Musyarakah

Nama kelompok: EPI A
  1. Elida Kusumastuti (20130730030)
  2. Wahida Turrohmah (20130730035)
  3. Reni Agustina (20130730036)
  4. Nurul Ma’rifah (20130730047)

Musyarakah
A.    Pengertian
Musyarakah berasal dari kata syirkah. Syirkah menurut bahasa berarti al-ikhtilath yang artinya campur atau percampuran. Maksud percampuran disini adalah seseorang mencampurkan hartanya dengan harta orang lain sehingga tidak mungkin untuk dibedakan.
Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua belah pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Implementasi pembiayaan musyarakah diperbankan bisa diartikan bahwa pembiayaan musyarakah yaitu pembiayaan sebagian kebutuhan modal pada suatu usaha untuk jangka waktu tebatas sesuai dengan kesepakatan. Hasil usaha bersih dibagi antara bank sabagai penyandang dana (shahibul Al-maal) dengan pengelola usaha (mudharib) sesuai dengan kesepakatan. Pada umumnya porsi bagi hasil ditetapkan sesuai dengan persentase kontribusi masing-masing. Pada akhir jangka waktu pembiayaan, dana pembiayaan dikembalikan kepada bank. Dalam pembiayaan musyarakah bank boleh ikut serta dalam manajemen proyek yang dibiayaai.
Musyarakah merupakan akad bagi hasil ketika dua atau lebih pengusaha pemilik dana/modal bekerjasama sebagai mitra usaha, membiayai investasi usaha baru atau yang sudah berjalan. Mitra usaha pemilik modal berhak ikut serta dalam manajemen perusahaan, akan tetapi itu bukan suatu keharusan. Para pihak dapat membagi pekerjaan untuk mengelola usaha sesuai kesepakatan dan mereka juga dapat meminta gaji/upah untuk tenaga dan keahlian yang mereka curahkan untuk usaha tersebut.
Hasil keuntungan dari musyarakah juga diatur, sesuai dengan prinsip pembagian keuntungan dan kerugian (profit and loss sharing principle) seperti yang istilahnya digunakan  dalam Undang-Undang No. 10 tahun 1998 adalah bagi hasil. Keuntungan dibagi menurut proporsi yang telah ditentukan sebelumnya dan kedua pihak memikul resiko kerugiaan finansial.

B.     Rukun, Macam dan Syarat Pembiayaan Musyarakah
1.      Rukun Pembiayaan Musyarakah
Rukun syirkah menurut ulama Hanafiayah syirkah ada dua, yaitu ijab dan kabul, sebab ijab kabul (akad) yang menentukan syirkah. Adapun yang lain seperti dua orang atau pihak yang berakad dan harta berada di luar pembahasan akad, seperti terdahulu dalam akad jual beli. (Hendi Suhendi, 2007: 127).
Rukun dari akad musyarakah yang harus dipenuhi dalam transaksi adalah sebagai berikut:
a.    Pelaku akad, yaitu para mitra usaha.
b.    Objek akad, yaitu modal (maal), kerja (dharabah), dan keuntungan (ribh)
c.    Shighah, yaitu ijab kabul.

2.      Macam Pembiayaan Musyarakah
Musyarakah merupakan istilah yang sering dipakai dalam konteks skim pembiayaan syariah. Istilah ini berkonotasi lebih terbatas dari pada istilah syirkah yang lebih umum digunakan dalam fiqih Islam. Syirkah berarti Sharing 'berbagi'.
Dalam terminologi fiqih Islam musyarakah dibagi menjadi dua, yaitu:
A.                          Syirkah al-milk atau syirkah amlak atau syirkah kepemilikan, yaitu kepemilikan bersama atau dua pihak atau lebih dari suatu property. Musyarakah pemilikan tercipta karena warisan, wasiat, atau kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih, kepemilikan dua orang atau lebih berbagi dalam sebuah aset nyata dan berbagi pula dari keuntungan yang dihasilkan aset tersebut.
B.                          Syirkah al-aqd atau syirkah ukud atau syirkah akad, yang berarti kemitraan yang terjadi karena adanya kontrak bersama, atau usaha komersil bersama. Musyarakah akad tercipta dengan adanya kesepakatan di mana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah. Merekapun sepakat berbagi keuntungan dan kerugian.

Musyarakah akad terbagi menjadi:
a.       Syirkah al-Inan
Syirkah al-ianan adalah kontrak antara dua orang atau lebih. Setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja. Kedua pihak berbagi dalam keuntungan dan kerugian sebagaimana yang disepakati di antara mereka. Akan tetapi, porsi masing-masing pihak, baik dalam dana maupun kerja atau bagi hasil, tidak harus sama dan identik sesuai dengan kesepakatan mereka. Mayoritas ulama membolehkan jenis al-musyarakah ini.
b.      Syirkah Mufawadhah
            Syirkah mufawadhah adalah kontrak kerjasama antara dua orang atau lebih. Setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja. Setiap pihak membagi keuntungan dan kerugian secara sama. Dengan demikian, syarat utama dari jenis musyarakah ini adalah kesamaan dana yang diberikan, kerja, tanggung jawab, dan beban utang dibagi oleh masing-masing pihak.
c.       Syirkah A'maal atau syirkah Adban
            Syirkah A'maal ini adalah kontrak kerja sama dua orang seprofesi untuk menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan dari pekerjaan. Artinya semua mitra usaha ambil bagian dalam memberikan jasa kepada pelanggan.
d.       Syirkah wujuh
            Syirkah wujuh adalah kontrak antara dua orang atau lebih yang memiliki reputasi baik serta ahli dalam bisnis. Mereka memberi barang secara kredit dari suatu perusahaan dan menjual barang tersebut secara tunai. Mereka membagi dalam keuntungan dan kerugian berdasarkan jaminan kepada penyuplai yang disediakan oleh tiap mitra. Jenis musyarakah ini tidak memerlukan modal karena pembelian secara kredit berdasar pada jaminan tersebut. Oleh karena itu kontrak ini disebut sebagai musyarakah piutang.

3. Syarat Pembiayaan Musyarakah
            Adapun syarat pembiayaan musyarakah adalah:
1.  Sesuatu yang bertalian dengan semua bentuk syirkah baik dengan harta maupun dengan yang lainnya. Dalam hal ini terdapat dua syarat, yaitu:
a)      Yang berkenaan dengan benda yang diakadkan adalah harus dapat diterima sebagai perwakilan
b)      Yang berkenaan dengan keuntungan, yaitu pembagian keuntungan yang harus jelas dan dapat diketahui oleh ke dua pihak.
2.  Sesuatu yang bertalian dengan syirkah Al-maal (harta), dalam hal ini ada dua syarat yang harus dipenuhi, yaitu:
a.       Modal yang dijadikan objek akad adalah alat dari pembayaran seperti dalam satuan rupiah.
b.      Yang dijadikan modal (harta pokok) ada ketika akad dilakukan, baik jumlahnya sama maupun berbeda.
3.      Sesuatu yang bertalian dengan syarikat mufawadhah, bahwa dalam mufawadhah disyaratkan:
a.       Modal (pokok harta), harus sama.
b.      Bagi yang bersyirkah ahli untuk kafalah.
c.       Bagi yang dijadikan objek akad disyaratkan syirkah umum, yakni pada semua macam jual beli atau perdagangan.
4.      Adapun syarat yang bertalian dengan syirkah inan sama dengan syarat syirkah mufawadhah.

C.     Standarisasi Akad Dalam Pembiayaan Musyarakah
            Pada setiap permohonan pembiayaan musyarakah, bank berketentuan internal diwajibkan untuk menerangkan esensi dari pembiayaan musyarakah serta kondisi penerapannya. Hal yang wajib dijelaskan antara lain meiputi: esensi pembiayaan musyarakah sebagai bentuk kerja sama investasi bank ke nasabah, definisi dan terminologi, profit sharing atau Revenue sharing, keikutsertaan dalam skema penjaminan, terms and conditions, dan tata cara perhitungan bagi hasil.
            Bank wajib meminta nasabah untuk mengisi formulir permohonan pembiayaan musyarakah, dan pada formulir tersebut wajib diinformasikan:
1.Usaha yang ditawarkan untuk dibiayai.
2.Jumlah kebutuhan dana investasi.
3.Jangka waktu investasi.
Dalam proses permohonan pembiayaan musyarakah, bank wajib melakukan analisis mengenai:
1.            Kelengkapan administarsi yang disyaratkan.
2.            Aspek hukum.
3.            Aspek personal.
4.            Aspek usaha yang meliputi pengelolaan (manajemen), produksi, pemasaran dan keuangan.
Bank harus menyampaikan tanggapan atas permohonan dimaksud sebagai tanda adanya tahapan penawaran dan penerimaan. Pada waktu penandatanganan akad antara nasabah dan bank pada kontrak akad wajib diinformasikan:
1.            Tanggal dan tempat melakukan akad.
2.            Definisi dan esensi pembiayaan musyarakah.
3.            Usaha yang dibiayai.
4.            Posisi para nasabah dan bank adalah sebagai pemilik modal.
5.            Hak dan kewajiban bank dan para pihak pengelola.
6.            Investasi yang ditanamkan, dijamin atau tidak.
7.            Jumlah uang yang akan disetorkan/diinvestasikan oleh para pihak.
8.            Jangka waktu pembiayaan.
9.            Pembagian keuntungan adalah sesuai nisbah bagi hasil yang disepakati, sedangkan kerugian adalah proporsional sesuai sharing modal masing-masing dan tidak berubah sepanjang jangka waktu investasi yang disepakati.
10.        Metode penghitungan: profit sharing atau revenue sharing.
11.        Status penjaminan pembiayaan revenue sharing.
12.        Rumus perhitungan dan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai pendapatan yang akan dibagi.
13.        Contoh perhitungan bagi hasil.
14.        Tata cara pembayaran baik penarikan maupun pengembalian dana.
15.        Kondisi-kondisi tertentu yang akan mempangaruhi keberadaan investasi tersebut. Seperti:
a.       Biaya pembuatan akad seperti biaya notaris dan pihak yang menanggung.
b.      Biaya operasional menjadi beban modal bersama.
c.       Para pihak dilarang mencairkan dana modal untuk kepentingan sendiri maupun pihak III.
d.      Pengelolaan harus tunduk pada hukum syariah maupun hukum positif yang berlaku.
Bank dan para pihak wajib menyetorkan dana sebesar nominal yang ditulis dalam formulir permohonan yang dimaksud, sebagai bukti investasi tunai bukan utang serta menegaskan jumlah investasi yang sesuai dengan proporsi yang disepakati. Dengan asumsi bank adalah sebagai sleeping partner, maka bank wajib melakukan pengawasan atas pengelolaan usaha dimaksud.
Bank wajib meminta pengelola untuk melaporkan angka basis bagi hasil berdasarkan laporan keuangan yang tervalidasi dengan baik, termasuk penentuan komponen biaya yang mengacu pada standar yang baku, terutama untuk skema profit and loss sharing, untuk menghindari ketidakpastian dalam kontrak yang berpotensi merugikan salah satu pihak, bank wajib memiliki standar prosedur untuk menetapkan tindakan yang diambil dalam rangka rescheduling kewajiban yang belum terselesaikan, dalam hal pembiayaan bersifat revenue sharing.

D.    Penetapan Profitabilitas pada Pembiayaan Musyarakah
Prinsip musyarakah dalam sistem perbankan syariah dijalankan berdasarkan partisipasi antara pihak bank dengan pencari biaya untuk diberikan dalam bentuk proyek usaha, dan partisipasi ini dijalankan berdasarkan sistem bagi hasil, baik dalam keuntungan maupun kerugian. Adapun syarat yang berkenaan dengan kontrak musyarakah didasarkan kesepakatan yang dibicarakan antara kedua belah pihak. Umumnya, pihak bank menyerahkan modal usaha dan menyerahkan manajemen usaha kepada partner.
Musyarakah yang dipahami dalam bank Islam merupakan sebuah mekanisme kerja (akumulasi antara pekerjaan dan modal) yang memberi manfaat kepada masyarakat luas dalam produksi barang maupun pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat. Kontrak musyarakah dapat digunakan dalam berbagai macam lapangan usaha yang indikasinya bermuara untuk menghasilkan keuntungan (profit).
Bank Islam umumnya tidak sama dengan menjalankan metode bagi hasil (frofit and loss sharing) dari proyek mereka berdasarkan pada pembiayaan kontrak musyarakah. Prinsip bagi hasil secara luas dilaksanakan tergantung pada peranan partner dalam mengelola proyek usaha musyarakah, konstribusi modal diberikan dari kedua belah pihak yaitu partner dan bank.
Aplikasi dari pembiayaan musyarakah menawarkan pembagian keuntungan sebagai berikut:
1.      Menentukan tingkat persentase partner berdasarkan usaha dalam pembelian, penjualan, penyimpanan, dan seluruh tangguhan yang berkaitan dengan musyarakah.
2.      Menetukan tingkat persentase bagi bank berdasarkan pengawasan dan manajemennya terhadap proyek musyarakah.
3.      Menentukan tingkat persentase keuntungan yang akan diterima kedua belah pihak berdasarkan ratio perbandingan kontibusi modal yang disertakan dalam kontrak musyarakah. 
Musyarakah sebagai akad antara dua pemilik modal untuk menyatukan modalnya pada usaha tertentu, sedangkan pada pelaksanannya bisa ditunjuk salah satu dari mereka. Implementasi akad musyarakah ini oleh bank syariah diterapkan pada pembiayaan usaha atau proyek(project financing) yang dibiayai oleh lembaga keuangan yang jumlahnya tidak 100%, sedangkan selebihnya oleh nasabah. Di samping itu juga diterapkan pada sindikasi antar lembaga keuangan.   
Pembiayaan pada perbankan syariah yang didasarkan pada akad bagi hasil, menempatkan bank sebagai penyandang dana. Untuk itu bank berhak atas kontraprestasi berupa bagi hasil sebesar nisbah terhadap pendapatan atau keuntungan yang diperoleh oleh pemilik usaha(mudharib). Sedangkan apabila bank hanya bertindak sebagai penghubung antara pengusaha dengan nasabah, maka ia berhak atas kontraprestasi berupa fee.
Adapun metode penghitungan bagi hasil dibedakan menjadi tiga cara yaitu:
1.      Menggunakan metode profit and loss sharing, yaitu para pihak akan memperoleh bagian hasil sebesar nisbah yang telah disepakati dikalikan besarnya keuntungan (profit) yang diperoleh oleh pengusaha (mudharib), sedangkan apabila terjadi kerugian ditanggung bersama sebanding dengan kontribusi masing-masing pihak.
2.      Menggunakan metode profit sharing, artinya para pihak mendapatkan bagian hasil sebesar nisbah dikalikan dengan perolehan keuntungan yang didapatkan oleh pengusaha (mudharib), sedangkan apabila terjadi kerugian financial akan ditanggung oleh pemilik dana (shaibul maal).
3.      Menggunakan metode revenue sharing, yaitu para pihak mendapatkan bagian hasil sebesar nisbah dikalikan dengan besarnya pendapatan(revenue) yang diperoleh oleh pemilik usaha.
Dalam praktiknya metode provit and loss sharing dipakai untuk menghitung bagi hasil pada pembiayaan musyarakah, kemudian metodeprofit sharing dipakai untuk menghitung bagi hasil dalam pembiayaan mudharabah, sedangkan metode revenue sharing dipakai untuk manghitung bagi hasil untuk nasabah deposan yang menyimpan dananya di bank syariah dengan skema tabungan mudharabah atau deposito mudharabah.(Abul Gofur Ansori, 2007: 138)
Dalam pembiayaan musyarakah, kontribusi modal berdasarkan dari bank dan partner. Pihak bank mengawasi bagaimana usaha musyarakah dijalankan, sehingga bank memastikan menerima pengembalian investasi awal yang diberikan berserta keuntungan yang diperoleh. Bank juga meminta sebagai garansi yang dijadikan untuk melindungi kepentingannya dalam usaha tersebut, dan dengan garansi ini kelihatannya bank berusaha melempar segala resiko usaha musyarakah kepada nasabah

E.     Jenis-jenis Musyarakah

Musyarakah ada dua jenis, yaitu :
1.      Musyarakah pemilikan, tercipta karena warisan, wasiat atau kondisi lainnya yang mengakibatkan sebuah aset dimiliki oleh dua orang. Dalam musyarakah ini kepemilikan dua orang dalam sebuah aset nyata juga berbagi pula pada keuntungan yang dihasilkan dari asset tersebut.
2.      Musyarakah akad tercipta dengan cara adanya kesepakatan antara dua orang atau lebih untuk memberikan modal serta kesepakatan berbagi keuntungan dan kerugian. Musyarakah akad terbagi menjadi :
a.       Musyarakah mufawadhah, yaitu kerjasama antara dua pihak atau lebih dengan porsi dana yang sama.
b.      Musyarakah al-‘inan, yaitu kerjasama antara dua pihak atau lebih dengan porsi dana yang berbeda.
c.       Musyarakah wujuh, yaitu kerjasama antara pemilik dana dengan pihak lain yang memiliki kredibilitas atau kemampuan serta kepercayaan.
d.      Musyarakah abdan, yaitu kerjasama atau percampuran tenaga atau profesionalisme antara dua pihak atau lebih.

F.      MANFAAT DAN RESIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH
Terdapat beberapa manfaat dan resiko dalam pembiayaan musyarakah ini, yang mana diantaranya adalah sebagai berikut.
a.       Manfaatnya :
-          Bank akan menghasilkan peningkatan dalam jumlah tertentu ketika keuntungan usaha nasabah meningkat.
-          Bank tidak wajib membayar dalam jumlah tertentu kepada nasabah dalam pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha bank, sehingga bank tidak akan mengalami negative spread.
-          Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan arus kas usaha nasabah, sehingga nasabah tidak diberatkan.
-          Bank akan lebih selektif dan hati-hati mencari usaha yang benar-benar halal, aman dan menguntungkan.
-          Bagi hasil pada musyarakah ini berbeda dengan prinsip bunga pada bank konvensional.
b.      Resikonya :
-          Nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebut dalam kontrak.
-          Lalai dan kesalahan yang disengaja.
-          Nasabah menyembunyikan keuntungan, apabila nasabah tersebut tidak jujur.





0 Response to "Musyarakah"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel