Larangan praktik siyasah al-ighraq dan ihtikar oleh para pemikir ekonomi.
Larangan praktik siyasah al-ighraq dan ihtikaroleh para pemikir ekonomi.
Siyasah al-Ighraq (Dumping) adalah sebuah aktivitas perdagangan yang bertujuan untuk mencari keuntungan dengan jalan menjual barang pada tingkat harga yang lebih rendah dari harga yang berlaku di pasaran.
Pendapat Umar yang melarang praktek Siyasah Al-Ighraq (dumping) dalam perdagangan, di karenakan hal tersebut dapat mengacaukan harga pasar serta berdampak pada penurunan jumlah persediyaan barang sehingga menyebabkan kegiatan ekonomi terganggu. Menurut pandangan hukum Islam praktek Siyasah Al-Ighraq (dumping) dilarang karena dapat membahayakan umat Islam baik penjual dan pembeli. Hal ini di sebabkan karena terjadinya ketidakadilan dalam harga sehingga baik penjual atau pembeli merasa dirugikan.
Siyasah al-Ighraq (dumping) dilakukan oleh seseorang dengan maksud agar para saingan dagangnya mengalami kebangkrutan. Dengan demikian ia akan leluasa menentukan harga di pasar. Siyasah al ighraq atau banting harga (dumping) dapat menimbulkan persaingan yang tidak sehat serta dapat mengacaukan stabilitas harga di pasar.
Di zaman modern ini Dumping lebih dikenal sebagai istilah yang digunakan dalam perdagangan internasional yang artinya produsen dari suatu negara menjual hasil mereka ke negara lain dibawah harga yang dikenakan pada para konsumen negara asal.
Ada berbagai akibat yang dapat ditimbulkan dari praktik dumping ini, diantaranya produk sejenis dalam negeri kalah bersaing akibat harga produk impor tersebut jauh lebih murah dibandingkan harga produk sejenis yang ada dalam negara domestik, pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besar-besaran karena perusahaan dalam negeri harus menghemat biaya operasionalnya agar dapat bersaing dengan barang-barang impor yang harganya sangat murah, dan yang lebih parah lagi adalah tutupnya perusahaan dalam negeri akibat produksinya terus menurun dan barang-barangnya tidak laku dipasaran.
Contoh praktek dumping yang menyebabkan kerugian langsung: Indonesia telah mengimpor komoditas sepatu dari jepang yang harganya sangat murah karena telah dikenakan dumping. Akibatnya industry Indonesia banyak yang gulung tikar karena produknya kalah dalam persaingan sehingga barang tidak laku, akibat lebih lanjut para pekerja pada pabrik sepatu banyak dikenakan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) untuk menyelamatkan kelanjutan pabrik sepatu tersebut.
Di samping kerugian langsung praktek dumping juga menyebabkan kerugian tidak langsung, misalnya: Jepang telah mengekspor sepeda motor dengan volume 15 persen dari seluruh total impor sepeda motor Indonesia. Kemudian Jepang mengenakan harga dumping yang less than fair value (LTVF). Maka sekalipun volume ekspor sepeda motor Jepang ke Indonesia tetap 15 persen, karena daya saingnya yang lebih kuat berdasarkan LTVF, secara diam-diam telah merugikan produsen importer (Indonesia).
Solusi mengenai praktek dumping diantaranya:
1. Para pelaku ekonomi harus memiliki etika dalam berbisnis, karena dengan adanya etika diharapkan prilaku-prilaku tidak baik dapat dicegah. Sehingga akan tercipta kondisi perekonomian yang stabil dan menguntungkan semua pihak.
2. Pemerintah harus mengawasi produk-produk asing yang masuk kedalam negeri terutama yang berpotensi melakukan dumping, agar produk negeri tidak kalah bersaing.
3. Pemerintah juga perlu membuat UU yang benar-benar melarang praktek dumping, untuk membatasi produk yang masuk di dalam negeri yang dapat menggeser produk dalam negeri
ihtikar, yaitu melakukan penimbunan barang dengan tujuan spekulasi, sehingga ia mendapatkan keuntungan besar di atas keuntungan normal atau dia menjual hanya sedikit barang untuk mendapatkan harga yang lebih tinggi, sehingga mendapatkan keuntungan di atas keuntungan normal. Dalam ilmu ekonomi hal ini disebut dengan monopoly’s rent seeking.
Ulama melarang ihtikar terhadap kebutuhan pokok, sebab ihtikar dapat mengakibatkan terganggunya mekanisme pasar, di mana penjual akan menjual sedikit barang dagangannya, sementara permintaan terhadap barang tersebut sangat banyak, sehingga di pasar terjadi kelangkaan barang. Dalam kondisi seperti ini produsen dapat menjual barangnya dengan harga yang lebih tinggi dari harga normal. Penjual akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari keuntungan normal (super normal profit), sementara konsumen akan menderita kerugian. Jadi, akibat ihtikar masyarakat akan dirugikan oleh ulah sekelompok kecil manusia. Dengan demikian praktek ihtikar akan menghambat kesejahteraan umat manusia. Padahal salah satu tujuan dari sistem ekonomi, apapun bentuknya adalah kesejahteraan umat manusia.
Contoh kasus penimbunan adalah penimbunan bahan bakar minyak (BBM), yaitu para pelaku usaha dengan sengaja menimbun dan baru menjual BBM tersebut saat harga sudah mengalami kenaikan untuk memperoleh keuntungan besar.
Pihak pemerintah memiliki peranan yang sangat penting untuk menghentikan aktivitas penimbunan. Dalam hal ini pemerintah harus merekomendasikan pelaku ihtikâr untuk menjual barang yang ditimbun yang melibihi kadar kebutuhannya dan keluarganya. Jika rekomendasi ini tidak diindahkan, maka pemerintah harus memberikan terguran. Jika tindakan kedua ini juga tidak diindahkan, maka pemerintah berhak untuk menahan dan memberi sanksi kepada muhtakir (penimbun) sesuai dengan kebijakan pemerintah. Seperti dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, Pasal 107, menyebutkan bahwa pelaku usaha yang menyimpan barang atau penimbunan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan atau pidana denda paling banyak 50 miliar rupiah.
0 Response to "Larangan praktik siyasah al-ighraq dan ihtikar oleh para pemikir ekonomi. "
Post a Comment