Rekonstruksi Nikah Sirri

Pembahasan dan perdebatan mengenai nikah sirri kembali menemukan momentum setelah skandal Aceng Fikri, Bupati Garut, yang menikahi seorang wanita muda secara sirri selama 4 hari dan kemudian menceraikannya via sms.

Pendapat dari berbagai kalangan kembali bermunculan, tentang keabsahan nikah sirri, baik menurut agama, maupun menurut negara, termasuk tentang ancaman pidana terhadap para pelakunya.



Selama ini, arus mainstream dan anggapan umum berpendapat bahwa Nikah Sirri adalah nikah sah menurut agama, tapi tidak tercatat, sedangkan nikah di KUA adalah nikah yang dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


Benarkah seperti itu?


Nikah Sirri Menurut Agama Islam


Istilah Nikah Sirri (nikah rahasia) bukanlah berasal dari Indonesia, bukan pula tercipta mulai sejak Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 ttg perkawinan disahkan, akan tetapi jauh sebelum itu, sejak 14 abad yang lalu, istilah nikah sirri dan praktek nikah sirri telah ada dan membudaya.


Ada dua pendapat besar dalam khazanah hukum Islam tentang makna Nikah Sirri. Dalam pengertian yang pertama, nikah sirri adalah pernikahan yang dilakukan secara sembunyi–sembunyi tanpa wali dan saksi (Imam Syafi’i: Al-Umm 5/23), dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa nikah sirri hukumnya tidak sah.


Sedangkan pendapat yang kedua menyatakan bahwa nikah Siri adalah pernikahan yang dihadiri oleh wali dan dua orang saksi, tetapi saksi-saksi tersebut tidak boleh mengumumkannya kepada khayalak ramai.


Terhadap definisi kedua ini, mayoritas ulama, di antaranya adalah Umar bin Khattab, Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’I, dan Imam Ahmad (Ibnu Qudamah: Al Mughni 7/ 434-435) berpendapat bahwa nikah sirri hukumnya makruh.


Adapun madzhab Maliki dan sebagian dari ulama madzhab Hambali berpendapat bahwa nikah sirri tidak sah (Ibnu Qudamah: al Mughni: 7/ 435). Bahkan ulama Malikiyah mengharuskan suaminya untuk segera menceraikan istrinya, atau membatalkan pernikahan tersebut, dan wajib ditegakkan had kepada kedua mempelai jika mereka terbukti sudah melakukan hubungan seksual. Kedua saksi pernikahan juga wajib diberikan sangsi jika memang sengaja untuk merahasiakan pernikahan kedua mempelai tersebut.


Dari beberapa paraghrap diatas, diketahui bahwa dalam hal definisi nikah sirri pun ulama masih berbeda pendapat, sehingga pemaknaan ulang nikah sirri, dengan tetap mengacu kepada definisi nikah sirri yang telah ada dan memperhatikan aspek kekinian, bisa dilakukan.


Nikah Di Bawah Tangan


Setelah Undang-undang nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disahkan, yang salah satu pasalnya memuat bahwa nikah sah adalah nikah yang dilaksanakan menurut hukum agama dan dicatatkan oleh petugas pencatatan nikah, maka mulai muncul istilah Nikah di bawah tangan.


Apakah nikah di bawah tangan dengan nikah sirri itu sama? Dalam hal ini, penulis sependapat dengan fatwa MUI nomor 10 tahun 2008 yang membedakan antara nikah sirri dengan nikah di bawah tangan.


Dalam fatwa tersebut, nikah di bawah tangan adalah pernikahan yang terpenuhi semua rukun dan syarat yang ditetapkan dalam fiqh (hukum Islam), namun tanpa pencatatan resmi di instansi berwenang sebagaimana diatur dalam perundang-undangan.


Walaupun dalam fatwa MUI tersebut disebut hukumnya sah, tapi dalam poin 2 disebutkan juga bahwa hukum nikah di bawah tangan menjadi haram jika terdapat mudharat.


Dari beberapa kasus yang penulis temui, nikah di bawah tangan terjadi karena beberapa sebab, diantaranya: Pertama, akses kediaman kedua mempelai yang jauh dari kantor pencatatan pernikahan setempat. Hal ini mungkin tidak ditemui di pulau jawa, akan tetapi untuk di daerah luar pulau jawa, apalagi daerah kepulauan, alasan seperti ini menjadi cerita sehari-hari.


Kedua, adanya anggapan bahwa menikah di Kantor Urusan Agama menghabiskan banyak biaya. Ketiga, adanya aparat pemerintahan yang tidak amanah, entah itu dari unsur penghulu, PPN, aparat desa, atau unsur pemerintahan lain. Ketidak amanahan terjadi ketika pasangan calon mempelai sudah mempercayakan sepenuhnya kepengurusan pernikahan mereka terhadap petugas, dan ternyata petugas dimaksud lalai dalam mengemban amanah, sehingga pernikahan mempelai tersebut menjadi tidak tercatat di buku register pernikahan setempat.


Keempat, hilangnya akta nikah, entah itu bencana alam, kelalaian, dan beberapa sebab lain yang dapat dibuktikan. Dan Kelima, pernikahan dilakukan sebelum Undang-undang nomor 1 tahun 1974 disahkan.


Kejadian nikah di bawah tangan yang tidak tercatat di buku register pernikahan, tapi tetap mengadakan resepsi, mengundang tetangga kiri-kanan, dan mengumumkannya kepada khalayak ramai adalah hal yang jamak terjadi, dan untuk hal seperti ini, bukanlah termasuk nikah sirri.


Terhadap pernikahan di bawah tangan, peraturan perundang-undangan kita mengakomodir pengesahan nikah tersebut lewat permohonan isbat nikah di Pengadilan Agama, sehingga bisa menghilangkan unsur mudharat yang terjadi akibat pernikahan di bawah tangan.



Salah Kaprah


Pernikahan adalah sebuah seremonial sekali seumur hidup, yang akan terus terkenang, dan menjadi sebuah kejadian istimewa bagi sepasang manusia.


Secara logika, seseorang yang masih berstatus perjaka dan perawan beserta keluarga besarnya niscaya berkeinginan untuk melaksanakan prosesi pernikahan dengan sebagaimana mestinya, sesuai dengan peraturan perundangan-undangan, mengadakan resepsi, mengundang tetangga kiri-kanan, untuk mengumumkan pernikahan mereka.


Bahkan, jika salah satu/keduanya berstatus duda/janda pun, deklarasi sehidup semati ini tetap menjadi hal yang sakral.


Namun logika ini seakan patah ketika ada yang melakukan pernikahan secara sembunyi-bunyi. Pertanyaan pertama yang keluar: “Kenapa pernikahan itu harus disembunyikan? Adakah yang salah disana?”.


Dengan berpegang kepada definisi nikah sirri dan nikah di bawah tangan yang telah dijabarkan diatas, maka penulis menemukan beberapa fakta kejadian, bahwa mayoritas kejadian nikah sirri adalah poligami liar, sedangkan kejadian nikah di bawah tangan adalah nikah normal dengan beberapa sebab kasuistis yang dapat dipertanggungjawabkan menjadikan pernikahan tersebut tidak tercatat.


Secara hukum agama, tidak ada yang dapat membuktikan keabsahan nikah sirri, baik dari segi rukun (wali, saksi, dsb) dan syarat-syarat pernikahan. Jika secara hukum agama saja tidak dapat dibuktikan, maka berbicara secara peraturan perundang-undangan menjadi tidak relevan.


Pelaksanaan nikah sirri yang rahasia dan sembunyi-sembunyi itu, merupakan salah satu bentuk itikad tidak baik dari para pelaku, karena ada sesuatu yang disembunyikan, karena ada sesuatu yang tidak pantas diketahui oleh umum. Adanya sebab itikad tidak baik seperti ini, menjadikan nikah sirri tidak layak untuk diberikan angin segar keabsahan nikah, baik secara agama maupun negara.


Sebaliknya, pernikahan di bawah tangan, tidak selalu dilakukan secara rahasia. Bukan sekali dua kali nikah di bawah tangan dilaksanakan lengkap dengan resepsinya, sehingga asumsi bahwa nikah di bawah tangan adalah nikah sirri menjadi gugur.


Nikah di bawah tangan, dengan beberapa sebab kasuistis diatas, masih dapat dibuktikan keabsahan pelaksanakan pernikahan tersebut secara agama, yang akan menjadi batu uji pengesahan nikah di Pengadilan Agama.


Adapun jika ditilik secara peraturan perundang-undangan, nikah sirri maupun nikah di bawah tangan mempunyai konsekuensi hukum yang sama: tidak berkekuatan hukum apapun terhadap para pelakunya.


Dan berdasarkan beberapa hal diatas, maka penulis berkesimpulan bahwa definisi nikah sirri yang saat ini marak terjadi bermakna poligami liar, yang secara otomatis sangat berbeda makna dengan pernikahan di bawah tangan.


Pidana Nikah Sirri


Nikah sirri yang notabene adalah poligami liar menimbulkan efek negatif yang luar biasa terhadap para pelakunya, terutama wanita  dan anak-anak hasil nikah sirri tersebut.


Ketika pintu pengesahan nikah lewat permohonan isbat nikah hampir tertutup, maka yang tersisa adalah korban tak berdosa dan perasaan menyesal yang berkepanjangan.


Seorang wanita yang dinikahi secara sirri, tidak mempunyai daya dan upaya apapun untuk mempertahankan hak-hak rumah tangga, bahkan hak-hak perlakuan yang layak dan pantas sebagai seorang manusia.


Jika merujuk ke kasus Aceng Fikri, maka apa yang dapat dilakukan oleh F.O. untuk mempertahankan hak-hak asasi, keperdataan, bahkan haknya sebagai istri ketika dicerai lewat sms hanya dalam jangka 4 hari perkawinan? Sama sekali tidak ada.


Belum lagi jika melihat anak hasil pernikahan sirri tersebut, yang bahkan hak awal keperdataannya pun sudah terenggut ketika nama sang bapak tidak tertera di akta kelahiran yang dimilikinya.


Namun belum tentu pelaku nikah sirri bebas dari jerat hukum. Pasal 279 KUHP memberikan ancaman hukuman 5 tahun bagi pelaku nikah sirri baik laki-laki maupun perempuan yang sama-sama mengetahui bahwa telah ada pernikahan lain yang sah yang menjadi penghalang bagi nikah sirri yang mereka lakukan.


Sedangkan Pasal 280 KUHP juga memberikan ancaman hukuman 5 tahun bagi pelaku nikah sirri yang merahasiakan status pernikahannya yang sah kepada pasangan nikah sirri-nya.


Pasal 279 KUHP menjerat kedua belah pihak pelaku nikah sirri, sedangkan Pasal 280 KUHP hanya menjerat salah satu pihak yang memalsukan statusnya.


Dengan memperhatikan adanya 2 pasal ini, maka Rancangan Undang-undang Materiil Peradilan Agama yang didalamnya mengatur rancangan ancaman pidana terhadap pelaku nikah di bawah tangan yang sekarang kembali hangat diperdebatkan, seakan-akan menjadi barang lama yang terus diulang-ulang, sehingga melupakan bahwa tanpa sah-nya RUU itu pun, telah ada aturan pidana yang mengatur tentang hal ini, walaupun terfokus hanya kepada nikah sirri.


Perbedaan utama antara KUHP dan RUU Materiil Peradilan Agama, bahwa penghulu, pegawai KUA yang lalai, pihak keluarga, dan nikah di bawah tangan, tidak bisa dijerat dengan pasal 279 atau 280 KUHP. Tapi, karena penulis lebih menekankan tulisan ini kepada nikah sirri, maka penulis berpendapat bahwa 2 pasal ini pun sudah cukup untuk memberikan efek jera kepada para pelaku nikah sirri.


Pernikahan, adalah mitsaqan ghalizan, tercakup didalamnya niat, itikad, dan proses. Sehingga sebuah rumah tangga yang baik akan diawali dengan sesuatu yang baik, dan nikah sirri bukanlah termasuk salah satunya.

0 Response to "Rekonstruksi Nikah Sirri"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel