaan yang memiliki kelompok usaha yang biasanya dalam bentuk group ditemukan adanya indikasi keterkaitan dengan anggota group lain maka dimungkinkan untuk dilakukan pemeriksaan secara terintegrasi.
2.1.3.4 Ruang Lingkup Pemeriksaan Pajak
Ruang lingkup pemeriksaan pajak merupakan ruang lingkup pemeriksaan yang meliputi suatu jenis pajak, beberapa jenis pajak atau seluruh jenis pajak, untuk tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya dan atau untuk tujuan lain yang dimana pemeriksaan pajak tersebut dilakukan di tempat Wajib Pajak dan di kantor Direktorat Jenderal Pajak. 
Ruang lingkup pemeriksaan pajak Menurut Siti Kurnia Rahayu, menyatakan bahwa:
“Ruang lingkup pemeriksaan pajak terdiri dari :
1. Pemeriksaan Lapangan
  • Pemeriksaan lengkap
  • Pemeriksaan Sederhana Lapangan
2. Pemeriksaan Kantor.”(2008 : 61)
Penjelasan kutipan diatas mengenai ruang lingkup pemeriksaan pajak adalah sebagai berikut :
1. Pemeriksaan Lapangan, adalah pemeriksaan yang dilakukan terhadap wajib pajak ditempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas wajib pajak, tempat tinggal wajib pajak atau di tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak. Pemeriksaan lapangan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
  • Pemeriksaan lengkap lapangan, dimana dilakukan terhadap wajib pajak termasuk kerjasama operasi dan konsorsium, atas beberapa atau seluruh jenis pajak untuk tahun berjalan atau tahun-tahun sebelumnya.
  • Pemeriksaan sederhana lapangan, adalah pemeriksaan lapangan yang dilakukan terhadap wajib pajak untuk satu, beberapa atau seluruh jenis pajak secara terkoordinasi antarseksi oleh kepala kantor unit pelaksana pemeriksaan pajak, dalam tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya.
2. Pemeriksaan Kantor, adalah pemeriksaan terhadap wajib pajak yang meliputi jenis pajak tertentu untuk tahun berjalan yang dilakukan dengan menerapkan teknik-teknik pemeriksaan dengan bobot dan kedalaman yang sederhana yang dilakukan di kantor, dan hanya dapat dilaksanakan dengan pemeriksaan sederhana kantor.

2.1.3.5 Tahapan Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak
Tahapan-tahapan tentang pelaksanaan pemeriksaan pajak harus dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pelaksanaan pemeriksaan pajak dilakukan dengan bertahap tujuannya supaya pemeriksaan mendapatkan hasil yang maksimal dan juga agar tidak keluar jalur peraturan yang sudah ditetapkan semula serta agar disiplin dalam pelaksanaannya.
Tahapan pelaksanaan pemeriksaan pajak Menurut Waluyo dan Wirawan B. Ilyas, menyatakan bahwa:
“Pemeriksaan Pajak dilalui melalui tiga tahapan pemeriksaan yaitu :
  1. Tahap Persiapan Pemeriksaan
  2. Tahap Pelaksanaan Pemeriksaan
  3. Tahap Pembuatan Kertas Kerja dan Pelaporan Pemeriksaan.”(2003 : 67)
Penjelasan kutipan diatas mengenai tahapan pemeriksaan, yaitu :
1. Persiapan Pemeriksaan Pajak
Persiapan pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemeriksa sebelum melaksanakan tindakan pemeriksaan dan meliputi kegiatan sebagai berikut :
  1. Mempelajari berkas wajib pajak atau berkas data
  2. Menganalisis SPT dan laporan keuangan wajib pajak
  3. Mengidentifikasi masalah
  4. Melakukan pengenalan lokasi wajib pajak
  5. Menentukan ruang lingkup pemeriksaan
  6. Menyusun program pemeriksaan
  7. Menentukan buku-buku dan dokumen yang akan dipinjam
  8. Menyediakan sarana pemeriksaan
Tujuan dari tahap persiapan pemeriksaan ini adalah agar pemeriksa dapat memperoleh gambaran umum mengenai kondisi dan profil wajib pajak yang akan diperiksa. Hal ini akan mempermudah penyusunan program pemeriksaan, dan juga akan mempermudah pencapaian sasaran dari dilakukannya pemeriksaan.

2. Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak
Pemeriksaan dilakukan dengan berpedoman pada Norma pemeriksaan yang berkaitan dengan pemeriksa pajak, pemeriksaan dan wajib pajak. Pemeriksaan dilaksanakan oleh pemeriksa pajak yang tergabung dalam Tim Pemeriksa Pajak yang susunannya terdiri dari seorang supervisor, seorang ketua tim dan seorang atau lebih anggota. 

Pelaksanaan pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan pemeriksa yang meliputi :
  1. Memeriksa di tempat wajib pajak
  2. Melakukan penilaian atas sistem pengendalian intern
  3. Memutakhirkan ruang lingkup dan program pemeriksaan
  4. Melakukan pemeriksaan atas buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen
  5. Melakukan konfirmasi kepada pihak ketiga
  6. Memberitahukan hasil pemeriksaan kepada wajib paja
  7. Melakukan sidang penutup
3. Pembuatan Laporan Pemeriksaan Pajak
Laporan pemeriksaan pajak adalah laporan yang dibuat oleh pemeriksa pada akhir pelaksanaan pemeriksaan. Laporan pemeriksaan merupakan ikhtisar dan penuangan semua hasil pelaksanaan tugas pemeriksaan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Laporan pemeriksaan pajak menyajikan penilaian serta pengujian atas ketaatan pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak yang diperiksa, yang disarikan dari kertas kerja pemeriksaan. Laporan pemeriksaan pajak akan digunakan sebagai dasar untuk penerbitan surat ketetapan pajak.

2.1.3.6 Kebijakan Umum Pemeriksaan Pajak
Hal-hal yang melatarbelakangi kebijakan umum pemeriksaan pajak adalah konsekuensi kepatuhan perpajakan, untuk meminimalisir adanya Tax Avoidance dan Tax Evasion, mengurangi tingkat kebocoran pajak penghasilan, serta pengenaan sanksi dari hasil pemeriksaan.

Menurut Siti Kurnia Rahayu menjelaskan tentang kebijakan umum pemeriksaan pajak :
“Sebagai pedoman pelaksanaan pajak, Direktorat Jenderal Pajak telah menetapkan beberapa kebijakan umum yang dapat diuraikan sebagai berikut :
  1. Jangka waktu pelaksanaan pemeriksaan pajak terbatas
  2. Setiap wajib pajak mempunyai peluang yang sama untuk diperiksa
  3. Setiap pemeriksaan yang dilakukan harus dilengkapi dengan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3) yang mencantumkan tahun pajak yang diperiksa
  4. Pemeriksaan ulang terhadap jenis dan tahun pajak yang sama, tidak diperkenankan
  5. Wajib pajak bersifat kooperatif terhadap pemeriksa pajak seperti meminjamkan dokumen-dokumen, buku-buku, catatan-catatan dalam pelaksanaan pemeriksaan wajib pajak dan tidak harus asli dapat berupa fotokopi yang sesuai aslinya
  6. Pemeriksaan dapat dilakukan dikantor pemeriksa (untuk pemeriksaan sederhana) atau ditempat wajib pajak (untuk pemeriksaan sederhana lapangan atau pemeriksaan lengkap)
  7. Dapat dilakukan perluasan pemeriksaan, baik untuk tahun-tahun sebelumnya maupun tahun sesudahnya
  8. Setiap hasil pemeriksaan pajak harus diberitahukan kepada wajib pajak secara tertulis, yaitu mengenai hal-hal yang berbeda antara SPT wajib pajak dengan hasil pemeriksaan, dan selanjutnya untuk ditanggapi oleh wajib pajak.”(2008 : 13 )
Penjelasan kutipan diatas mengenai kebijakan umum pemeriksaan pajak adalah sebagai berikut :
1. Jangka waktu pelaksanaan pemeriksaan pajak terbatas.
Jangka waktu pemeriksaan pajak dibedakan menurut jenis pemeriksaan pajaknya, yaitu sebagai berikut :
  • Pemeriksaan Lapangan (PL) harus diselesaikan dalam jangka waktu dua bulan, terhitung sejak surat pemberitahuan pemeriksaan pajak diterima oleh wajib pajak atau sesuai dengan instruksi direktur pemeriksaan, penyelidikan dan penagihan pajak. Jangka waktu tersebut dapat diberikan perpanjangan hanya paling lama 6 bulan.
  • Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL) harus diselesaikan dalam jangka waktu satu bulan, terhitung sejak SP3 diterima oleh wajib pajak. Jangka waktu tersebut hanya dapat diberikan perpanjangan waktu paling lama satu bulan.
  • Pemeriksaan Sederhana Kantor (PSK) harus diselesaikan dalam jangka waktu empat minggu, terhitung sejak surat pemberitahuan pemeriksaan pajak diterima oleh wajib pajak. Jangka waktu tersebut dapat diberikan perpanjangan waktu paling lama dua minggu.
2. Setiap wajib pajak mempunyai peluang yang sama untuk diperiksa.
Pada dasarnya semua wajib pajak, baik wajib pajak badan maupun wajib pajak orang pribadi dapat diperiksa. Yang membedakan hanya jenis pemeriksaannya. Oleh karena itu, untuk menentukan mana wajib pajak yang akan diperiksa, telah diintrodusir suatu sistem pemilihan yang didasarkan pada kriteria objektif dengan menggunakan beberapa variabel terukur dalam suatu program aplikasi komputer. Dengan demikian setiap wajib pajak yang akan diperiksa akan diberi skor tertentu yang menggambarkan tingkat kepatuhannya berdasarkan rasio antara unsur-unsur dalam Surat Pemberitahuan (SPT) yang dilaporkan oleh wajib pajak dengan data dan atau sumber informasi yang dimilliki oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

3. Setiap pemeriksaan yang dilakukan harus dilengkapi dengan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3) yang mencantumkan tahun pajak yang diperiksa.
Dalam hal wajib pajak diperiksa, wajib pajak berhak untuk menanyakan kepada pemeriksa pajak yang memeriksa, tanda pengenal yang syah dan Surat Pemeriksaan Pajak (SP3) yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang, misalnya oleh kantor unit pelaksana pemeriksaan pajak untuk pemeriksaan yang dilakukan oleh unit kantor tersebut.

Apabila pemeriksaan dilakukan oleh kantor pusat DJP maka yang menandatangani SP3 adalah direktur pemeriksaan, penagihan, dan penyidikan pajak. Setiap SP3 hanya menyangkut satu tahun pajak. Tujuannya adalah untuk membatasi kewenangan pemeriksa dalam melakukan pemeriksaan. Selanjutnya apabila pemeriksaan akan diperluas ke tahun-tahun sebelumnya atau sesudahnya selain tahun pajak yang diperiksa, haruslah diterbitkan SP3 yang baru sesuai dengan tahun pajak yang bersangkutan.

4. Pemeriksaan ulang terhadap jenis dan tahun pajak yang sama, tidak diperkenankan kecuali dalam hal seperti berikut :
  • Terdapat indikasi bahwa wajib pajak diduga telah atau sedang melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.
  • Terdapat data baru dan atau data semula belum terungkap, mengakibatkan penambahan jumlah pajak terutang atau mengurangi kerugian yang dapat dikompensasikan.
5. Wajib pajak bersifat kooperatif terhadap pemeriksa pajak seperti meminjamkan dokumen-dokumen, buku-buku, catatan-catatan dalam pelaksanaan pemeriksaan wajib pajak dan tidak harus asli dapat berupa fotokopi yang sesuai aslinya.

Apabila terdapat kekhawatiran dari wajib pajak dalam meminjamkan buku, catatan dan dokumen lainnya yang asli dengan alasan takut hilang, wajib pajak dapat menyerahkan dan meminjamkan kepada pemeriksa, fotokopinya saja, asalkan dilengkapi dengan surat pernyataan yang menyatakan bahwa fotokopi tersebut sama atau sesuai dengan aslinya.

Mengenai hal peminjaman buku, catatan, dan dokumen lainnya, sebaiknya wajib pajak bersifat kooperatif dengan pemeriksa dan berakibat pemeriksaan memakan waktu lebih lama, karena tidak terpenuhinya jangka waktu penyelesaian pemeriksaan.

6. Pemeriksaan dapat dilakukan dikantor pemeriksa (untuk pemeriksaan sederhana) atau ditempat wajib pajak (untuk pemeriksaan sederhana lapangan atau pemeriksaan lengkap).

Pemeriksaan Kantor adalah pemeriksaan yang dilakukan dikantor pelayanan pajak terhadap satu atau beberapa jenis pajak, secara terkoordiansi antar seksi jenis pajak tertentu oleh kepala kantor, untuk tahun berjalan dan atau untuk tahun-tahun sebelumnya. Pemeriksaan ini hanya dapat dilakukan dengan cara Pemeriksaan Sederhana Kantor (PSK).

Pemeriksaan Lapangan (PL) adalah pemeriksaan yang dilakukan terhadap wajib pajak, termasuk terhadap suatu bentuk kerjasama operasi (KSO), dan konsorsium atas seluruh jenis pajak, untuk tahun berjalan dan atau untuk tahun-tahun sebelumnya, yang dilakukan dengan menerapkan teknik-teknik pemeriksaan pajak yang lazim digunakan dalam rangka mencapai tujuan pemeriksaan.

Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL) adalah pemeriksaan lapangan yang dilakukan terhadap wajib pajak untuk satu, beberapa atau seluruh jenis pajak secara terkoordinasi antar seksi jenis pajak tertentu oleh kepala kantor, untuk tahun berjalan dan atau untuk tahun-tahun sebelumnya, yang dilaksanakan dengan cara menerapkan teknik-teknik pemeriksaan yang dianggap perlu dalam rangka mencapai tujuan pemeriksaan.

7. Dapat dilakukan perluasan pemeriksaan, baik untuk tahun-tahun sebelumnya maupun tahun sesudahnya, yaitu dalam hal :
  • SPT Tahunan, wajib pajak orang pribadi atau badan menyatakan adanya kompensasi kerugian dari tahun-tahun sebelumnya yang belum dilakukan pemeriksaan.
  • Sebab-sebab lain berdasarkan instruksi direktur pemeriksaan, penyidikan, dan penagihan pajak.
8. Setiap hasil pemeriksaan pajak harus diberitahukan kepada wajib pajak secara tertulis, yaitu mengenai hal-hal yang berbeda antara SPT wajib pajak dengan hasil pemeriksaan, dan selanjutnya untuk ditanggapi oleh wajib pajak.

Wajib pajak berhak untuk menyampaikan sanggahan atau tanggapan secara tertulis kepada pemeriksa pajak, setelah diterimanya surat pemberitahuan hasil pemeriksaan. Berdasarkan sanggahan atau tanggapan wajib pajak tersebut, pemeriksa pajak akan mengundang wajib pajak untuk melakukan pembahasan akhir antar hasil pemeriksaan yang telah dilaksanakan.

2.1.4 Pengertian Pemeriksaan Rutin
Pemeriksaan pajak merupakan salah stu pilar-pilar dari tax low enforcement, dimana salah satu jenis pemeriksaan pajak adalah pemeriksaan rutin yang memiliki tujuan untuk menguji wajib pajak dalam pemenuhankewajiban wajib pajak.

Menurut Siti Kurnia Rahayu menjelaskan mengenai pemeriksaan rutin, menyatakan bahwa:
”Pemeriksaan rutin adalah pemeriksaan terhadap wajib pajak sehubungan dengan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakannya. Pada umumnya pemeriksaan ini didasarkan hal-hal seperti SPT Tahunan orang pribadi atau badan yang menyatakan lebih bayar, SPT Tahunan PPh wajib pajak badan menyatakan rugi tidak lebih bayar dan lain-lain”.(2008 : 42)

Berdasarkan SE-10/PJ.04/2008 menjelaskan mengenai Pemeriksaan Rutin, menyatakan bahwa:
”Pemeriksaan Rutin merupakan pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak sehubungan dengan pemenuhan hak dan/atau pelaksanaan kewajiban perpajakannya atau karena diwajibkan oleh Undang-Undang KUP”. (www.pajaktaxes.blogspot.com)

Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa dengan adanya pemeriksaan pajak diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak termasuk pemeriksaan dengan jenis pemeriksaan rutin. Hal ini juga disertai dengan adanya sanksi administrasi dan sanksi pidana yang diharapkan dapat menimbulkan efek jera terhadap wajib pajak yang tidak mengindahkan kewajibannya ataupun bagi wajib pajak yang menghindari pajak yang harus dibayar.

2.1.4.1 Kriteria Pemeriksaan Rutin
Kriteria pemeriksaan pajak merupakan kebijakan pemeriksaan pajak dari Direktorat Jenderal Pajak, seperti dituangkan dalam Surat Edaran Direktur jenderal pajak Nomor SE-10/PJ.7/2004 yag dikutip oleh Pardiat, menyatakan bahwa Kriteria pemeriksaan Rutin adalah:
“Pemeriksaan Rutin dapat dilaksanakan dalam hal:
1. Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan Menyampaikan:
  • SPT Tahunan/SPT Masa yang menyatakan Lebih Bayar;
  • SPT Tahunan PPh untuk bagian tahun pajak sebagai akibat adanya perubahan tahun buku atau metode pembukuan atau penilaian kembali aktiva tetap yang telah disetujui oleh Direktur jenderal Pajak;
  • Wajib Pajak melakukan penggabungan, pemekaran, pengambilalihan usaha, atau likuidasi, penutupan usaha, ataSu akan meninggalkan Indonesia selama-lamanya;
2. Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan tidak menyampaikan SPT Tahunan/Masa dalam jangka waktu yang telah ditentukan dan setelah ditegur secara tertulis tidak menyampaikan SPT pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat teguran;
3. Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan melakukan kegiatan membangun sendiri yang pemenuhan kewajiban PPN atas kegiatan tersebut patut diduga tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya;
4. Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan usaha/pekerjaan bebas atau WP bdan yang mengajukan permohonan pencabutan NPWP atau perubahan tempat terdaftarnya WP dari suatu KPP ke KPP lain”. (2007:5)

2.1.4.2 Jangka Waktu Pemeriksaan Rutin
Menurut Siti Kurnia Rahayu, jangka waktu pemeriksaan dilakukan pada saat :
“Untuk pemeriksaan sederhana lapangan selama 4 bulan, sejak tanggal dismpaikannya Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak Kepada WP. Jangka waktu penyelesaian terebut dapat diperpanjang:
  • Untuk pemeriksaan sederhana kantor diperpanjang 5 minggu, untuk PKP Eksportir 6 bulan.
  • Untuk pemeriksaan sederhana lapangan diperpanjang 8 bulan.”(2009:268)
2.1.5 Hubungan Sistem Administrasi Perpajakan Modern dengan Efektivitas Pelaksanaan Pemeriksaan Rutin
Sistem administrasi perpajakan modern merupakan salah satu upaya untuk peningkatan efektivitas kinerja salah satunya adalah pelaksanaan pemeriksaan rutin.

Adapun Teori Penghubung Pengaruh Sistem Administrasi Perpajakan Modern Terhadap Efektivitas Pelaksanaan Pemeriksaan Rutin menurut Siti Kurnia Rahayu, menyatakan bahwa: 

“Sistem administrasi perpajakan modern memiliki program-program reformasi administrasi perpajakan jangka menengah DJP, diantaranya yaitu program meningkatkan efektivitas pemeriksaan.” (2009:117)

Menurut Siti Kurnia Rahayu menjelaskan :
“Untuk kegiatan law enforcement, dikembangkan program pemeriksaan berbasis analisis resiko (risk analysis), sehingga sumber daya yang ada dapat secara efektif melakukan pemeriksaan berdasarkan skala prioritas dengan membuat segmentasi resiko yang dihadapi, Apabila sistem perpajakan modern telah dilaksanakan dengan baik, maka pelaksanaan pemeriksaan akan efektif yang sesuai dengan jangka waktu, tahapan pemeriksaan yang dipenuhi, dan kualitas SDM.”(2009:113)

Dari penjelasan diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa, dengan dikembangkannya program pemerikasaan yang dilakukan oleh DJP maka sumber daya yang ada khususnya pemeriksa dapat lebih efektif dalam melalukan pemeriksaan berdasarkan skala prioritas. Oleh karena itu sistem adminitrasi perpajakan modern memiliki pengaruh terhadap efektivitas pemeriksaan rutin.

2.2 Kerangka Pemikiran
Suatu negara pada umumnya bertujuan untuk mensejahterakan rakyatnya, salah satu cara yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan dilakukannya pembiayaan pembangunan diberbagai sektor kehidupan dan sumber utama pembiayaan pembangunan tersebut adalah berasal dari pajak.
Menurut Siti Kurnia Rahayu, pajak merupakan salah satu sumber terbesar penerimaan negara. Pajak memiliki 2 fungsi, yaitu :
  1. Fungsi penerimaan (budgetair), merupakan fungsi utama pajak, atau fungsi fiskal (fiscal function), yaitu pajak dipergunakan sebagai alat untuk memasukkan dana secara optimal ke kas negara yang dilakukan sistem pemungutan berdasarkan undang-undang perpajakan yang berlaku.
  2. Fungsi mengatur (regulerend), yaitu pajak merupakan alat kebijakan pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu. (2009:25)
Masyarakat yang merasa menjadi Wajib Pajak akan membayarkan pajaknya kepada Kantor Pelayanan Pajak. Kantor Pelayanan Pajak merupakan tempat dimana Wajib Pajak akan membayarkan langsung pajaknya sendiri kepada fiskus/pegawai pajak yang berada pada kantor tersebut. Sebelum adanya Reformasi perpajakan yang dulu masih menganut system official assesment system dimana fiskus yang aktif dalam menghitung, melaporkan, dan menyetorkan jumlah pajaknya. Setelah adanya reformasi perpajakan maka system perpajakan diubah menjadi self assesment system dimana Wajib Pajak aktif dalam menghitung, menyetor, dan melaporkan penyetoran pajak tersebut kepada Direktorat Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak.

Menurut Siti Kurnia Rahayu sistem modernisasi perpajakan yang dilakukan pemerintah ditandai dengan digunakannya sistem modern pada kantor-kantor pajak modern meliputi :
  1. Perubahan struktur organisasi dan sistem kerja Kantor Pelayanan Pajak.
  2. Business process dan teknologi informasi dan komunikasi.
  3. Penyempurnaan Manajemen sumber daya manusia.
  4. Pelaksanaan good governance. (2009:110)
Menurut Marcus Taufan Sofyan tentang Pengertian Sistem administrasi Perpajakan Modern :
“Sistem administrasi perpajakan modern adalah penerapan sistem administrasi perpajakan yang mengalami penyempurnaan atau perbaikan kinerjanya, baik secara individu, kelompok, maupun kelembagaan agar lebih efisien, ekonomis dan cepat yang merupakan perwujudan dari program dan kegiatan reformasi administrasi perpajakan jangka menengah yang menjadi prioritas reformasi perpajakan yang digulirkan oleh Direktorat Jenderal Pajak sejak tahun 2001.” (2005:53)

Sedangkan menurut Suparman tentang Pengertian Sistem Administrasi Perpajakan Modern : 
“Sistem administrasi perpajakan modern adalah penyempurnaan atau perbaikan kinerja administrasi baik secara individu, kelompok maupun kelembagaan agar lebih efisien, ekonomis dan cepat.”(2007:1)

Berdasarkan dua definisi tersebut diatas sistem administrasi perpajakan modern merupakan perwujudan dari program dan kegiatan reformasi administrasi perpajakan yang mengalami penyempurnaan atau perbaikan kinerjanya, baik secara individu, kelompok, maupun kelembagaan agar sistem administrasi tersebut lebih efisien, ekonomis dan cepat.

Sistem modernisasi pepajakan dilakukan bertujuan untuk membuat Kantor Pelayanan Pajak menjadi baru, baru disini diartikan sebagai adanya perubahan dari kantor pelayanan pajak lama menjadi baru. Dimana kantor unit yang baru melayani Wajib Pajak dengan kondisi nyaman dan aman. Perbedaan Kantor pelayanan pajak lama sangat kontras dengan Kantor pelayanan pajak yang baru dimana perbedaan tersebut dengan gedung yang kotor dan tidak rapih. Kantor pelayanan pajak yang baru sudah diberikan fasilitas pelayanan seperti :
1. Tempat pelayanan Terpadu (TPT) 
Tempat pelayanan Terpadu (TPT), merupakan sarana untuk meningkatkan pelayanan Wajib Pajak yang terintegrasi dalam penerimaan dokumen dan laporan semua jenis pajak seperti SSP dan SPT yang diserahkan langsung oleh Wajib Pajak.
2. Account Representativ
Bertugas mengawasi kepatuhan perpajakan dan konsultasi Wajib Pajak melalui data dan Sistem Administrasi Perpajakan Terpadu (SAPT) dan Sistem Informasi DJP (SIDJP).
3. Help Desk
Untuk memudahkan informasi yang dibutuhkan Wajib Pajak maka setiap KPP disediakan help desk, yang berlaku di lobby gedung.
4. Complaint Center
Fungsi untuk menampung keluhan Wajib Pajak yang terdaftar, mengenai pelayanan, pemeriksaan, keberatan, dan banding.
5. Call Center
Fungsi utama yang ditangani call center menyangkut pelayanan konfirmasi prosedur, peraturan, material perpajakan dan lainnya.
6. Media Informasi Pajak
Media Informasi Pajak dengan fasilitas touch screen disediakan di KPP guna memberikan informasi peraturan perpajakan.
8. Pojok Pajak
Pojok Pajak merupakan sarana penyuluhan dan pelayanan perpajakan bagi masyarakat maupun Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan, yang berada di pusat-pusat perbelanjaan, pusat bisnis dan tempat tertentu lainnya berupa stand.
9. e-system Perpajakan
· e-Regristation
e-Regristation adalah sistem pendaftaran, perubahan data Wajib Pajak dan atau pengukuhan maupun pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak melalui sistem yang terhubung langsung secara online dengan DJP.
· e-SPT adalah penyampaian SPT dalam bentuk digital ke KPP secara elektronik atau dengan menggunakan media komputer.
· e-Filing merupakan cara penyampaian SPT melalui sistem online dan real time.

Tujuan sistem perpajakan modern dalam pemeriksaan yaitu:
  • Dengan memanfaatkan perangkat teknologi informasi yang disebut dengan Computer Assisted Audit Technique (CAAT), pelaksanaan pemeriksaan akan lebih efektif.
  • Dengan adanya sistem perpajakan modern, Business process dirancang sedemikian rupa sehingga dapat mengurangi kontak langsung antara pemeriksa dengan Wajib Pajak yang bertujuan untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya KKN.
Penerimaan pajak yang setiap tahun terus meningkat, ternyata tidak lepas dari masalah-masalah seperti SPT lebih bayar tentunya dengan adanya lebih bayar maka petugas pemeriksaan akan melakukan pemeriksaan terhadap wajib pajak guna meningkat kepatuhan wajib pajak. Dan strategi untuk meningkatkan tingkat kepatuhan wajib pajak itu sendiri yaitu dengan dilakukannya pemeriksaan pajak. Masalah-masalah tersebut dapat terlihat dari wajib pajak yang dilakukan pemeriksaan pajak, banyak yang masih kurang kooperatif yang berarti masih banyak yang kurang patuh. Contoh yang cukup jelas adalah wajib pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) dengan melampirkan informasi laporan keuangan yang tidak sesuai dengan kondisi keuangannya. Penyampaian spt lebih bayar diakibatkan oleh kurangnya ketelitian atau kesalahan dalam mengisi SPT yang telah diisi oleh wajib pajak guna menentukan pajak yang harus dibayarnya. Sehingga dilakukannya pemeriksaan pajak akibat wajib pajak tidak melakukan kewajiban perpajakannya dengan baik.

Adanya penerapan pemeriksaan pajak diharapkan dapat memberikan motivasi positif agar untuk masa-masa selanjutnya menjadi lebih baik. Oleh karena itu, pemeriksaan pajak juga sekaligus sebagai sarana pembinaan dan pengawasan terhadap wajib pajak. Jenis pemeriksaan salah satu diantaranya adalah pemeriksaan rutin, pemeriksaan rutin merupakan pemeriksaan yang bersifat rutin yang dilakukan terhadap wajib pajak yang berhubungan dengan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan wajib pajak yang bersangkutan. 

Menurut Waluyo dan Wirawan B.Ilyas menjelaskan tentang pengertian pemeriksaan pajak :
“Pemeriksaan Pajak adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan keterangan lainnya, untuk meguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan serta untuk tujuan lain, dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.”(2001 : 10)

Pengertian pemeriksaan menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER - 123/PJ/2006 menyatakan bahwa:

“Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.”(Peraturan DJP PER - 123/PJ/2006)

Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan dilakukan guna meningkatkan tingkat kepatuhan wajib pajak dalam melakukan penghitungan dan pembayaran pajak terutangnya. Pemeriksaan pajak terdiri dari beberapa jenis pemeriksaan, salah satu jenis pemeriksaan pajak adalah pemeriksaan khusus. Pemeriksaan pajak khusus dilakukan untuk beberapa hal diantaranya untuk memeriksa SPT lebih bayar, SPT kurang bayar, dan SPT rugi maupun adanya informasi dari pihak ke tiga, penyelewengan dan penghindaran pajak.

Menurut Siti Kurnia Rahayu dan Ely Suhayati menjelaskan tentang tax Enforcement : 
“Pilar-pilar penegakan hukum (tax enforcement) diantaranya adalah pemeriksaan pajak (tax audit), Penyidikan (tax investigation), dan penagihan pajak (tax collection).” (2006:131)

Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa penegakan hukum sangat diperlukan dalam pelaksanaan pemeriksaan, penyidikan dan penagihan pajak. karena kepatuhan wajib pajak perlu ditegakkan salah satu caranya adalah dengan tax enforcement. 

Menurut Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak Mengenai Pemeriksaan Pajak rutin, menyatakan bahwa:

”Pemeriksaan Rutin merupakan pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak sehubungan dengan pemenuhan hak dan/atau pelaksanaan kewajiban perpajakannya atau karena diwajibkan oleh Undang-Undang KUP.”(SE-10/PJ.04/2008)

Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa dengan adanya pemeriksaan pajak diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak termasuk pemeriksaan dengan jenis pemeriksaan khusus. Hal ini juga disertai dengan adanya sanksi administrasi dan sanksi pidana yang diharapkan dapat menimbulkan efek jera terhadap wajib pajak yang tidak mengindahkan kewajibannya ataupun bagi wajib pajak yang menghindari pajak yang harus dibayar.

Tujuan dari pemeriksaan rutin adalah untuk memenuhi hak dan kewajiban wajib pajak. dalam artian wajib pajak membayar pajak sesuai dengan kondisi wajib pajak tersebut. Pemeriksaan rutin juga dilakukan diantaranya untuk memeriksa SPT lebh bayar. Pada dasarnya, pemeriksaan dilakukan adalah untuk menguji kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya dalam rangka pelaksanaan aturan perpajakan yang diatur di dalam Undang-undang perpajakan.

Bagi wajib pajak yang melakukan kecurangan atau kesalahan dalam membayar pajak dan telat dalam menyampaikan SPT maka dapat dikenakan sanksi baik sanksi administrasi maupun sanksi pidana karena dengan sanksi tersebut pemerintah berharap wajib pajak akan patuh dalam memenuhi kewajibannya untuk membayar pajak sesuai dengan undang-undang yang telah ditentukan.
Banyak pengertian yang diberikan para ahli mengenai efektivitas, untuk memperjelas pengertian tersebut maka penulis memberikan beberapa pengertian dari efektivitas.

Pengertian efektivitas menurut Mardiasmo adalah sebagai berikut : “Efektivitas adalah ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya.”(2003:134)

Menurut Komarudin pengertian efektivitas adalah sebagai berikut : 

“Efektivitas adalah suatu keadaan yang menunjukan tingkat keberhasilan kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu.” (2000:269)

Berdasarkan pengertian diatas, efektivitas merupakan hubungan antara output pusat pertanggungjawaban dengan sasaran Kantor Pelayanan Pajak yang harus dicapainya terhadap nilai pencapaian sasaran tersebut, dapat dikatakan semakin efektif juga unit tersebut.

Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Marcus Taufan Sofyan yaitu pada variabel Y dimana variabel Y Marcus Taufan Sofyan adalah Tingkat kepatuhan Wajib pajak. Sedangkan variabel Y peneliti adalah Efektivitas Pemeriksaan Rutin. Persamaan peneliti dengan Marcus Taufan Sofyan yaitu variabel X, Sistem Administrasi Perpajakan Modern. Untuk lebih jelasnya mengenai perbedaan dan persamaan dengan penelitian terdahulu, maka dapat dilihat pada tabel 2.1 di bawah sebagai berikut:

Objek yang akan diteliti sama mengenai modernisasi pajak 
Sistem administrasi perpajakan modern merupakan salah satu upaya untuk peningkatan efektivitas kinerja salah satunya adalah pelaksanaan pemeriksaan rutin.

Adapun Teori Penghubung Pengaruh Sistem Administrasi Perpajakan Modern Terhadap Efektivitas Pelaksanaan Pemeriksaan Rutin menurut Siti Kurnia Rahayu, menyatakan bahwa:

“Sistem administrasi perpajakan modern memiliki program-program reformasi administrasi perpajakan jangka menengah DJP, diantaranya yaitu program meningkatkan efektivitas pemeriksaan.”(2009:117)

Menurut Siti Kurnia Rahayu menjelaskan :
“Untuk kegiatan law enforcement, dikembangkan program pemeriksaan berbasis analisis resiko (risk analysis), sehingga sumber daya yang ada dapat secara efektif melakukan pemeriksaan berdasarkan skala prioritas dengan membuat segmentasi resiko yang dihadapi, Apabila sistem perpajakan modern telah dilaksanakan dengan baik, maka pelaksanaan pemeriksaan akan efektif yang sesuai dengan jangka waktu, tahapan pemeriksaan yang dipenuhi, dan kualitas SDM.”(2009:113)

Dari penjelasan diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa, dengan dikembangkannya program pemerikasaan yang dilakukan oleh DJP maka sumber daya yang ada khususnya pemeriksa dapat lebih efektif dalam melalukan pemeriksaan berdasarkan skala prioritas. Oleh karena itu sistem adminitrasi perpajakan modern memiliki pengaruh terhadap efektivitas pemeriksaan rutin.

Berdasarkan uraian diatas, penulis menuangkan kerangka pemikirannya dalam bentuk skema kerangka pemikiran sebagai berikut :

2.3 Hipotesis
Berdasarkan uraian kerangka pemikiran diatas, maka yang dapat disajikan oleh penulis adalah penulis berhipotesis bahwa: “Sistem Administrasi Perpajakan Modern berpengaruh terhadap Efektivitas Pelaksanaan Pemeriksaan Rutin.”

0 Response to "PENGERTIAN, TUJUAN, FUNGSI, MANFAAT DAN JENIS-JENIS PERPAJAKAN"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel