Apresiasi Hukum Berbasis Teologi

Oleh: Edi Hudiata, LC., MH.

Banyak yang memandang Muhammad saw sebagai sosok nabi yang teritorialnya hanya di masjid dan tempat peribadatan. Beliau dijadikan panutan oleh umat Islam saat shalat saja, tapi setelah keluar dari masjid dan masuk ke tempat perkerjaan, terkadang teladannya ditinggalkan.

Di antara berbagai faktor penyebab yang mereduksi nilai keteladanan Nabi Muhammad dalam bidang sosial, ekonomi, politik, dan penegakkan hukum, ada dua faktor utama yaitu rabun jauh orientalisme dan rabun dekat dari kalangan muslim sendiri (Syafii Antonio, 2007).

Rabun jauh merupakan subyektifitas ilmiah yang dilakukan kalangan peneliti orientalis terhadap Islam dan Nabi Muhammad. Dengan demikian, berbagai ayat al-Quran dan sikap Nabi Muhammad dibaca penuh sinisme.


Sementara itu, rabun dekat adalah ketidakmampuan melihat perjalanan hidup Nabi Muhammad secara lengkap baik dimensi sosial, politik, militer, edukasi, dan hukum, kemudian memformulasikan nilai-nilai keteladanan tersebut ke dalam suatu model yang dapat diteladani dengan mudah.

Umat Islam Indonesia banyak yang merayakan seremonial maulid nabi dengan membaca shalawat, diba dan barzanji. Hal ini merupakan suatu nilai positif untuk meningkatkan rasa cinta kepada Nabi Muhammad. Tapi, biasanya semua itu dilakukan sebatas di masjid, madrasah atau di rumah saja.

Saat kembali ke dunia pekerjaan, tidak ada nilai-nilai akhlak seperti yang diajarkan barzanji. Tidak ada hadits yang terintegrasikan dalam Standar Operasional Prosedur (SOP) suatu pekerjaan. Dan, rasanya hadits Nabi tentang tiga golongan hakim (dua masuk neraka dan satu masuk surga) jarang dijadikan prinsip dalam pengambilan keputusan.

APRESIASI HUKUM 
Mengkaji perjalanan hidup Nabi Muhammad bagaikan mengarungi lautan yang tidak bertepi karena sangat luas, sangat kaya dan sangat mencerahkan. Pada akhirnya perjalanan pencarian living model selalu mereferensikan sosok Nabi Muhammad SAW sebagai manusia paripurna. Selain itu, kesempurnaan beliau terpelihara hingga saat ini berkat mukjizat berupa al-Quran, sebagai petunjuk jalan hidup umat manusia.

Salah satu surat yang terkandung di dalam al-Quran adalah surat an-Nisa yang belakangan ramai dibicarakan karena terpampang di perguruan tinggi tertua di Amerika Serikat, Universitas Harvard.
 

Seperti yang ditulis emirates247.com, Minggu (13/01), Universitas Harvard mengabadikan terjemahan dalam bahasa Inggris ayat 135 Surat An-Nisa sebagai kata-kata terbaik tentang keadilan. Ayat al-Quran itu diukir di dinding menghadap pintu masuk utama Fakultas Hukum Universtias Harvard.

Pengakuan ini patut diapresiasi. Terlebih, Universitas yang telah didirikan di Cambridge, Massachusetts, pada tahun 1636 ini, selalu menjadi rujukan utama para pakar di berbagai bidang keilmuan.

Dalam QS World University Ranking 2012/13 yang dirilis oleh topuniversites.com, Universitas Harvard berada di urutan ketiga setelah Massachusetts Institute of Technology (Amerika Serikat) dan Universitas Cambridge (Inggris). Sebelumnya, pada kurun waktu antara 2004 hingga 2009 Universitas Harvard memegang posisi teratas.

QS World University Rankings disusun dengan menggunakan enam indikator yaitu: reputasi akademis, reputasi employer, rasio dosen atau mahasiswa, serta rasio mahasiswa internasional. Hasil ini didasarkan pada survei lebih dari 46 ribu akademisi dan 28 ribu pengusaha.

PENGAKUAN INTERNASIONAL  
Meskipun Nabi Muhammad lebih dikenal sebagai tokoh agama, tapi terdapat sebagian peneliti yang menjuluki Nabi Muhammad sebagai tokoh penting yang telah memberikan kontribusi besar terhadap perkembangan sejarah hukum dunia.

Sebagai bentuk penghargaan dan pengakuan dunia terhadap peran Nabi Muhammad dalam bidang hukum, maka Nabi Muhammad disejajarkan bersama tokoh hukum dunia sepanjang zaman dalam bentuk hiasan dinding (frieze).

Seperti ditulis dalam Courtroom Friezes: North and South Walls, hiasan dinding berbentuk Nabi Muhammad ada pada dinding sebelah utara ruang sidang (North Walls Courtroom), yang digambarkan sedang memperlihatkan al-Quran sambil memegang sebilah pedang.

Tidak hanya di gedung Mahkamah Agung Amerika Serikat, sekitar tahun 1950-an sosok Nabi Muhammad sempat juga diabadikan di antara sembilan patung-patung dari para tokoh penting sejarah hukum dunia di gedung Pengadilan Banding Manhattan.

Terlepas dari kontroversi bentuk apresiasi tesebut, ekspresi masyarakat hukum Amerika Serikat merupakan bentuk penghormatan dan pengakuan bahwa Nabi Muhammad sebagai salah satu tokoh penting yang telah memberikan kontribusi besar terhadap perkembangan sejarah hukum dunia.

Sebagai tokoh hukum dunia, Nabi Muhammad melakukan pembinaan peradilan melalui pengangkatan hakim untuk ditempatkan di beberapa daerah, dan pembinaan hukum acara peradilan.

Sebelum mengangkat seorang hakim, Nabi Muhammad terlebih dahulu melakukan fit and proper test seperti yang terungkap dalam dialog antara Nabi dan Mu’adz bin Jabal sebelum diutus sebagai hakim di Yaman (HR. Tirmidzi No. 1327 dan 1328).
 

Nabi Muhamad menanyakan kepada Mu’adz bin Jabal: “bagaimana kamu memutuskan suatu perkara?”. Muadz menjawab: “berdasarkan al-Quran”. Nabi kembali bertanya: “jika tidak ditemukan dalam al-Quran?”. Mu’adz menjawab: berdasarkan sunnah Rasul-Nya”. “Jika masih belum ditemukan?” Nabi bertanya untuk yang terakhir. “Saya akan berijtihad namun tidak melampai batas”, jawab Mu’adz.

Dalam dialog tersebut, nampak Nabi Muhammad sedang menguji Muadz bin Jabal. Nabi Muhammad sebagai Rasul, memiliki fungsi tiga dimensi yaitu sebagai pimpinan eksekutif, legislatif, juga yudikatif. Sehingga, terhadap calon hakim yang akan ditugaskan, harus dilakukan uji kelayakan oleh Nabi Muhammad terlebih dulu.
 

Semangat penegakkan hukum yang dilakukan Nabi Muhammad dapat menjadi inspirasi kita untuk melakukan penegakkan hukum di Indonesia. Tentu saja, konteks penegakkan hukum yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia.

Seperti yang kita ketahui, kondisi wajah hukum di Indonesia memang sangat kompleks. Mulai dari pertikaian teori hingga konflik praktek penegakkan hukum. Satjipto Rahardjo (2001), bahkan menyebut Indonesia sebagai laboratorium hukum par excellence, bahkan sampai pada aras konseptual. Dua pihak yang sama-sama berbicara soal penegakkan hukum dapat membuahkan perbedaan pendapat.

Oleh karena itu, melalui momen bulan Rabiul Awwal, saatnya masyarakat menyadari Nabi Muhammad tidak saja sebagai tokoh agama yang hanya disanjung di masjid dan tempat ibadah lainnya. Nabi Muhammad juga tokoh lintas media, termasuk tokoh utama penegakkan hukum di dunia.

Dengan demikian, tugas utama Nabi Muhammad untuk menyempurnakan etika (li-utammima makaarim al-akhlaq), tidak hanya dalam teritorial masjid saja, tapi juga merambah ke sekolah, perguruan tinggi, perkantoran swasta, instansi pemerintah, dan pengadilan.

0 Response to "Apresiasi Hukum Berbasis Teologi"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel