Analisis Kinerja Keuangan Daerah Pemerintah Kabupaten Soppeng Terhadap Efisiensi Pendapatan asli daerah (KE-38)

Lahirnya Undang-Undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Pemda) dan UU  No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, menjadi titik awal dimulainya otonomi daerah. Otonomi daerah (otoda) adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai peraturan perundang-undangan. Sedangkan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah merupakan pemerataan antardaerah secara proporsional, demokratis, adil, dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah sejalan dengan kewajiban dan pembagian kewenangan tersebut, termasuk pengelolaan dan pengawasan keuangannya.

Adanya Undang-Undang tersebut telah memberi kewenangan yang lebih luas kepada Pemda tingkat kabupaten untuk menyelenggarakan semua urusan pemerintah mulai dari perencanaan, pengendalian dan evaluasi, sehingga mendorong Pemda untuk lebih memberdayakan semua potensi yang dimiliki dalam rangka membangun dan mengembangkan daerahnya. Sebenarnya pertimbangan mendasar terselenggaranya otoda adalah perkembangan dari dalam negeri yang mengindikasikan bahwa rakyat menghendaki keterbukaan dan kemandirian (desentralisasi). Selain itu, keadaan  luar negeri yang banyak menunjukkan bahwa semakin maraknya globalisasi yang menuntut daya saing tiap negara, termasuk setiap Pemdanya. Hal tersebut akan tercapai dengan peningkatan kemandirian Pemda melalui program otoda. Tujuan program otoda adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan perkembangan daerah dan meningkatkan kualitas pelayanan publik agar lebih efisien dan responsif terhadap kebutuhan, potensi maupun karakteristik di daerah masing-masing.


Salah satu aspek dari Pemda yang harus diatur secara hati-hati adalah pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah. (Nordiawan, dkk, 2007: 39)

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan instrumen kebijakan yang utama bagi Pemda. Sebagai instrumen kebijakan, APBD mendukung posisi sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektivitas Pemda. APBD dapat digunakan sebagai alat untuk menentukan besarnya pendapatan dan pengeluaran, membantu pengambilan keputusan dan pencapaian pembangunan, otoritas pengeluaran di masa-masa yang akan datang, sumber pengernbangan ukuran-ukuran standar untuk evaluasi kinerja, alat untuk memotivasi para pegawai dan alat koordinasi bagi semua aktivitas dari berbagai unit kerja.

Secara spesifik, tujuan pelaporan keuangan oleh Pemda adalah untuk menyajikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan dan untuk menunjukkan akuntabilitas (pertanggungjawaban) Pemda atas sumber yang dipercayakan. Pemda sebagai pihak yang diserahi tugas untuk menjalankan roda pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat wajib menyampaikan laporan pertanggungiawaban keuangan daerahnya untuk dinilai apakah ia berhasil menjalankan tugasya dengan baik atau tidak. Salah satu alat untuk menganalisis kinerja Pemda dalam mengelola keuangan daerahnya adalah dengan melakukan analisis rasio keuangan terhadap APBD yang telah dilaksanakan.

Hasil analisis rasio keuangan digunakan sebagai tolak ukur dalam :

1.      Menilai kemandirian keuangan daerah dalam membiayai penyelenggaraan otoda.

2.      Mengukur efektivitas dan efisiensi dalam merealisasikan pendapatan daerah.

3.      Mengukur sejauh mana aktivitas Pemda dalam membelanjakan pendapatan daerahnya

4.      Mengukur kontribusi masing-masing sumber pendapatan dalam pembentukan pendapatan daerah.

5.      Melihat pertumbuhan dan perkembangan perolehan pendapatan dan pengeluaran yang dilakukan selama periode waktu tertentu.

Penggunaan analisis rasio pada sektor publik, khususnya terhadap APBD dan realisasinya belum banyak dilakukan sehingga secara teori belum ada kesepakatan secara bulat mengenai nama dan kaidah peraturannya. Namun, analisis rasio terhadap realisasi APBD harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan daerah. Di samping meningkatkan kuantitas pengelolaan keuangan daerah, analisis rasio terhadap realisasi APBD juga dapat digunakan sebagai alat untuk menilai efektivitas otoda sebab kebijakan ini yang memberikan keleluasaan bagi Pemda untuk mengelola keuangan daerahnya seharusnya bisa meningkatkan kinerja keuangan daerah yang bersangkutan. Maraknya pembahasan mengenai keuangan daerah, terutama hubungannya dengan otoda yang sementara berlangsung menjadikan hal ini menarik untuk dibahas. Peneliti memilih salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan, yaitu Kabupaten Soppeng. Kabupaten ini menjadi menarik sebagai salah satu obyek penelitian karena adanya temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Sulsel mengenai penggunaan APBD Soppeng 2010 yang bermasalah sebesar Rp4,3 miliar. Dana tersebut direalisasikan untuk beberapa kegiatan, seperti belanja hibah, bantuan sosial, dan transfer/bagi hasil ke desa yang belum dipertanggungjawabkan penggunaannya(BPK RI Sulsel, September 2011). Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dan membuktikan kemampuan  Pemda Soppeng dalam mengelola keuangan daerahnya dan  melihat dari efisiensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan mengangkat judul, “Analisis Kinerja  Keuangan Daerah Pemerintah Kabupaten Soppeng terhadap Efisiensi Pendapatan Asli Daerah".

0 Response to "Analisis Kinerja Keuangan Daerah Pemerintah Kabupaten Soppeng Terhadap Efisiensi Pendapatan asli daerah (KE-38)"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel