Tokoh-Tokoh Islam YAHYA BIN UMAR, AL MAWARDI, DAN AL GHAZALI

Yahya ibn Umar
(213-289 H)*
A.Riwayat Hidup
Nama Lengkap  :  Abu Bakar Yahya bin Umar bin Yusuf Al-Kannani
     Al-Andalusi
Lahir  :  Tahun 213 H dan dibesarkan di kota Kordova, Spanyol
Berguru kepada   :  Pemuka sahabat Abdullah bin Wahab Al-Maliki dan Ibn Al-     Qasim, seperti Ibnu Al-Kirwan Ramh dan Abu Al-Zhahirbin      Al-Sarh (Mesir)
     Abu Mus’ab Az-Zuhri (Hijaz)
     Abu Zakaria Yahya bin Sulaiman Al-Farisi (Afrika)
Wafat  :  Tahun 289 H (901 M)
Dalam perkembangan, ia menjadi pengajar di Jami’ Al-Qairuwan. Pada masa hidupnya ini, terjadi konflik yang menajam antara fuqaha Malikiyah dan fuqaha Hanafiyah yang dipacu oleh persaingan memperebutkan pengaruh dalam pemerintahan. 

B. Kitab Ahkam al-Suq

oBerasal dari benua Afrika pada abad ketiga hijriah

oBerisi tentang hisbah dan dan berbagai hukum pasar

oSituasi kota Qairuwan merupakan salah satu yang mempengaruhi pembuatan Kitab al-Suq

oDilatar belakangi oleh dua persoalan mendasar :

pertama, hukum syara’ tentang perbedaan kesatuan timbangan dan takaran perdagangan dalam satu wilayah.

kedua, hukum syara’ tentang harga gandum yang tidak terkendali akibat pemberlakuan liberalisasi harga, sehingga dikhawatirkan dapat menimbulkan kemudaratan bagi para konsumen.

oLebih banyak menggunakan metode diskusi atau dialog

oSebelumnya ditulis mukaddimah secara terperinci tentang berbagai tanggung jawab pemerintah

oMengajarkan kitab tersebut untuk pertama kalinya di kota Sausah pada pasca konflik

oTerdapat dua riwayat tentang kitab ini, riwayat al-Qashri yang sekarang kita pelajari dari riwayat al-syibli.


C. Pemikiran Ekonomi

*Ketakwaan merupakan asas dalam perekonomian Islam

*Fokus perhatian Yahya ibn Umar tertuju pada hukum-hukum pasar yang terefleksikan dalam pembahasan tentang tas’ir (penetapan harga)

*Yahya bin Umar melarang kebijakan penetapan harga (ta’sir)

*Yahya bin Umar menyatakan bahwa pemerintah tidak boleh melakukan intervensi, kecuali dalam dua hal:

*Para pedagang tidak memperdagangkan barang dagangan tentunya yang sangat dibutuhkan masyarakat

*Para pedagang melakukan praktik siyasah al-ighraq atau banting harga (dumping) yang dapat menimbulkan persaingan yang tidak sehat serta dapat mengacaukan stabilitas harga pasar.

*Ia mengindikasikan bahwa hukum asal intervensi pemerintah adalah haram

*Menurutnya, pemerintah berhak untuk melakukan intervensi ketika terjadi tindakan sewenang-wenang dalam pasar yang dapat menimbulkan kemudharatan bagi masyarakat, termasuk ikhtikar dan dumping.

*Melarang praktik ta’sir (penetapan harga) tetapi mendukung kebebasan ekonomi.



Menurut Dr. Rifa’at Al-Audi, pernyataan Yahya bin Umar yang melarang praktik banting harga (dumping) bukan dimaksudkan untuk mencegah harga-harga menjadi murah. Namun, pelarangan tersebut dimaksudkan untuk mencegah dampak negatifnya terhadap mekanisme pasar dan kehidupan masyarakat secara keseluruhan.


Tentang ihtikar, Yahya bin Umar menyatakan bahwa timbulnya kemudharatan terhadap masyarakat merupakan syarat pelarangan penimbunan barang. Apabila hal tersebut terjadi, barang dagangan hasil timbunan tersebut harus dijual dan keuntungan dari hasil penjualan itu disedekahkan sebagai pendidikan terhadap para pelaku ihtikar. Adapun para pelaku ihtikar itu sendiri hanya berhak mendapatkan modal pokok mereka. Selanjutnya, pemerintah memperingati para pelaku ikhtikar agar tidak mengulangi perbuatannya. Apabila mereka tidak memedulikan peringatan tersebut, pemerintah berhak menghukum mereka denagn memukul, lari mengelilingi kota, dam memenjarakannya.

Dengan demikian dalam kasus kenaikan harga akibat ulah manusia, seperti ihtikar dan dumping, kebijakan yang diambil pemerintah adalah mengembalikan tingkat harga pada equilibrium price. Hal ini juga berarti bahwa dalam ekonomi Islam, undang-undang mempunyai peranan sebagai pemelihara dan penjamin pelaksanaan hak-hak masyarakat yang


D. Wawasan EkonomiModern Yahya bin Umar

Berikut adalah wawasan modern Yahya bin Umar yang dikemukakan pada masanya :

Ihtikar (Monopoly’s Rent-Seeking)

      Islam secara tegas melarang ihtikar yaitu mengambil keuntungan di atas keuntungan normal dengan cara menjual lebih sedikit barang untuk harga yang lebih tinggi. Ihtikar akan merusak mekanisme pasar dan akan meberhentikan keuntungan yang akan diperoleh orang lain serta menghambat proses distribusi kekeyaan diantara manusia. Maka dapat disimpulkan bahwa cirri-ciri ihtikar adalahpertama, objek penimbunan merupakan barang-barang kebutuhan masyarakatkedua, tujuan penimbunan adalah untuk meraih keuntungan diatas keuntungan normal

Siyasah Al-Ighraq (Dumping Policy)

     Berbanding terbalik dengan ihtikar, dumping bertujuan untuk meraih keuntungan dengan cara menjual barang pada tingkat harga lebih rendah daripada yang berlaku dipasar. Hal ini dilarang dengan keras karena dapat menimbulkan kemudharatan di tengah masyarakat luas.


Al-Mawardi
       (450 H / 1058 M)

Nama lengkap beliau adalah “Abu Hasan Ali bin Muhammad bin Habib AL-Mawardi Al-Bashri As-Syafi’I”

Beliau lahir di kota Basrah pada tahun 364 H (974 M)

Al-Mawardi mengawali pendidikannya di kota basrah dan baghdad selama dua tahun, kemudian beliau melanjutkan pendidikannya ke berbagai negara islam

Berkat keluasan ilmunya Mazhab Syafi’i ini dipercaya memangku jabatan qhadi (hakim) diberbagai negeri secara bergantian
Al Mawardi diangkat sebagai Hakim agung pada masa pemerintahan Khalifah Al-Qaim bin Amrillah Al-Abbasi
Al Mawardi mempunyai tiga buah karya tulisnya, yaitu  kitabal-Abad wa a-Dunya wa ad-Din, al-Hawai al-Kabir dan  al-Ahkam as-Shulthoniyah


 
Dalam pemikiran ekonominya Al Mawardi menegaskan bahwa negara wajib mengatur dan membiayai pembelanjaan yang di butuhkan oleh layanan public karena setiap individu tidak mungkin membiayai jenis layanan semacam itu. Dengan demikian, layanan publik merupakan kewajiban social dan harus bersandar kepada kepentingan umum.

Para pemikir muslim di abad klasik Al-Mawardi menyebutkan bahwa sumber-sumber pendapatan negara islam terdiri dari zakat,  ghanimah, kharaj, jizyah,  dan ushr.

Menurut AL-Mawardi, pinjaman publik harus di kaitkan dengan kepentingan publik. Namun demikian tidak semua kepentingan publik dapat di biayai dari dana pinjaman publik

Menurut beliau ada dua jenis biaya untuk kepentingan publik, yaitu biaya untuk pelaksanaan fungsi-fungsi mandatory (kewajiban) negara dan biaya untuk kepentingan umum dan kesejahteraan masyarakat


Al-Mawardi juga membahas tentang perpajakan. Menurutnya, penilaian atas kharaj harus bervariasi sesuai dengan faktor – faktor yang menentukan kemampuan tanah dalam membayar pajak

Kaitannya dengan metode penetapan kharaj, Al-Mawardi menyarankan untuk menggunakan salah satu dari tiga metode yang pernah di terapkan dalam sejarah Islam yaitu Metode Misahah, Metode penetapan kharaj, Metode Musaqoh


Al Mawardi bahwa negara membutuhkan lembaga negara yaitu Baitul Mal yang didirikan secara permanen

Melalui lembaga ini, pendapatan negara dari berbagai sumber akan di simpan dalam pos yang terpisah dan di belanjakan sesuai dengan alokasinya masing-masing

AL-Mawardi menegaskan bahwa jika dana pada pos tertentu tidak mencukupi untuk membiayai kebutuhan yang di rencanakannya, pemerintah dapat meminjam uang belanja tersebut dari pos yang lain


Pemikiran Ekonomi Al-Ghazali
(450-505 H/105-111 M)
 

A.   Riwayat Hidup

Bernama lengkap Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al Tusi Al-Ghazali.

Lahir di Tus, sebuah kota kecil di Khurasan, Iran tahun 450 H (1058)

       Sejak kecil Al-Ghazali hidup di dalam dunia tasawuf.

Dalam pengasingan diri selama 12 tahun, banyak menghasilkan berbagai karya terkenal seperti Kitab IhyaUlum al-Din.



B. Karya-Karya


  Al-Ghazali diperkirakan telah menghasilkan 300 karya tulis yang meliputi berbagai disiplin ilmu seperti logika, filsafat, moral, tafsir, fiqih, ilmu-ilmu Al-qur’an, tasawuf, politik, administrasi, dan perilaku ekonomi.

  Namun demikian, yang ada hingga kini hanya 84 buah diantaranya IhyaUlum al-Din, al- Munqidz  min al- Dhalal, Tahaful al- Falasifah, Minhaj Al- Abidin, Qawa’id Al- ‘Aqaid, al- Mustashfa min ‘Ilm al- Ushul,Mizan Al-‘Amal, Misykat al- Anwar, Kimia al- Sa’adah,al- Wajiz,Syifa al-Ghalil, dan al-Tibr al-Masbukfi Nasihat al- Muluk.

 
C. Pemikiran Ekonomi

  Pemikiran-pemikiran ekonomi  Al-Ghazali didasarkan pada pendekatan tasawuf karena [ada masa hidupnya orang-orang kaya berkuasa dan sarat prestise sulit menerima pendekatan fiqh dan filosofis dan mempercayai hari  pembalasan.

  Al-Ghazali memfokuskan perhatian individu yang dibahas menurut perspektif Al-Qur’an, Sunnah, Fatwa sahabat dan tabi’in.


1.Pertukaran Sukarela dan Evolusi Pasar


  Bagi Al-Ghazali, pasar berevolusi sebagai bagian dari ‘’hukum alam’’ segala sesuatu, yakni sebuah ekspresi berbagai hasrat yang timbul dari diri sendiri untuk saling memuaskan kebutuhan ekonomi. Al- Ghazali jelas-jelas menyatakanmutualitasdalam pertukaran ekonomi yang mengharuskan spesialisasi dan pembagian kerja menurut daerah dan sumber daya.


 
a.Permintaan, Penawaran, Harga, dan Laba


  Beberapa paragraf dari tulisannya juga jelas menunjukkan bentuk kurva penawaran dan permintaan. Untuk kurva penawaran yang ”naik dari kiri bawah ke kanan atasdinyatakan oleh dia sebagaijika petani tidak mendapatkan pembeli dan barangnya, ia akan menjualnya pada harga yang lebih murah”.  Sementara untuk kurva permintaan yang ”turun dari kiri atas ke kanan bawah”  dijelaskan oleh dia sebagaiharga dapat diturunkan dengan mengurangi permintaan

  Beliau menganggap laba sebgai imbalan atas resiko dan ketidak pastian yang ditanggung khalifah dagang. Laba normalnya berkisar antara 5-10% dari harga barang



b. Etika Perilaku Pasar

Pasar harus berfungsi berdasar etika dan moral para     pelakunya

pasar harus berjalan bersih dan bebas drai penipuan

menimbun makanan dan barang, iklan palsu, informasi salah      mengenai barang adalah kezaliman yang besar.


2. Aktivitas Produksi

Imam Al- Ghazali mengklasifikasikan aktivitas produksi menurut kepentingan sosialnya serta menitikberatkan perlunya kerjasama dan koordinasi. Fokus utamanya adalah tentang jenis aktivitas yang sesuai dengan dasar- dasar etos Islam.


a.  Produksi Barang- barang Kebutuhan Dasar Sebagai Kewajiban Sosial

  Dalam hal ini, pada prinsipnya , negara harus bertanggung jawab dalam menjamin kebutuhan masyarakat terhadap barang- barang kebutuhan pokok. Disamping itu Al- Ghazali beralasan bahwa ketidakseimbangan antara jumlah barang kebutuhan pokok yang tersedia dengan yang dibutuhkan masyarakat cenderung akan merusak kehidupan masyarakat.


b. Hierarki Produksi

  Klasifikasi aktivitas produksi yang diberikan Al-Ghazali primer( agrikultur), sekunder ( manufaktur), dan tersier( jasa). Secara garis besar, ia membagi aktivitas produksi kedalam tiga kelompok berikut:

1.Industri dasar , yakni industri- industri yang menjaga kelangsungan hidup manusia.

2. Aktivitas penyokong, yakni aktivitas yang bersifat tambahan bagi industri dasar.

3. Aktivitas komplementer, yakni yang berkaitan dengan industri dasar.
c. Tahapan Produksi , Spesialisasi, dan Keterkaitannya


  Al-Ghazali mengakui adanya tahapan produksi yang beragam sebelum produk dikonsumsi. Selanjutnya , ia menyadarikaitan” yang sering kali terdapat dalam mata rantai produksisebuah gagasan yang sangat dikenal dalam pembahasan kontemporer.

Tahapan dan keterkaitan produksi yang beragam mensyaratkan adanya pembagian kerja , koordinasi dan kerja sama. Ia juga menawarkan gagasan mengenai spesialisasi dan saling ketergantungan dalam keluarga
A. Problema Barter dan Kebutuhan Terhadap Uang

  Al-Ghazali mempunyai wawasan yang sangat kompherhensif mengenai berbagai problema barter yang dalam istilah modern disebut sebagai:

1)   Kurang memiliki angka penyebut yang sama         ( lack of common denominator)

2)   Barang tidak dapat dibagi- bagi (indivisibility of goods)

3)   Keharusan adanya dua keinginan yang sama (double coincidence of wants)

Fungsi uang menurut Ghazali adalah:
·         Sebagai satuan hitung (unit of account)

·         Media penukaran (medim of exchange)

·         Sebagai penyimpan kekayaan (store of value)


B. Uang yang Tidak Bermanfaat dan Penimbunan Bertentangan Dengan Ilahi

  Dalam hal ini , Al- Ghazali menekankan bahwa uang tidak diinginkan karena uang itu sendiri. Uang baru akan memiliki nilai jika digunakan dalam suatu pertukaran. Al-Ghazali menjelaskan bahwa orang yang melakukan penimbunan uang merupakan orang yang berbuat zalim dan menghilangkan hikmah yang terkandung dalam penciptaannya.

C. Pemalsuan dan Penurunan Nilai Uang

  Dalam hai ini ia membolehkan kemungkinan uang representatif ( token money), seperti yang kita kenal dengan istilah modern- sebuah pemikiran yang mengantarkan kita pada apa yang disebut sebagai teori uang feodalistik yang menyatakan bahwa hak bendahara publik untuk mengubah muatan logam dalam mata uang merupakan monopoli penguasa feodal.


D. Larangan Riba

  Al- Ghazali menyatakan bahwa menetapkan bunga atas utang piutang berarti membelokkan uang dari fungsi utamanya, yakni untuk mengukur kegunaan objek pertukaran. Oleh karena itu, bila jumlah uang yang diterima lebih banyak dari pada jumlah uang yang diberikan , akan terjadi perubahan standar nilai. Perubahan ini terlarang.

4. Peranan Negara dan Keuangan Publik

  Dalam hal ini, ia tidak ragu- ragu menghukum penguasa. Ia menganggap negara sebagai lembaga yang penting, tidak hanya bagi berjalannya aktifitas ekonomi dari suatu masyarakat dengan baik, tetapi juga untuk memenuhi kewajiban sosial sebagaimana yang diatur oleh wahyu

a.  Kemajuan Ekonomi Melalui Keadilan,      Kedamaian dan Stabilitas

  Al- Ghazali menitik beratkan bahwa untuk meningkatkan kemakmuran ekonomi, negara harus menegakkan keadilan, kedamaian dan keamanan , serta stabilitas. Ia menekankan perlunya keadilan serta “ aturan yang adil dan seimbang”.


b. Keuangan Publik

  Ia memperhatikan kedua sisi anggaran , baik sisi pendapatan maupun sisi pengeluaran.

  1)     Sumber- sumber Pendapatan Negara

  Al- Ghazali menyebutkan bahwa salah satu sumber pendapatan yang halal adalah harta tanpa ahli waris pemiliknya, tidak dapat dilacak, ditambah sumbangan sedekah atau wakaf yang tidak ada pengelolanya. Sedangkan pajak- pajak yang dikumpulkan dari non muslim berupa Ghanimah, Fai,jaziyah dan upeti atau amwal al masalih


  2)    Utang Publik

  Dengan melihat kondisi ekonomi, Al-Ghazali mengizinkan utang publik jika memungkinkan untuk menjamin pembayaran kembali dari pendapatan dimasa yang akan datang. Contoh utang seperti ini adalah revenue bonds yang digunakan secara luas oleh pemerintah pusat dan lokal di Amerika Serikat.

  3)     Pengeluaran Publik

  Penggambaran fungsional dari pengeluaran publik yang direkomendasikan Al- Ghazali bersifat agak luas dan longgar , yakni penegakan keadilan dan stabilitas negara, serta pengembangan suatu masyarakat yang makmur.

 
 


0 Response to "Tokoh-Tokoh Islam YAHYA BIN UMAR, AL MAWARDI, DAN AL GHAZALI"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel