Peluang Dan Tantangan Diplomasi Budaya Dalam Peningkatan Hubungan Bilateral Indonesia – Turki (IS-23)
Di awal proses perkembangan disiplin ilmu hubungan internasional telah diasumsikan bahwa disiplin ini merupakan segala sesuatu yang berkaitan dengan cakupan semua relasi antar negara, seperti yang dilansir oleh Schawarzenberger yang menyatakan bahwa disiplin ilmu hubungan internasional adalah bagian dari ilmu sosiologi yang khusus mempelajari masyarakat internasional (sociology of international relation)[1]. Dalam artian bahwa ilmu hubungan internasional tidak hanya mencakup unsur yang berkaitan dengan politik saja tetapi lebih luas lagi seperti bidang ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan atau bahkan pada sektor pariwisata misalnya kegiatan pertukaran budaya (cultural exchange). Dewasa ini disiplin ilmu hubungan internasional adalah pengetahuan yang sedang tumbuh, yakni tengah dalam proses perkembangan sehingga belum mencapai titik akhirdalam penggarapan disiplin ilmu itu sendiri. Meski demikian dalam realita sekarang ini hubungan internasional kini telah menjadi suatu elemen kebutuhan pokok bagi suatu negara bahkan sebagai faktor penentu eksistensi dari sebuah negara.
Keberadaan suatu negara dalam panggung internasional kekinian mendesak akan adanya suatu ikatan hubungan kerjasama yang saling mendukung demi tercapainya kebutuhan antar masing - masing negara yang terlibat.Bahwa pengetahuan yang mendasar dalam hubungan internasional suatu negara adalah tidak dapat memenuhi segala bentuk kebutuhan warganya jika tidak adanya interaksi kerjasama diluar internal batas suatu negara. Kodrat dan keberadaan dari masing – masing negara berbeda satu sama lain, ditinjau dari kepemilikan sumber daya alam, teknologi, sumber daya tenaga kerja, angkatan militer dan semacamnya. Kini ilmu hubungan internasional hadir dari landasan kebutuhan tersebut yang kini semakin semakin berkembang dan jauh lebih kompleks dari sebelumnya. Bagaimana kemudian adanya suatu aturan, etika atau norma yang kemudian dapat mensinkronkan antara aktor dalam berhubungan internasional.
Alat yang kemudian dipakai dalam berhubungan internasional dikenal dengan penyebutan diplomasi, yakni bentuk aktivitas yang memediasi antara aktor – aktor hubungan internasional.Kegiatan berdiplomasi telah diterapkan jauh sebelum masa peradaban Perang Dunia I, namun seiring perkembangan dan kebutuhan akan interaksi kerjasama antar negara kian menuntut adanya modifikasi pengembangan terhadap bagaimana gaya berdiplomasi itu sendiri. Dari yang sebelumnya interaksi hubungan kenegaraan yang hanya dilakukan oleh mereka sang petinggi negara (raja, kaisar, menteri atau presiden) tetapi kini kompleksitas akan gaya berdiplomasi jauh lebih luas baik dari lingkup bidang kajiannya maupun aktor – aktor yang dapat terlibat dalam paham diplomasi.
Diplomasi adalah sebuah sistem yaitudimana suatu seni yang diangkat dari bahasa Yunani untuk mengatur hubungan internasional melalui proses negosiasi yang kemudian diselaraskan oleh aktor – aktor negara, juga diasumsikan sebagai aktivitas yang menjaga, mengedepankan serta memajukan asas kepentingan nasional dalam hubungan antar negara lain dengan jalan damai.[2]Beranjak dari tujuan klasik diplomasi yang menekankan pengamanan teritorial kepentingan dan keuntungan maksimum negaraitu sendiri kini integritas diplomasi lebih merujuk pada bagaimana adanya pengamanan atas kebebasan berpolitik dengan memperkuat hubungan kerjasama dengan negara sahabat, memelihara hubungan erat dengan negara yang sehaluan dan dibina melalui proses negosiasi yang bermanfaat.
Modifikasi akan penerapan diplomasi itupun kemudian lahir dari berbagai macam aliran, baik dari penerapan studi fokus kajian maupun elemen penggerak yang akan terlibat didalamnya (aktor). Multi-track diplomacy pun kini menjadi jalan baru untuk memudahkan komunikasi, interaksi serta pendukung kerjasama antar negara, seperti yang disebutkan oleh A. Louis Diamond[3]yang menyatakan multi-track diplomacy sebagai hubungan diplomasi antar bangsa yang dapat dikategorikan dengan diplomasi masyarakat atau diplomasipublik yakni sistem dari beberapa komponen proses dari suatu tindak diplomasi. Penekanannya adalah hubungan diplomasi terhadap multi parner, multi target, multi pelaku dan multi jalur sebagai upaya pengembangan sarana diplomasi yang jauh lebih modern.
Karakteristik dari diplomasi modern salah satunya dikenal dalam bentuk metode yang memanfaatkan nilai – nilai kebudayaan yang kemudian diistilahkan dengan diplomasi budaya. Meski diklasifikasikan sebagai salah satu komponen soft diplomacy delegasi dari aspek kebudayaan dalam era global saat ini sering dimanfaatkan untuk membina hubungan baik dengan negara lain karena pertukaran budaya lebih memungkinkan rakyat masing – masing di setiap negara untuk mengetahui pandangan satu sama lain dengan cara yang jauh lebih baik. Tujuannya adalah untuk memamerkan keagungan kebudayaan suatu negara dan apabila mungkin dapat mempengaruhi pendapat umum negara tertentu. Target yang dapat diperoleh dari media diplomasi budaya ini dapat mengesankan negara lain dengan warisan kebudayaan dan mengekspornya ke bagian dunia lain sehingga memudahkan pembangunan basis yang kuat untuk memperoleh dukungan atas masalah lainnya.
Dianggap bahwa sebuah ekpedisi kebudayaan ke negara lain jauh lebih bermanfaat dan menguntungkan dibandingkan sasaran dengan unsur militer, imprealisme kebudayaan juga dianggap sebagai usaha untuk menaklukan dan menguasai jiwa manusia serta sebagai sebuah instrumen untuk mengubah hubungan power antara kedua negara menjadi jauh lebih bersahabat. Hal ini yang kemudian melandasi mengapa media diplomasi kebudayaan kerap digunakan untuk meningkatkan hubungan antar negara menjadi jauh lebih diplomatis. Diplomasi kebudayaan yang diperkenalkan oleh S.L Roy sebenarnyalebih merujuk kepada pengiriman misi budaya kesenian ke suatu negara dengan pengharapan adanya pencitraan atau kesan baik dari negara yang dituju.[4]
Republik Turki (Turkiye) adalah sebuah negara besar yang terletak di kawasan Eurasia atau negara yang teritorinya terletak diantara daratan benua Eropa dan Asia, luas wilayahnya yang terbentang dari Anatolia di kawasan Asia Barat hingga ke Balkan di Eropa Tenggara sehingga Turki dikenal sebagai negara transkontinental.[5]Ibu kota Turki adalah Ankara namun kota terbesar negara ini berada di Istanbul (bagian Eropa), disebabkan karena lokasinya yang berada dipersilangan dua benua sehingga adaptasi dari budaya negara ini yang kemudian mengalami asimilasi antara kultur timur (Asia) dan barat (Eropa). Pencampuran budaya Turki sering disebutkan sebagai jembatan antara dua buah peradaban menempatkan Turki memperoleh kepentingan strategis dari sudut kepemilikan teritori.
Sejarahnya bahwa Kota Istambul merupakan pusat perkembangan kebudayaan yang ada di Turki sejak dahulu kala sehingga melahirkan perpaduan bermacam – macam budaya yang dibawa oleh Bangsa Turki Usmani yang banyak mengambil ajaran etika, tata krama dan politik pada bangsa – bangsa lain.[6]Sejak dahulu Bangsa Turki memang senang berasimilasi dan berhubungan dengan bangsa lain misalnya dalam bidang kemiliteran dan pemerintahan mereka lebih berpedoman kepada kebudayaan Bynzantium, sedangkan dalam ilmu keagamaan, prinsip ekonomi, sains, prinsip kemasyarakatan, dan hukum diadopsi dari Bangsa Arab. Adanya pencampuran serta penyerapan budaya yang berbeda di negara Turki melahirkan nuansa peradaban baru dalam hal kebudayaan dengan ciri khas dan keunikan tersendiri dalam elemen kebudayaan yang ada di Turki.
Sejak pendeklarasian kemerdekaan Republik Turki pada bulan Oktober 1923, kini negara tersebut berkembang sebagai salah satu aktor yang berperan penting dalam kancah internasional.Dibawah pemerintahan presiden Abdullah Gul pelibatan Turki dalam panggung internasional cukup diperhitungkan hingga negara ini dapat memperlihatkan kredibilitasnya sebagai salah satu negara yang juga dapat berpengaruh diantara negara – negara maju lainnya.Hal ini yang kemudian mengutamakan Turki dengan basis yang terletak di dua benua memungkinkan adanya peran serta negara tersebut khususnya di benua Asia maupun Eropa,misalnya saja perihal perdagangan, ekonomi khususnyawisata budaya hingga peran serta pemecahan konflik – konflik tertentu.
Indonesia sendiri sebagai negara yang berdaulat dan demokratis diketahui memang telah lama menjalin hubungan bilateral dengan Republik Turki sejak abad ke - 18 yakni ketika adanya interaksi perdagangan antara kedua negara. Meski hal ini kemudian dianggap pelibatan hubungan kerjasama antara kedua negara masih belum memasuki tahap yang lebih optimal di sejumlah sektor bidang. Sementara itu negaraTurki dalam sudut pandang kekiniaan bisa menjadi rival bilateral yang baik dalam asas kepentingan nasional Indonesia.
Peningkatan hubungan bilateral Indonesia dan Turki dianggap cukup penting melihat keberadaan dariRepublik Turki yang dapat menunjang kebutuhan nasional negara sebagai upaya penambahan devisa negara yang nilainya tidak sedikit, dengan jumlah penduduk (konsumen / pasar) sebanyak 72.561.312 jiwa/tahun 2010[7]sertaditinjau dengan letak teritorial yang strategis diantara benua Asia dan Eropa seakan membuka lebar pintu pasar global tertuju di dua benua sekaligus hanya dalam satu pergerakan. Upaya ini kemudian dimaksudkan bagaimana menjadikan hubungan bilateral antara Indonesia dan Turki sebagai politik pintu masuk kiprah Indonesia di wilayah Asia Barat dan bahkan Eropa secara khusus.
Turki yang notabenenya memiliki keunggulan strategis dari segi letak wilayah yakni pertemuan daratan Asia dan Eropa telah membuka sebuah akses baru dalam penjajakan pasar global khususnya dalam bidang kepariwisataan. Adanya kemudahan akses untuk berwisata ke Turki memperlihatkan kunjungan para wisatawan mancanegara Eropa maupun di Asia sering bertolak ke Turki, letaknya yang mudah dijangkau, bahkan dengan biaya yang murah namun dengan tempat wisata dengan skala dunia. Disebutkan per 2010 terakhir kunjungan wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Turki mencapai angka 80 juta jiwa (atau 6 kali lipat dari kunjungan wisatawan ke Indonesia), terutama wisatawan yang berasal dari Inggris, Jerman dan Belanda.Besarnya jumlah wisatawan yang mengunjungi Turki ditambah dengan kurang lebih 70 juta jiwa penduduknya merupakan potensi pasar global yang bernilai devisa cukup besar bagi Indonesia dalam pemanfaatan pasar pariwisata.
Peran Negara Turki dengan kapasitas dan segala bentuk kemajuan yang dimiliki untuk pengembangan ekonomi di Eropa dan pasar dunia dinilai semakin besar dengan prospek yang semakin baik.Hal ini yang kemudian mendasari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono setelah berkunjung di Turki memberikan rekomendasi kepada pengusaha yang ada di Indonesia untuk gencar berinventasi untuk ikut mengembangkan usaha atau bisnis di Turki sebagai negara pintu gerbang Pasar Uni Eropa.
Asas kepentingan antara Indonesia dan Turki kini seharusnya memasuki tahap pengoptimalan yang lebih baik sesuai harapan masing – masing negara. Memanfaatkan nilai kultur dan ragam budaya yang dimiliki Indonesia kerap dianggap sebagai salah satu elemen pendukung yang dimiliki negara ini sebagai media pelaksanaan politik luar negerinya. Diplomasi budaya oleh Indonesia seharusnya mampu meningkatkan serta mengedepankan hubungan kerjasama bilateral yang jauh lebih terhadap Republik Turki. Banyaknya persamaan kultur, kebiasaan serta tonggak sejarah antara kedua negara diharapkan mampu menjalin hubungan kedekatan emosional melalui diplomasi kebudayaan bahkan dalam jangka panjang.
0 Response to "Peluang Dan Tantangan Diplomasi Budaya Dalam Peningkatan Hubungan Bilateral Indonesia – Turki (IS-23)"
Post a Comment