KEDUDUKAN ANAK DALAM AL-QUR’AN
Memiliki anak adalah sesuatu yang sangat diharapkan oleh sebuah pasangan suami dan istri di dunia ini. Anak bisa saja dijadikan sebagai penerus keturunan nantinya, anak juga bisa sebagai pewaris tahta dan harta kekayaan, dan anak juga bisa menjadi pelipur lara dalam kehidupan ini. Seorang anak juga bisa menjadi penyelamat orang tuanya nanti di hari akhirat bahkan ada anak yang akan memasangkan mahkota di kepala kedua orang tuanya jika di dunia ini mereka mampu menghafal al-qur’an. Akan tetapi, anak juga bisa menjadi penghalang orang tua untuk masuk surga jika anaknya mengerjakan kemaksiatan di dunia.
Oleh sebab itu, Islam memiliki pandangan yang berbeda terhadap anak jika dilihat dari perspektif Al-Qur’an, dan al-Qur’an menempatkan beberapa posisi anak di dalam kehidupan ini;
1. Anak sebagai perhiasan hidup (al-kahfi ayat 46)
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan”.
Anak bisa menjadi sesuatu yang menyenangkan bagi orang tua, dengan prestasi yang mereka raih, juara olimpiade matematika tingkat nasional dan bahkan international, sebagai atlit terbaik di ajang bergengsi, seperti badminton maupun bidang olahraga lainnya, menjadi penyanyi yang terkenal, menuntut ilmu di Eropa maupun di Amerika, dan prestasi-prestasi lainnya. Ini semua merupakan perhiasan dunia bagi orang tua terhadap prestasi-prestasi yang dicapai oleh anaknya.
Akan tetapi sebagai orang tua tidak boleh terlena dengan keindahan dan perhiasan hidup tersebut, orang tua mempunyai kewajiban untuk menjaga kemurniannya yaitu fitrahnya. Setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah, orang tuanya lah yang akan menjadikannya yahudi, nasrani atau majusi.
Betapa banyak saat ini seorang anak Beragama Islam yang berprestasi, akan tetapi karakternya jauh dari nilai-nilai keisalaman, yang lebih menyedihkan lagi betapa banyak orang tua akhir-akhir ini bangga dengan anaknya meraih prestasi duniawi namun melupakan ilmu-ilmu agama. Bangga dengan anaknya lancar berbahasa Inggris tapi tidak malu anaknya belum bisa baca Al-Qur’an, bangga dengan anaknya menghafal ratusan kosa kata bahasa mandarin, tapi tidak malu anaknya belum bisa mengahafal ayat-ayat suci Al-Qur’an.
Tugas orang tua sebenarnya adalah menjaga kesucian anak tersebut, jangan sampai anak-anak kita menjadi penghuni neraka, seperti yang di gambarkan di dalam surat at-tahrim ayat 6;
“Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…”
Inilah tugas utama dan perhatian yang sangat penting bagi orang tua terhadap anaknya, jangan sampai menjatuhkan anaknya ke dalam api neraka akibat kelalaian orang tua yang terpukau dengan keindahan dan perhiasan dunia yang dimiliki oleh anaknya.
2. Anak sebagai fitnah (at-taghabun ayat 5)
Anak bukan saja sebagai perhiasan hidup, akan tetapi seorang anak bisa juga menjadi finah bagi kedua orang tuanya, fitnah itu adalah ujian, baik berupa ujian kesabaran, ujian yang mendekatkan diri atau menjauhkan diri dengan Allah Swt, ujian baik atau buruknya seseorang di hadapan masyarakat.
Seorang anak menjadi ujian kesabaran bagi orang tua, setiap anak memiliki sikap yang berbeda dalam sebuah keluarga, sehingga dengan perbedaan sikap tersebut membutuhkan kesabaran yang tinggi bagi orang tua. Begitu juga dengan sikap seorang anak yang ikut dalam kenakalan remaja, tentu ini menjadi ujian kesabaran bagi orang tua.
Anak juga menjadi faktor pendukung dan penghambat bagi orang tua untuk beribadah kepada Allah Swt. Ada orang tua itu semangat beribadah kepada Allah ketika mereka mensyukuri memiliki anak tersebut dan sebaliknya tidak sedikit orang tua ketika memiliki anak justru menjauhkan mereka beribadah kepada Allah. Contohnya, dengan asyik bermain dengan anak atau mengikuti keinginan anak, orang tua lupa akan kewajibannya terhadap Allah swt, inilah anak menjadi fitnah bagi orang tua. Bahkan banyak orang tua yang masuk penjara karena korupsi hanya untuk memenuhi permintaan anak.
3. Anak sebagai penyejuk mata (al-Furqan; 74)
Anak juga berkedudukan sebagai penyejuk hati bagi keluarga, dan inilah seorang anak yang menjadi dambaan semua orang tua. Anak sebagai penyejuk hati orang tua adalah mereka yang memiliki kualitas ibadah yang bagus dan akhlak yang mulia, bahkan anak yang shalih adalah anak yang akan ikut menyelamatkan orang tua nanti di hari akhirat, bahkan mereka memasangkan mahkota untuk orang tua nya ketika mereka mampu menghafal ayat-ayat al-Qur’an di dunia.
Ketika seorang anak mematuhi orang tuanya, sayang sama orang tuanya, dan berusaha membahagiakan kedua orang tuanya, disinilah letaknya seorang anak menjadi penyejuk hati bagi orang tuanya.
4. Anak bisa menjadi musuh bagi orang tua (at-taghabun: 14)
Anak bisa saja menjadi musuh bagi orang tuanya, ketika orang tua salah dalam mendidik anaknya, atau bisa juga karena kesibukan mereka yang kurang memperhatikan anak-anaknya, atau bisa juga karena salah dalam mengontrol pendidikan mereka, atau juga karena salah dalam memilih tempat mereka belajar.
Akibat dari kesalahan-kesalahan tersebut, anak tega membunuh orang tuanya akibat tidak bisa memenuhi kebutuhan mereka, anak lari dari rumah karena berselisih dengan orang tua mereka, bahkan banyak anak yang jauh dari agama walaupun orang tuanya berusaha untuk mendekatkan diri anaknya kepada Allah.
Dengan melihat kedudukan seorang anak di dalam al-Qur’an di atas, yang menjadikan anak sebagai penyejuk hati, sebagai fitnah, sebagai perhiasan dunia atau sebagai musuh adalah tergantung dari orang tuanya, ketika kita ingin menjadikan anak kita menjadi anak yang baik dan shalih maka orang tuanya juga harus menjadi orang yang baik.
Memiliki anak sebagai penyejuk hati, tidak akan muncul begitu saja, akan tetapi harus ada usaha yang keras dari orang tua agar memiliki anak yang baik agama nya dan patuh kepada orang tuanya.
Islam mengajarkan untuk memiliki anak yang baik harus dibentuk dari jauh-jauh hari, pertama, dengan memilih pasangan yang baik dan shalih. Rasulullah menganjurkan kita untuk mencari pasangan karena agamanya, bukan karena harta, nasab atau kecantikan/kegantengan. Ketika pasangan kita adalah orang yang baik agamanya, maka akan memberikan dampak yang baik bagi seorang anak.
Kedua, Dalam membentuk karakter anak yang baik dan shalih/ah bisa dengan memberikan keteladanan. Seorang anak akan melihat orang yang terdekat denganya, jika seorang ayah/ibu memiliki sikap yang tidak baik maka anak akan mengikuti yang dikerjakan oleh orang tua. Oleh sebab itu, bagi orang tua diharapkan memberikan keteladanan yang baik bagi anak-anaknya, jangan pernah berharap anak mau diperintah untuk mengerjakan shalat kalau orang tuanya tidak shalat, yang harap anak mengeluarkan kata-kata yang baik, kalau orang tuanya suka berkata yang kotor.
Cara yang ketiga adalah dengan dialog interaktif yang rutin sama anak. Bagaimana kisah Nabi Ibrahim as dengan Nabi Ismail as dalam melakukan sesuatu mereka saling berdialog, bertukar pikiran terhadap sesuatu yang akan mau di kerjakan, begitu juga sebagai orang tua, harus mampu meluangkan waktunya untuk anaknya dalam berdialog karena seorang anak membutuhkan komunikasi yang aktif dengan orang tuanya.
Ketika beredar di media sosial, ada cita-cita seorang anak ingin menjadi hp, karena hp kemana-mana di bawa oleh orang tuanya, kalau ketinggalan dijemput, kalau hilang di cari, sementara anaknya tidak diperhatikan, lebih asik menggunakan hp pada saat makan malam, pagi-pagi bangun dari tempat tidur lihat hp dan update status, sementara anaknya tidak dibangunkan untuk beribadah kepada Allah Swt.
Cara yang keempatadalah dengan melakukan pembiasaan yang baik buat anak-anak dan memberikan hukuman yang layak kepada anak-anak sesuai dengan yang dianjurkan oleh agama Islam.
Dengan memperhatikan penjelasan di atas, penulis berharap bagi orang tua yang memiliki anak, agar menjaga dengan baik, memperhatikan anaknya dengan baik dan jangan kita sia-siakan anak kita, karena mereka akan menjadi tumpuan harapan kita di saat sudah tua nanti dan tentunya juga akan menjadi penolong kita di hari akhirat ketika amal ibadah yang kita lakukan belum cukup untuk mengantarkan kita ke surga, sebaliknya jangan sampai nanti anak-anak kita menjadi penghalang kita ke surga akibat kelalaian kita dalam mendidik mereka di dunia ini, dan tentunya kita juga berharap memiliki anak yang menjadi penyejuk hati bagi kedua orang tuanya.
Gushairi, S.HI, MCL
Dosen STAI Ibnu Sina
0 Response to "KEDUDUKAN ANAK DALAM AL-QUR’AN"
Post a Comment