Makalah Rahasia Bank Dalam Kegiatan Usaha Perbankan Syariah
Makalah Rahasia Bank Dalam Kegiatan Usaha Perbankan Syariah
MAKALAH
HUKUM PERBANKAN SYARIAH
“Rahasia Bank Dalam Kegiatan Usaha Perbankan Syariah”
Dosen Pembimbing :
M. Ah. Subhan Z.A., S.H.I., M.E.I.
Oleh:
Rif’atin Aprilia
(2013 0232 9053)
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN
2016
------------------------------------------------------------
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT. dzat yang Maha Sempurna, Maha Pencipta dan Maha Penguasa segalanya, karena hanya dengan ridha-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas Makalah ini sesuai dengan apa yang diharapkan yaitu tentang “Rahasia Bank Dalam Kegiatan Usaha Perbankan Syariah”. Makalah ini sengaja disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Hukum Perbankan Syariah”.
Tidak lupa penulis sampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang turut berpartisipasi dalam proses penyusunan tugas ini, karena penulis sadar sebagai makhluk sosial penulis tidak bisa berbuat banyak tanpa ada interaksi dengan orang lain dan tanpa adanya bimbingan, serta rahmat dan karunia dari–Nya.
Penulis berharapagar mahasiswa khususnya, dan umumnya dari para pembaca dapat memberikan kritik yang positif dan saran untuk kesempurnaan Makalah ini.
Lamongan, 24 September 2016 | |
Penulis |
----------------------------------------------------------------------
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
KATA PENGANTAR.......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah............................................................ 1
B. Rumusan Masalah..................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan....................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
A. Perlunya dan Dasar Pemikiran Ketentuan Rahasia Bank......... 5
B. Teori Mengenai Rahasia Bank ................................................. 7
C. Cakupan Rahasia Bank dalam Kegiatan Usaha Perbankan
Syariah ..................................................................................... 8
D. Pihak-Pihak yang Berkewajiban Merahasiakan Rahasia Bank
Dalam Perbankan Syariah ........................................................ 10
E. Pengecualian atas Berlakunya Ketentuan Rahasia Bank
dalam Perbankan Syariah ......................................................... 11
F. Kewajiban Bank Memberikan Keterangan dan Hak Nasabah
untuk Mengetahui Isi Keterangan yang diungkapkan Oleh
Bank Syariah ............................................................................ 17
G. Perbuatan dan Ancaman Pidana Pelanggaran Ketentuan
Rahasia Bank Dalam Perbankan Syariah ................................. 19
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................... 22
B. Saran ........................................................................................ 23
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 24
-------------------------------------------------------------
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Prinsip kerahasian bank bertujuan agar bank menjalankan usahanya secara baik dan benar mematuhi ketentuan-ketentuan dan norma hukum yang berlaku dalam dunia perbankan, agar bank yang melakukan usahanya menjaga kerahasian nasabahnya, sehingga masyarakat semakin percaya kepada bank dan membawa dampak semakin meningkatnya keinginan masyarakat untuk mempergunakan jasa perbankan didalam kegiatan usahanya serta kebutuhan sehari-hari.
Pada asasnya bank syariah dan pihak terafilisi berkewajiban untuk merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya serta nasabah investor dan investasinya. Akan tetapi, dalam kondisi-kondisi tertentu yang berlaku malah sebaliknya, yakni bank syariah dan pihak terafilisi diwajibkan memberikan keterangan kepada pihak yang berwenang atau pihak lainnya yang berhak secara yuridis normatif mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya serta nasabah investor dan investasinya. Jika hal ini tidak dilakukan maka, bank syariah dan pihak terafiliasi dapat dikenakan sanksi administratif hingga pidana penjara maupun pidana denda. Dengan demikian, ketentuan mengenai rahasia bank syariah tidak bersifat mutlak dalam pengertian pihak bank syariah harus merahasiakannya dalam segala kondisi, melainkan bersifat relatif.
Mengingat hal yang demikian itu, maka begitu suatu bank telah memperoleh izin berdiri dan beroperasi dari otoritas moneter dari Negara yang bersangkutan, bank tersebut menjadi “milik” masyarakat. Oleh karena itu eksistensinya bukan saja hanya harus dijaga oleh para pemilik bank itu sendiri dan pengurusnya, tetapi juga oleh masyarakat nasional dan global. Pada makalah ini kami akan membahas mengenai “Rahasia Bank dalam Kegiatan Usaha Perbankan Syariah”.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah merupakan hal-hal apa saja yang akan dikaji oleh penulis. Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1. Apa yang Mendasari Perlunya dan Pemikiran Ketentuan Rahasia Bank?
2. Bagaimana Teori mengenai Rahasia Bank?
3. Apa saja Cakupan Rahasia Bank dalam Kegiatan Usaha Perbankan Syariah?
4. Siapa saja Pihak-Pihak yang Berkewajiban Merahasiakan Rahasia Bank dalam Perbankan Syariah?
5. Bagaimana Pengecualian atas Berlakunya Ketentuan Rahasia Bank dalam Perbankan Syariah?
6. Apa Kewajiban Bank Memberikan Keterangan dan Hak Nasabah untuk Mengetahui Isi Keterangan yang Diungkapkan oleh Bank Syariah?
7. Bagaimana Perbuatan dan Ancaman Pidana Pelanggaran Ketentuan Rahasia Bank dalam Perbankan Syariah?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari dilakukannya penulisan makalah ini selain sebagai tugas Mata Kuliah Ekonomi Moneter juga sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui Dasar Perlunya dan Pemikiran Ketentuan Rahasia Bank.
2. Untuk mengetahui Teori mengenai Rahasia Bank.
3. Untuk mengetahui Cakupan Rahasia Bank dalam Kegiatan Usaha Perbankan Syariah.
4. Untuk mengetahui Pihak-Pihak yang Berkewajiban Merahasiakan Rahasia Bank dalam Perbankan Syariah.
5. Untuk mengetahui Pengecualian atas Berlakunya Ketentuan Rahasia Bank dalam Perbankan Syariah.
6. Untuk mengetahui Kewajiban Bank Memberikan Keterangan dan Hak Nasabah untuk Mengetahui Isi Keterangan yang Diungkapkan oleh Bank Syariah.
7. Untuk mengetahui Perbuatan dan Ancaman Pidana Pelanggaran Ketentuan Rahasia Bank dalam Perbankan Syariah.
----------------------------------------------------------------------------
BAB II
PEMBAH ASAN
A. Perlunya dan Dasar Pemikiran Ketentuan Rahasia Bank
Bank syariah adalah lembaga kepercayaan. Masyarakat bersedia menyimpan dananya pada suatu bank syariah tentu saja didasarkan atas kepercayaan bahwa bank yang bersangkutan dapat mengelola dana tersebut dengan maksimal serta dapat mengembalikannya sewaktu-waktu sesuai dengan perjanjian.[1]
Ada beberapa faktor yang sangat mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank. Faktor-faktor tersebut adalah:[2]
1. Integritas pengurus
2. Kesehatan bank yang bersangkutan
3. Pengetahuan dan kemampuan pengurus baik berupa pengetahuan kemampuan manajerial maupun pengetahuan dan kemampuan teknis perbankan
4. Kepatuhan bank terhadap kewajiban rahasia bank.
Di antara faktor yang dapat meningkatkan kepercayaan nasabah, baik itu nasabah penyimpan maupun nasabah investor adalah adanya jaminan dari bank syariah dan pihak terafiliasi menyangkut kerahasiaan nasabah yang bersangkutan berserta simpanan atau investasinya. Maksudnya adalah menyangkut “dapat atau tidaknya bank dipercaya oleh nasabah yang menyimpan dananya pada bank tersebut untuk tidak mengungkapkan keadaan keuangan dan transaksi nasabah serta identitas nasabah tersebut kepada pihak lain”. Dengan kata lain, tergantung kepada kemampuan bank itu untuk menjunjung tinggi dan mematuhi dengan teguh “rahasia bank”.[3]
Ketentuan mengenai rahasia bank merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan oleh bank syariah dan pihak terafiliasi, sebab hal ini secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh pada jumlah nasabah yang mempercayakan dananya pada bank tersebut. Oleh karena itu, pihak bank syariah dalam kapasitasnya sebagai lembaga intermediasi antara pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana selayaknya menerapkan ketentuan mengenai rahasia bank dengan konsisten dan penuh tanggungjawab sesuai dengan amanat perundang-undangan yang berlaku. Karena salah satu faktor untuk dapat memelihara dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank khususnya bank Syariah ialah kepatuhan bank terhadap kewajiban rahasia bank.
Filosofi dari adanya kewajiban bank memegang rahasia keuangan nasabah atau perlindungan atas kerahasiaan keuangan nasabah, yaitu:[4]
1. Hak setiap orang atau badan untuk tidak dicampuri atas masalah yang bersifat pribadi
2. Hak yang timbul dari hubungan perikatan antara bank dan nasabahnya.
3. Atas dasar ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
4. Kebiasaan dan kelaziman dalam dunia perbankan.
5. Karakteristik kegiatan usaha bank.
Hal-hal tersebut diatas yang mendasari perlunya dan pemikiran ketentuan kerahasiaan bank dalam rangka menghindari terjadinya penyalahgunaan keuangan nasabah, maka dibuatlah aturan khusus yang melarang bank untuk memberikan informasi tercatat kepada siapapun berkaitan dengan keadaan keuangan nasabah, simpanan dan penyimpanannya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana diubah dengan UU No. 10 tahun 1998 kecuali dalam hal-hal tertentu yang disebutkan secara tegas didalam undang-undang tersebut.[5]
B. Teori Mengenai Rahasia Bank
Terdapat 2 teori berkenaan kerahasiaan bank, yaitu sebagai berikut:[6]
1. Teori Rahasia Bank yang Bersifat Mutlak (Absolutely Theory)
Bank mempunyai kewajiban untuk menyimpan rahasia atau keterangan-keterangan mengenai nasabahnya yang diketahui bank karena kegiatan usahanya dalam keadaan apapun juga, baik dalam keadaan biasa atau dalam keadaan luar biasa.
Teori ini sangat menonjolkan kepentingan individu, sehingga
kepentingan Negara dan masyarakat sering terabaikan.
2. Teori Rahasia Bank yang Bersifat Relatif (Nisbi)
Bank diperbolehkan membuka rahasia atau memberi keterangan mengenai nasabahnya, jika untuk kepentingan yang mendesak,
misalnya untuk kepentingan Negara atau kepentingan hukum.
Adanya pengecualian dalam ketentuan rahasia bank memungkinkan
untuk kepentingan tertentu suatu badan atau instansi diperbolehkan meminta keterangan atau data tentang keadaan keuangan nasabah yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Teori ini banyak dianut oleh bank-bank di banyak Negara di dunia, termasuk Indonesia.
C. Cakupan Rahasia Bank dalam Kegiatan Usaha Perbankan Syariah
Bank sebagai suatu badan usaha yang dipercaya oleh masyarakat untuk menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat, sudah sepatutnya bank memberikan jaminan perlindungan kepada nasabahnya berkenaan dengan keadaan uang nasabah, yang umumnya dinamakan dengan kerahasiaan bank.
UU Perbankan Syariah No.21 tahun 2008 pasal 41 mengatur tentang cakupan rahasia dalam kegiatan usaha perbankan syariah menerangkan bahwa:
“Bank dan Pihak Terafiliasi wajib merahasiakan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan Simpanannya serta Nasabah Investor dan Investasinya”.[7]
Pada ketentuan pasal 1 ayat 14 UU No.21 Tahun 2008 merumuskan pengertian rahasia bank dalam kegiatan usaha perbankan syariah yaitu:
“Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan Simpanannya serta Nasabah Investor dan Investasinya”.[8]
Dengan demikian, berdasarkan pengertian rahasia bank sebagaimana tercantum dalam ketentuan Pasal 1 ayat 14 UU No.21 Tahun 2008, kemudian dihubungkan dengan ketentuan dalam Pasal 41 UU No.21 Tahun 2008, maka jelas bahwa pengertian dan cakupan rahasia bank dalam kegiatan usaha perbankan syariah dibatasi:
1. Menyangkut segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai “Nasabah Penyimpan dan Simpanannya” serta “Nasabah Investor dan Investasinya”.
2. Pada dasarnya Bank dan Pihak Terafiliasi berkewajiban memegang teguh kerahasiaan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan Simpanannya dan Nasabah Investor dan Investasinya, kecuali hal itu tidak dilarang oleh undang-undang.
3. Karena kepentingan tertentu, informasi mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan beserta dengan Simpanannya dan Nasabah Investor beserta dengan Investasinya boleh diungkapkan.
Secara eksplisit disebutkan bahwa lingkup rahasia bank, bukan saja menyangkut simpanan nasabah, tetapi juga (identitas) nasabah penyimpan yang memiliki simpanan tersebut. Bahkan dalam rumusan pasal tersebut, “Nasabah Penyimpan” disebut lebih dahulu dari pada “Simpanannya”.
D. Pihak-Pihak yang Berkewajiban Merahasiakan Rahasia Bank dalam
Perbankan Syariah
Berdasarkan UU Perbankan Syariah No.21 Tahun 2008 pasal 41 tentang cakupan rahasia bank, yang berkewajiban memegang teguh rahasia
bank adalah pihak Bank sendiri dan Pihak Terafiliasi.[9]Pihak yang disebutkan pertama berkaitan dengan badan hukum dan pihak kedua berkaitan dengan orang perseorangan.
Yang dimaksuk Pihak Terafiliasi dalam UU. No.21 Tahun 2008 pasal 1 ayat 15 adalah:[10]
1. Komisaris, direksi atau kuasanya, pejabat dan karyawan Bank Syariah atau Bank Umum Konvensional yang memiliki Unit Usaha Syariah (UUS),
2. Pihak yang memberikan jasanya kepada Bank Syariah atau UUS, antara lain Dewan Pengawas Syariah (DPS), akuntan publik, penilai dan konsultan hukum,
3. Pihak yang menurut penelitian Bank Indonesia turut serta mempengaruhi pengelolaan Bank Syariah atau UUS, baik langsung maupun tidak langsung, antara lain pengendali bank, pemegang saham dan keluarganya, keluarga komisaris dan keluarga direksi.
E. Pengecualian Terhadap Rahasia Bank
Kerahasiaan berhubungan dengan kepercayaan karena rahasia bank diperlukan sebagai salah satu faktor untuk menjaga kepercayaan nasabah.
Dalam situasi atau keadaan tertentu sesuai dengan UU No. 21 tahun 2008 tentang Pengecualian Rahasia Bank, data nasabah di Bank dapat tidak harus dirahasiakan lagi (boleh diungkapkan). Pengecualian terhadap rahasia Bank tersebut meliputi:
1. Untuk kepentingan penyidikan pidana perpajakan
Dalam pasal 42 UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah ditentukan:
“Untuk kepentingan penyidikan pidana perpajakan pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada Bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukri tertulis serta surat mengenai keadaan keuangan Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor tertentu kepada pejabat pajak”. (ayat 1)[11]
“Perintah tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus menyebutkan nama pejabat pajak, nama nasabah wajib pajak dan kasus yang dikehendaki keterangannya”. (ayat 2)[12]
Dengan demikian, berdasarkan pasal 42 UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah menetapkan unsur-unsur yang wajib dipenuhi sebagai berikut:
a. Pengungkapan Rahasia Bank untuk kepentingan penyidikan pidana perpajakan,
b. Pengungkapan Rahasia Bank atas permintaan tertulis Menteri
Keuangan,
c. Pengungkapan Rahasia Bank atas perintah tertulis Pimpinan Bank Indonesia,
d. Pembukaan Rahasia Bank itu dilakukan oleh Bank dengan memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor yang namanya disebutkan dalam permintaan Menteri Keuangan,
e. Dalam perintah tertulis harus menyebutkan nama pejabat pajak, nama nasabah wajib pajak dan kasus yang dikehendaki keterangannya,
f. Keterangan dengan bukti-bukti tertulis mengenai keadaan keuangan Nasabah Penyimpan tersebut diberikan kepada pejabat pajak yang namanya disebutkan dalam perintah tertulis Pimpinaan Bank Indonesia.
2. Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana
Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana diatur dalam pasal 43 UU No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Dalam pasal tersebut ditentukan:
“Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan izin kepada polisi, jaksa, hakim, atau penyidik lain yang diberi wewenang berdasarkan undang-undang untuk memperoleh keterangan dari Bank mengenai Simpanan atau Investasi tersangka atau terdakwa pada Bank”. (ayat 1)[13]
“Izin sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian Negara Republic Indonesia, Jaksa Agung, Katua Mahkama Agung, atau pimpinan instansi yang diberi wewenang untuk melakukan penyidikan”. (ayat 2)[14]
“Pemintaan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 harus menyebutkan nama dan jabatan penyidik, jaksa, atau hakim, nama tersangka atau terdakwa, alas an diperlukannya keterangan, dan hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang diperlukan”. (ayat 3)[15]
Dengan demikian, berdasarkan Pasal 43 UU Nomor 21 tahun 2008
tentang Perbankan Syariah menetapkan unsur-unsur yang wajib dipenuhi sebagai berikut:
a. Pengungkapan Rahasia Bank untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana,
b. Pengungkapan Rahasia Bank atas permintaan tertulis Kepala Kepolisian Negara Republic Indonesia, Jaksa Agung, Katua Mahkama Agung, atau pimpinan instansi yang diberi wewenang untuk melakukan penyidikan,
c. Pengungkapan Rahasia Bank atas perintah tertulis Pimpinan Bank Indonesia,
d. Pengungkapan Rahasia Bank diberikan secara tertulis mengenai keadaan keuangan Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor yang namanya disebutkan dalam permintaan,
e. Dalam perintah tertulis harus menyebutkan nama dan jabatan penyidik (jaksa atau hakim), nama tersangka atau terdakwa, dan
kasus yang dikehendaki keterangannya,
f. Keterangan dengan bukti-bukti tertulis mengenai keadaan keuangan Nasabah Penyimpan tersebut diberikan kepada penyidik (jaksa atau hakim), yang namanya disebutkan dalam perintah tertulis.
3. Dalam perkara perdata antara Bank dan Nasabahnya
Menurut ketentuan pasal 45 UU No.21 tahun 2008:
“Dalam perkara perdata antara Bank dan Nasabahnya, direksi Bank yang bersangkutan dapat menginformasikan kepada pengadilan tentang keadaan keuangan Nasabah yang bersangkutan dan memberikan keterangan lain yang relavan dengan perkara tersebut”.[16]
4. Dalam rangka tukar menukar informasi antar Bank
Dalam pasal 46 ayat 1 UU No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah ditentukan:
“Dalam rangka tukar-menukar informasi antar Bank, direksi Bank dapat memberitahukan keadaan keuangan Nasabahnya kepada Bank lain”.[17]
5. Atas permintaan, persetujuan, atau kuasa dari Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor yang dibuat secara tertulis
Menurut ketentuan Pasal 47 UU No.21 tahun 2008:
“Atas permintaan, persetujuan, atau kuasa dari Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor yang dibuat secara tertulis, Bank wajib memberikan keterangan mengenai Simpanan Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor pada Bank yang bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oeleh Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor.”[18]
Berdasarkan ketentuan Pasal 47, Bank wajib memberikan keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan kepada pihak yang ditunjuknya, asal ada permintaan, atau persetujuan atau kuasa tertulis dari Nasabah Penyimpan yang bersangkutan, misalnya kepada penasehat hukum yang menangani perkara nasabah penyimpan.
6. Dalam hal Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor telah meninggal dunia (penyelesaian kewarisan)
Pemberian keterangan dalam hal Nasabah Penyimpan atau Nasabah
Investor telah meninggal dunia diatur dalam Pasal 48 UU No.21 tahun 2008 tentang perbankan Syariah. Dalam Pasal tersebut ditentukan sebagai berikut:
“Dalam hal Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor telah meninggal dunia, ahli waris yang sah dari Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor yang bersangkutan berhak memperoleh keterangan mengenai Simpanan Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor tersebut”.[19]
Berdasarkan ketentuan Pasal 48, ahli waris yang sah berhak memperoleh keterangan mengenai simpanan Nasabah Penyimpan bila Nasabah Penyimpan yang bersangkutan telah meninggal dunia. Untuk memperoleh keterangan, ahli waris harus membuktikan sebagai ahli waris yang sah.
7. Pihak yang merasa dirugikan oleh keterangan yang diberikan oleh Bank
Dalam pasal 49 UU No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
ditentukan:
“Bank yang merasa dirugikan oelh keterangan yang dberikan oleh Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, Pasal 43, Pasal 45 dan Pasal 46 berhak untuk mengetahui isi keterangan tersebut dan meminta pembetulan jika terdapat kesalahan dalam keterangan yang diberikan”.[20]
Dengan demikian ketentuan rahasia bank “dalam hal tertentu” dapat dibuka atau dilanggar sebagaimana UU No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syarah telah memberikan pengecualian atas rahasia bank sebagaimana tertuang dalam table berikut:
Tabel 3.1 Pengecualian-Pengecualian Terhadap Ketentuan Rahasia Bank
No. | Kepentingan | Pemohon Izin | Pemberi Izin | Dasar Hukum |
1. | Perpajakan | Menteri Keuangan | Pimpinan Bank Indonesia | Pasal 42 ayat 1 |
2. | Peradilan Pidana | Kaporli, Jaksa Agung, Ketua Mahkama Agung atau pemimpin instasi yang diberi wewenang untuk melakukan penyidikan | Pimpinan Bank Indonesia | Pasal 43 ayat 1 |
3. | Perkara Perdata antara bank dengan nasabahnya | Pengadilan | Direksi Bank yang bersangkutan | Pasal 45 |
4. | Tukar Menukar informasi antar bank | Bank lainnya | Direksi Bank yang bersangkutan | Pasal 46 ayat 1 |
5. | Atas permintaan, persetujuan, atau kuasa dari nasabah | Nasabah yang bersangkutan | Bank yang bersangkutan | Pasal 47 |
6. | Penyelesaian kewarisan | Ahli waris yang sah | Bank yang bersangkutan | Pasal 48 |
7. | Merasa dirugikan atas keterangan yang diberikan oleh Bank | Nasabah yang merasa dirugikan | Bank yang bersangkutan | Pasal 49 |
F. Kewajiban Bank Memberikan Keterangan dan Hak Nasabah untuk
Mengetahui Isi Keterangan yang diungkapkan oleh Bank
Maksud dari kewajiban Bank Syariah memberikan keterangan kerahasiaan nasabah adalah bahwa Bank berkewajiban memberikan keterangan terkait data maupun isi rekening nasabah yang bersangkutan kepada pihak tertentu berdasarkan Undang-Undang guna suatu kepentingan tertentu.
Ketentuan ini secara tegas diatur dalam Pasal 44 UU No.21 tahun 2008 yang menetapkan bahwa Bank Syariah wajib memberikan keterangan keadaan keuangan nasabah penyimpan atau nasabah investor tertentu untuk kepentingan penyelidikan pidana perpajakan dan peradilan dalam perkara pidana. Memberikan keterangan tentang keadaan keuangan nasabah penyimpan atau nasabah investor guna penyelidikan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum hanya bisa dilakukan apabila telah mendapat izin dari Pimpinan Bank Indonesia. Apabila Bank Syariah tidak mengindahkan peraturan ini dimana yang dimaksud dalam Pasal 44 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008, maka akan dikenakan sanksi secara administratif maupun sanksi pidana, peraturan ini diatur dalam Pasal 56 dan 57 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008.[21]
Nasabah berhak untuk mengetahui isi keterangan dan meminta perbaikan atas keterangan yang salah dalam pengungkapannya, Hak nasabah tersebut tertuang dalam ketentuan Pasal 49 UU No. 21 tahun 2008.Maksud dari Hak nasabah untuk mengetahui isi keterangan yang diungkapkan oleh Bank Syariah adalah apabila ada pihak yang merasa dirugikan oleh keterangan yang diberikan oleh Bank Syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, 43, 45, dan Pasal 46. Dalam pasal tersebut tidak membatasi bahwa pihak yang merasa dirugikan adalah hanya pihak nasabah, maka siapapun yang merasa dirugikan dikarenakan pemberian atau pengungkapan keterangan oleh Bank Syariah, maka pihak yang merasa dirugikan dapat meminta agar bank memperbaiki atau melakukan pembetulan.[22]
Jika terdapat kesalahan dalam pengungkapan keterangan oleh bank syariah maka nasabah berhak untuk meminta perbaikan kepada Bank Syariah yang bersangkutan dan Bank Syariah wajib untuk membetulkannya. Seandainya nasabah telah mengajukan permintaan guna perbaikan mengenai isi yang diungkapkan tetapi tidak ditindak lanjuti oleh pihak Bank Syariah maka nasabah yang bersangkutan dapat menggugat bank yang bersangkutan secara perdata, dan juga dapat mengadukan hal tersebut kepada pihak berwenang berdasarkan alas an bahwa bank telah melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 64 UU No.21 tahun 2008.[23]
Adapun bunyi ketentuan dalam Pasal 64 UU No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, yaitu:
“Pihak terafiliasi yang sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan Bank Syariah atau Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS terhadap ketentuan dalam undang-undang ini dipidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp.100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah)”.[24]
Dengan demikian keterangan mengenai nasabah tidak serta merta menjadi keterangan yang terbuka dan dapat diberikan kepada siapapun. Dengan kata lain, pengungkapan keterangan mengenai nasabah harus didasarkan kepada syarat dan kondisi tertentu sesuai dengan yang telah diperjanjikan antara bank dan nasabahnya.
G. Perbuatan dan Ancaman Pidana Pelanggaran Ketentuan Rahasia Bank
dalam Perbankan Syariah
Berikut adalah perbuatan dan ancaman pidana terhadap tindakpidana pelanggaran ketentuan Rahasia Bank dalam Perbankan Syariah berdasarkan Pasal 60 dan Pasal 61 UU No.21 tahun 2008:
“Setiap orang yang dengan sengaja tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 dan Pasal 43 memaksa Bank Syariah, UUS, atau Pihak Terafiliasi untuk memberikan keterangan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp.200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).”(pasal 60 ayat 1)[25]
“Anggota direksi, komisaris, pegawai Bank Syariah atau Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS, atau Pihak Terafiliasi lainnya yang dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, dipidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan dipidana denda paling sedikit Rp.4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp.8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).”(pasal 60 ayat 2)[26]
“Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai Bank Syariah atau Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44, Pasal 47 dan Pasal 48 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan dipidana denda paling sedikit Rp.4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp.15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).”(Pasal 61)[27]
Berdasarkan Pasal 60 dan Pasal 61 dapat dibuat disimpulkan dalam bentuk table sebagai berikut:
Tabel 3.2 Perbuatan dan Ancaman Pidana terhadap Pelanggaran Ketentuan Rahasia Bank
No. | Ancaman Pidana | Untuk | Dasar Hukum |
1. | Penjara min. 2 tahun max. 4 tahun dan Denda min. 10 miliar max. 200 miliar | a. Setiap orang b. dengan sengaja c. tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari Bank Indonesia d. memaksa Bank dan Pihak Terafiliasi untuk memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 dan pasal 43 | Pasal 60 ayat 1 |
2. | Penjara min. 2 tahun max. 4 tahun dan Denda min. 4 miliar max. 8 miliar | a. Bank atau Pihak Terafiliasi b. dengan sengaja c. memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan oleh Bank menurut pasal 41 | Pasal 60 ayat 2 |
3. | Penjara min. 2 tahun max. 7 tahun dan Denda min. 4 miliar max. 15 miliar | a. Bank atau Pihak Terafiliasi b. dengan sengaja c. tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dalam pasal 44, pasal 47 dan pasal 48. | Pasal 61 |
Sanksi pidana atas pelanggaran rahasia bank ini bervariasi. Ada 3 ciri khas dalam sanksi pidana terhadap pelanggaran rahasia bank, hal ini juga belaku terhadap sanksi-sanksi pidana lainnya dalam undang-undang perbankan yang bersangkutan, yaitu:[28]
1. Terdapat ancaman hukuman minimal disamping ancaman hukuman maksimal.
2. Antara ancaman hukuman penjara dengan hukuman denda bersifat kumulatif, bukan alternatif.
3. Tidak ada korelasi antara berat ringannya ancaman hukuman penjara
dengan hukuman denda.
-----------------------------------------
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Salah satu faktor untuk dapat memelihara dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank pada khususnya dan perbankan pada umumnya ialah kepatuhan bank terhadap kewajiban rahasia bank. Terdapat 2 teori berkenaan kerahasiaan bank yaitu teori rahasia bank yang bersifat mutlak dan teori rahasia bank yang bersifat relatif atau nisbi.
Pada ketentuan pasal 1 ayat 14 UU No.21 Tahun 2008 merumuskan pengertian rahasia bank dalam kegiatan usaha perbankan syariah bahwa Rahasia Bank merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan Simpanannya serta Nasabah Investor dan Investasinya. Dan berdasarkan UU Perbankan Syariah No.21 tahun 2008 Pasal 41 tentang cakupan rahasia bank, yang berkewajiban me-megang teguh rahasia bank adalah pihak Bank sendiri dan Pihak Terafiliasi.
Menurut UU Perbankan Syariah No.21 tahun 2008 Pasal 42, Pasal 43, Pasal 45, Pasal 46, Pasal 47, Pasal 48 dan Pasal 49 tentang Pengecualian terhadap rahasia Bank tersebut meliputi: untuk kepentingan penyidikan pidana perpajakan; untuk kepentingan penyidikan pidana perpajakan; dalam perkara perdata antara Bank dan Nasabahnya; dalam rangka tukar menukar informasi antar Bank; atas permintaan, persetujuan, atau kuasa dari Nasabah; dalam hal penyelesaian kewarisan; Pihak yang merasa dirugikan oleh keterangan yang diberikan oleh Bank.
Kewajiban Bank Syariah memberikan keterangan kerahasiaan nasabah merupakan kewajiban pemberian keterangan terkait data maupun isi rekening nasabah yang bersangkutan kepada pihak tertentu berdasarkan Undang-Undang guna suatu kepentingan tertentu berdasarkan Pasal 44.
Hak nasabah untuk mengetahui isi keterangan yang diungkapkan oleh Bank Syariah merupakan hak untuk mengetahui isi keterangan apabila ada pihak yang merasa dirugikan oleh keterangan yang diberikan oleh Bank Syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, 43, 45, dan Pasal 46.
Pelanggaran terhadap ketentuan Rahasia Bank dalam Perbankan Syariah diatur dalam Pasal 60 dan Pasal 61 UU No.21 tahun 2008.
B. Saran
1. Untuk lebih memberikan pemahaman yang memadai kepada Perbankan dan Masyarakat umum sebagai pengguna, maka sosialisasi UU Perbankan Syariah dan peraturan pelaksanaanya perlu dilakukan secara efektif, baik melalui seminar maupun melalui media masa.
2. Bank Syariah dan pihak terafiliasi hendaknya lebih berhati-hati dalam menjaga kerahasiaan bank dikarenakan dapat mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat, tingkat kesehatan bank serta eksistensi Syariah itu sendiri.
---------------------------------------------------------------------------
DAFTAR PUSTAKA
Bagaskara, Politik hukum Pengaturan Bank di Indonesia dalam https://legalbanking.wordpress.com/2012/05/03/politik-hukum-pengaturan-rahasia-bank-di-indonesia/ (diakses pada 25 September 2016)
Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, Hukum Perbankan, Jakarta, Sinar Grafika, 2012
Sinar Grafika, Undang-Undang Perbankan Syariah 2008, Jakarta,Sinar Grafika, 2008
[1] Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, Hukum Perbankan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), 485
[2] Bagaskara, Politik hokum Pengaturan Bank di Indonesia dalam https://legalbanking.wordpress. com/2012/05/03/politik-hukum-pengaturan-rahasia-bank-di-indonesia/ (25 September 2016)
[3] Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, Hukum Perbankan, 485-486
[4] Ibid, 488
[5] Ibid, 489
[6] Ibid, 493
[7] Sinar Grafika, Undang-Undang Perbankan Syariah 2008, (Jakarta:Sinar Grafika, 2008), 34
[8] Ibid, 5
[9] Ibid, 34
[10] Ibid, 5
[11] Ibid, 34
[12] Ibid, 34
[13] Ibid, 34-35
[14] Ibid, 35
[15] Ibid, 35
[16] Ibid, 35
[17] Ibid, 35-36
[18] Ibid, 36
[19] Ibid, 36
[20] Ibid, 36
[21] Ibid, 35
[22] Ibid, 36
[23] Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, Hukum Perbankan , 523
[24] Sinar Grafika, Undang-Undang Perbankan Syariah 2008, 47
[25] Ibid, 43
[26] Ibid, 43
[27] Ibid, 44
[28] Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, Hukum Perbankan, 519
0 Response to "Makalah Rahasia Bank Dalam Kegiatan Usaha Perbankan Syariah"
Post a Comment