Hubungan Antara Status Gizi Dengan Kejadhan Hipertensi Pada Lansia Di Wilayah Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang Tahun 2006 (IKS-5)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) Lembaga Demografi Universitas Indonesia tahun 1985 memperkirakan jumlah lansia di Indonesia dewasa ini mencapai 15 juta jiwa atau sekitar 7,5% dari jumlah penduduk. Jumlah penduduk yang berusia 60 tahun ke atas pada tahun 2005 diperkirakan akan mencapai 19,9 juta jiwa atau sekitar 8,48% dari jumlah penduduk. Jumlah ini akan meningkat lagi pada tahun 2020 menjadi 28,8 juta jiwa atau sekitar 11,34% dari seluruh populasi. Peningkatan jumlah usia lanjut diperkirakan diikuti dengan peningkatan usia harapan hidup dari 59,8 tahun pada tahun 1990 menjadi 71,1 tahun pada tahun 2020 (Depkes RI 2003:1).
Berbagai pihak menyadari bahwa jumlah warga lansia di Indonesia yang semakin bertambah akan membawa pengaruh besar dalam pengelolaan masalah kesehatannya. Golongan usia lanjut ini akan memberikan masalah kesehatan khusus yang membutuhkan pelayanan kesehatan tersendiri mulai dari gangguan mobilitas alat gerak sampai pada gangguan jantung (M.N.Bustan 1997:114).
Lima peny`kit utama yang banyak diderita oleh penduduk usia lanjut di Indonesia adalah anemia dengan persentase sebesar 50%, penyakit kardiovaskuler memiliki persentase sebesar 29,5%, infeksi saluran pernafasan sebesar 12,2%, penyakit kanker memiliki persentase sebesar 12,2% dan TBC memiliki persentase sebesar 11,5% (Depkes RI 2003:2).
Pada tahun 1995, WHO (World Health Organization) menyatakan bahwa di dunia penyakit kardiovaskuler merupakan sebab kematian terbesar pada populasi usia 65 tahun ke atas dengan jumlah kematian lebih banyak di negara berkembang. Diperkirakan penyakit kardiovaskuler merupakan 50% sebab kematian di negara industri maju dan ¼ kematian di negara berkembang (Boedhi Darmojo 2006:262)
Indonesia sendiri telah mengalami pergeseran penyakit, dari penyakit menular menjadi penyakit degeneratif, diantaranya penyakit jantung. Menurut survei kesehatan rumah tangga, prevalensi penyakit kardiovasuler menduduki urutan ke-10 pada tahun l980 dengan prevalensi sebesar 5,2% dan meningkat menjadi sebesar 6,3% diurutan ke-8 pada tahun 1986 (peningkatan kurang lebih
21,2%). Prevalensi sebagai penyebab kematian juga meningkat. Pada tahun 1980 penyakit kardiovaskuler menempati peringkat ke-3 dengan persentase sebesar
9,9%, peringkat ke-2 pada tahun 1986 dengan persentase sebesar 9,7% dan peringkat pertama pada tahun 1990 dengan persentase sebesar 16,5% (Sarwono Waspadji, dkk 2003:41).
Penyakit kardiovaskuler yang paling banyak dijumpai pada usia lanjut adalah penyakit jantung koroner, hipertensi, penyakit jantung pulmonik. Hipertensi merupakan faktor risiko penting bagi penyakit kardiovaskuler yang lain. Dahulu hipertensi pada lansia pernah diabaikan karena dianggap bukan masalah, tetapi sekarang telah diakui bahwa hipertensi pada lansia memegang peranan besar sebagai faktor risiko baik untuk jantung maupun otak yang berakibat pada munculnya stroke dan penyakit jantung koroner (Boedhi Darmojo 2006:275).
Oleh karena itu untuk menurunkan angka morbiditas dan angka mortalitas karena penyakit kardiovaskuler adalah dengan memperbaiki keadaan hipertensi (M.N. Bustan 1997:31).
Sebuah studi epidemiologi membuktikan bahwa obesitas merupakan ciri khas pada populasi pasien yang hipertensi. Dibuktikan juga bahwa faktor ini mempunyai kaitan yang erat dengan timbulnya hipertensi dikemudian hari (Slamet Suyono, 2001:458). Hasil survei Indeks Massa Tubuh (IMT) tahun 1995 sampai pada tahun 1997 di 27 ibukota propinsi di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi gizi lebih mencapai 6,8% pada laki-laki dewasa dan 13,5% pada perempuan dewasa. Meskipun angka tersebut tidak menunjukkan secara langsung jumlah lansia yang obesitas, namun penelitian Monica pada tahun 1994 menunjukkan bahwa hipertensi didapati pada 19,9% lansia yang gemuk dan
29,8% pada lansia yang obesitas (Azrul Azwar 2004).
Keadaan berat badan berlebih sering dijumpai pada lansia. Peningkatan jumlah lemak pada lansia ini dipengaruhi oleh penurunan aktivitas fisik yang tidak diimbangi dengan pengurangan asupan makanan. Penurunan fungsi hormon tertentu (estrogen dan progesterone) juga akan mempengaruhi metabolisme lemak. Peningkatan jumlah lemak akan meningkatkan beban jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Akibatnya tekanan darah cenderung lebih tinggi sehingga timbul hipertensi (Emma S. Wirakusumah 2000:36).
Pada tahun 2004 rata-rata kasus penyakit hipertensi di Jawa Tengah adalah 9.800,54 kasus (Dinkes Prop. Jateng 2004). Di Kabupaten Rembang pada tahun 2005 berdasarkan hasil surveilens penyakit tidak menular hipertensi merupakan penyakit yang menempati urutan pertama dengan jumlah kasus sebesar 7.064 kasus yang dibedakan sebanyak 5.102 kasus hipertensi essensial dan 1.962 kasus hipertensi lain. Jumlah kasus terbanyak hipertensi essensial terdapat pada kelolpok usia dewasa. Pada golongan umur 45 tahun sampai dengan umur 64 tahun dengan kasus sebanyak 2.848 kasus dan 1.400 kasus pada golongan umur
65 tahun keatas (DKK Rembang 2005).
Pada tahun 2005, di Kecamatan Rembang berdasarkan hasil rekapitulasi kegiatan Posyandu Lansia yang dilaporkan kepada UPT P4K (Unit Pelaksana Teknis Pusat Pemberantasan Penyakit dan Promosi Kesehatan) wilayah Rembang menunjukkan bahwa hipertensi merupakan keluhan utama para lansia. Jumlah lansia peserta posyandu lansia sebanyak 1.592 di wilayah Kecamatan Rembang terdapat 238 lansia yang menderita hipertensi, sedangkan untuk keadaan status gizi lansia berdasarkan Indeks Massa Tubuh menunjukkan bahwa sebagian besar lansia memiliki status gizi normal dengan jumlah sebanyak 1.186 orang, lansia yang memiliki status gizi kurang berjumlah 215 orang dan lansia dengan status gizi lebih berjumlah 191 orang.
Uraian di atas merupakan latar belakang yang membuat penulis tertarik untuk mengetahui hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) sebagai indikator status gizi dengan kejadian hipertensi pada kelompok lansia di wilayah Kecamatan Rembang, sehingga penulis memberi judul untuk penelitian ini adalah “HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA LANSIA DI WILAYAH KECAMATAN REMBANG KABUPATEN REMBANG TAHUN 2006”.
0 Response to "Hubungan Antara Status Gizi Dengan Kejadhan Hipertensi Pada Lansia Di Wilayah Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang Tahun 2006 (IKS-5)"
Post a Comment