DOWNLOAD MAKALAH TAFSIR SURAT AZ-ZARIYAT /51: 28 TENTANG ANAK YANG PINTAR DALAM HAL AGAMA DIDALAM ALQURAN

BAB II
PEMBAHASAN
A.    TAFSIR SURAT ADH-DHARIYAT/51: 28
فَأَوْجَسَ مِنْهُمْ خِيفَةًۖ قَالُواْ لَا تَخَفْۖ وَبَشَّرُوهُ بِغُلَامٍ عَلِيمٍ

a.      Ma’na al-Mufradat
فَأَوْجَسَ     : Menyembunyikan
خِيفَةً           : Rasa takut
بَشَّرُوهُ      : Menyampaikan kabar gembira
b.      Tarjamah
Dan dia menyembunyikan rasa takut terhadap mereka. Mereka berkata, janganlah engkau takut. Dan mereka menyampaikan kabar gembira kepadanya dengan seorang anak yang alim.

B.     Tafsir al-Ayat
Maka dia yakni Nabi Ibrahim  menyembunyikan rasa takut yang hinggap di hatinya terhadap mereka[1]. Melihat sikap Nabi Ibrahim itu, Mereka yakni para tamu yang pada hakikatnya adalah malaikat yang memang tidak memiliki kebutuhan fa’ali (makan, minum dan hubungan seks) berkata, (menenangkan Nabi Ibrahim) “janganlah engkau takut.” Mereka menyam-paikan juga kepada Nabi Ibrahim bahwa mereka adalah malaikat-malaikat utusan Allah yang diutus untuk menemui kaum luth dan disamping itu mereka menyampaikan kabar gembira kepadanya yaitu dengan akan lahirnya  seorang anak yang sangat cerdas dan kelak akan menjadi seorang yang alim yakni sangat dalam pengetahuannya[2]dalam tafsir Ibnu Katsir dikatakan bahwa anak yang dimaksud adalah Ishaq dan Ya’qub setelah Ishaq.

C.    Munasabah al-Ayat bi al-Ayat
فَلَمَّا رَءَآ اَيْدِيْهِمْ لَا تَصِلُ إِلَيْهِ نَكِرَهُمْ وَأَوْجَسَ مِنْهُمْ خِيْفَةً قَالُوا لَاتَخَفْ إِنَّآ أُرْسِلْنَآ إِلَى قَومِ لُوطٍ وَامْرَأَتُهُ قَآئِمَةٌ فَضَحِكَتْ
Artinya:
Maka takala dilihatnya tangan mereka tidak menjamahnya (hidangan yang dihidangkan oleh istri Nabi Ibrahim), Ibrahim memandang aneh perbuatan mereka dan merasa takut kepada mereka, malaikat itu berkata: “jangan kamu takut, sesungguhnya kami adalah (para malaikat) yang diutus kepada kaum Luth. Dan istrinya berdiri (dibalik tirai) seraya tersenyum (Q.S Huud: 70-71)
Didalam ayat menjelaskan bahwa kedatangan para malaikat pada malam itu bukan hanya untuk memberikan kabar kelahiran seorang anak dari mereka melaikat para malaikat memberikan kabar bahwa kebinasaan kaum Luth dan istrinya gembira secara tersenyum dibalik tirai[3].

قَالَتْ يَاوَيْلَتَى ءَأَلِدُ وَأَنَا عَجُوْزٌ وَهاَذَا بَعْلِى شَيْخًاۖ إِنَّ هَاذَا لَشَىْءٌ عَجِيْبٌ
Artinya:
            Sungguh mengherankan, apakah aku akan melahirkan anak padahal aku adalah seorang perempuan tua, dan ini suamiku-pun dalam keadaan yang sudah tua pula? Sesungguhnya ini benar-benar yang sangat aneh.
            Dalam ayat ini, Siti Sarah menanyakan kepastian tentang berita bahwa dia akan mengandung seorang anak dalam keraguannya dikarenakan usianya dan usia suaminya yang sudah terlampau senja[4].
قَالُواْ لَا تَوْجَلْ إِنَّا نُبَشِّرُكَ بِغُلَامٍ عَلِيمٍ
Artinya:
Mereka berkata, dan janganlah kamu merasa takut sesungguhnya kami membawa kabar gembira kepadamu dengan kelahiran seorang anak laki-laki yang menjadi orang yang alim. (Al-Hijr: 52)
Didalam tafsir muyassar disebutkan bahwa, Malaikat Berkata, Jangan lah engkau takut, karena kami datang kepadamu untuk memberikan kabar gembira yaitu tentang kelahiran anak laki-laki[5]  yang dalam pengetahuannya tentang agama (ishaq)[6].



 MAKALAH OLEH: ARIEF RAIHANDI AZKA

D.                Kisah Anak Yang Alim
Dari ayat diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa anak yang alim atau anak yang berpengetahuan yang mendalam dari segi agama merupakan dambaan setiap orang tua. Hal ini dilandaskan oleh keinginan atau cita-cita yang dimiliki oleh setiap orang tua adalah anaknya menjadi anak yang shalih dan bermamfaat baik untuk dirinya maupun masyarakat. Berikut akan di ceritakan tentang anak yang sejak kecilnya sudah memiliki kepintaran dan pada usianya yang ke 15 dia sudah di izinkan untuk menjadi mufti bagi kalangan masyarakat sekitarnya.
a.       Muhammad bin Idris (150 H / 204 H)
Muhammad bin Indris atau dikenal dalam kalangan umat muslim dengan Imam As-Syafi’i, beliau adalah seorang ulama besar yang mazhabnya masih berkembang dengan sangat luas khususnya di daerah asia bagian tenggara. Imam As-Syafi’i lahir di Gaza palestina Kebanyakan ahli sejarah berpendapat bahwa Imam Syafi'i lahir di Gaza, Palestina, namun di antara pendapat ini terdapat pula yang menyatakan bahwa dia lahir di Asqalan; sebuah kota yang berjarak sekitar tiga farsakh dari Gaza. Menurut para ahli sejarah pula, Imam Syafi'i lahir pada tahun 150 H, yang mana pada tahun ini wafat pula seorang ulama besar Sunni yang bernama Imam Abu Hanifah.
Beliau tumbuh dan berkembang di kota Makkah, di kota tersebut beliau ikut bergabung bersama teman-teman sebaya belajar memanah dengan tekun dan penuh semangat, sehingga kemampuannya mengungguli teman-teman lainnya. Beliau mempunyai kemampuan yang luar biasa dalam bidang ini, hingga sepuluh anak panah yang dilemparkan, sembilan di antaranya tepat mengenai sasaran dan hanya satu yang meleset[7].
Setelah itu beliau mempelajari tata bahasa arab dan sya’ir sampai beliau memiliki kemampuan yang sangat menakjubkan dan menjadi orang yang terdepan dalam cabang ilmu tersebut. Kemudian tumbuhlah di dalam hatinya rasa cinta terhadap ilmu agama, maka beliaupun mempelajari dan menekuni serta mendalami ilmu yang agung tersebut, sehingga beliau menjadi pemimpin.
Setelah ayah Imam Syafi’i meninggal ketika dua tahun kelahirannya, sang ibu membawanya ke Mekah, tanah air nenek moyang. Ia tumbuh besar di sana dalam keadaan yatim. Sejak kecil Syafi’i cepat menghafal syair, pandai bahasa Arab dan sastra sampai-sampai Al Ashma’i berkata,”Saya mentashih syair-syair bani Hudzail dari seorang pemuda dari Quraisy yang disebut Muhammad bin Idris”.
Di Makkah, Imam Syafi’i berguru fiqh kepada mufti di sana, Muslim bin Khalid Az Zanji sehingga ia mengizinkannya memberi fatwah ketika masih berusia 15 tahun. Demi ia merasakan manisnya ilmu, maka dengan taufiq Allah dan hidayah-Nya, dia mulai senang mempelajari fiqih setelah menjadi tokoh dalam bahasa Arab dan sya’irnya. Remaja yatim ini belajar fiqih dari para Ulama’ fiqih yang ada di Makkah, seperti Muslim bin khalid Az-Zanji yang waktu itu berkedudukan sebagai mufti Makkah. Kemudian beliau juga belajar dari Dawud bin Abdurrahman Al-Atthar, juga belajar dari pamannya yang bernama Muhammad bin Ali bin Syafi’, dan juga menimba ilmu dari Sufyan bin Uyainah.
Setelah belajar di Mekkah, Imam Syafi’i melanjutkan perjalanannya untuk berguru kepada imam Malik bin Anas ke negeri Madinah Al-Munawwarah. Semasa-nya disana, Imam Syafi’i menghafal dan memahami dengan cemerlang kitab karya Imam Malik, yaitu Al-Muwattha’ . Kecerdasannya membuat Imam Malik amat mengaguminya. Sementara itu As-Syafi`i sendiri sangat terkesan dan sangat menga-gumi Imam Malik di Al-Madinah dan Imam Sufyan bin Uyainah di Makkah.
Beliau menyatakan kekagumannya setelah menjadi Imam dengan pernyataannya yang terkenal berbunyi: “Seandainya tidak ada Malik bin Anas dan Sufyan bin Uyainah, niscaya akan hilanglah ilmu dari Hijaz.” Juga beliau menyatakan lebih lanjut kekagumannya kepada Imam Malik: “Bila datang Imam Malik di suatu majelis, maka Malik menjadi bintang di majelis itu.” Beliau juga sangat terkesan dengan kitab Al-Muwattha’ Imam Malik sehingga beliau menyatakan: “Tidak ada kitab yang lebih bermanfaat setelah Al-Qur’an, lebih dari kitab Al-Muwattha”. Beliau juga menyatakan: “Aku tidak membaca Al-Muwattha, kecuali mesti bertambah pemahamanku.” Dari berbagai pernyataan beliau di atas dapatlah diketahui bahwa guru yang paling beliau kagumi adalah Imam Malik bin Anas, kemudian Imam Sufyan bin Uyainah.
Setelah merasa cukup belajar di madinah, imam Syafi’i berpindah ke yaman, Baghdad dan kemudian Mesir. Imam Syafi’i memang merupakan sosok imam yang cerdas dan kepintarannya dikagumi oleh imam imam besar yang pernah menjadi guru beliau semasa hidupnya. Selain berkemampuan berbahasa Arab yang baik, Imam Syafi’i juga mampu menghafal dan memahami dengan cepat, baik menghafa l Al-quran, hadist dan juga kitab –kitab lainnya yang pernah beliau baca.






 MAKALAH OLEH: ARIEF RAIHANDI AZKA







BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Anak yang pintar adalah dambaan setiap orang tua. Orang tua selalu ingin memiliki anak yang pintar karena anak yang pintar dapat bermamfaat bagi dirinya dan juga bagi masyarakat sekitarnya. Seperti yang sudah kita perlajari dari tafsir-tafsir diatas, ketika Nabi Ibrahim mendapatkan sebuah kabar gembira yang langsung disampaikan oleh malaikat, maka dapat kita simpulkan bahwa anak yang alim atau anak yang pintar merupakan sebuah kebanggaan yang di miliki oleh orang tua dan bisa jadi anak yang bermamfaat bagi dirinya ketika dia sudah berada disisi Allah SWT.






DAFTAR PUSTAKA
Teungku Muahammad Hasbi Ash Shiddieqy, Prof. DR. Tafsir Al-Quranul Majid An-Nur. .(Semarang: PT PUSTAKA RIZKI PUTRA, 2003)
Abdullah bin Muhammad.Dr, Tafsir Ibnu Katsir, (Bogor: Pustaka Imam Asy-Syafi’i 2004).
Asy-Syurbasi, Ahmad, , Sejarah dan Biografi Empat Imam Madzab,(Jakarta: Amzah 2011)
'Aidh al-Qarni Dr, Tafsir Muyassar, (Jakarta: Qisthi Press, 2008)
                        




[1] Teungku Muahammad Hasbi Ash Shiddieqy, Prof. DR. Tafsir Al-Quranul Majid An-Nur. .(Semarang :PT PUSTAKA RIZKI PUTRA, 2003). hlm. 3963.

[2]Teungku Muahammad Hasbi Ash Shiddieqy, …., hlm 3963.
[3] Abdullah bin Muhammad.Dr, Tafsir Ibnu Katsir, (Bogor, Pustaka Imam Asy-Syafi’i 2004). hlm. 538
[4]Abdullah bin Muhammad.Dr, ….,Juz 26 hlm. 539
[5]Abdullah bin Muhammad.Dr, …., Juz 14, hlm. 18
[6]'Aidh al-Qarni Dr, Tafsir Muyassar, (Jakarta: Qisthi Press, 2008),  hlm, 265
[7] Asy-Syurbasi, Ahmad, , Sejarah dan Biografi Empat Imam Madzab,(Jakarta: Amzah 2011) hlm, 143

0 Response to "DOWNLOAD MAKALAH TAFSIR SURAT AZ-ZARIYAT /51: 28 TENTANG ANAK YANG PINTAR DALAM HAL AGAMA DIDALAM ALQURAN"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel