PEMBIAYAAN PERBANKAN SYARIAH
PEMBIAYAAN PERBANKAN SYARIAH
A. Pengertian
Menurut UU No. 10 tahun 1998 tentang perbankan menyatakan pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.
B. Tujuan dan Fungsi Pembiayaan
1. Tujuan pembiayaan
Tujuan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah untuk meningkatkan kesempatan kerja dan kesejahteraan ekonomi sesuai dengan nilai-nilai islam. Pembiayaan tersebut harus dapat dinikmati oleh sebanyak-banyaknya pengusaha yang bergerak dibidang industri, pertanian, dan perdagangan untuk menunjang kesempatan kerja dan menunjang produksi dan distribusi barang-barang dan jasa-jasa dalam rangka memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun luar negeri.
2. Fungsi Pembiayaan
Funsi pembiayaan diantaranya:
1. Memberikan pembiayaan dengan prinsip syariah yang menerapkan sistem bagi hasil yang tidak memberatkan debitur.
2. Membantu kaum dhuafa yang tidak tersentuh oleh bank konvensional
3. Karena tidak mampu memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh bank konvensional.
4. Membantu masyarakat ekonomi lemah yang selalu dipermainkan oleh rentenir dengan membantu melalui pendanaan untuk usaha yang dilakukan.
C. Unsur - unsur Pembiayaan
Unsue- unsur pembiayaan, antara lain:
1. Kepercayaan. Kepercayaan merupakan suatu keyakinan bahwa pembiayaan yang diberikan benar – benar diterima kembali dimasa yang akan datang sesuai jangka waktu yang sudah diberikan. Kepercayaan yang diberikan oleh bank sebagai dasar utama yang melandasi mengapa suatu pembiayaan berani dikucurkan. Oleh karena itu sebelum pembiayaan dikucurkan harus dilakukan penyelidikan dan penelitian terlebih dahulu secara mendalam tentang kondisi nasabah, baik secara intern maupun ekstern. Penelitian dan penyelidikan tentang kondisi pemohon pembiayaan sekarang dan masa lalu, untuk menilai kesungguhan dan etika baik nasabah terhadap bank.
2. Kesepakatan. Kesepakatan antara pemohon dengan pihak bank. Kesepakatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian dimana masing - masing pihak menandatangani hak dan kewajiban masing - masing. Kesepakatan ini kemudian dituangkan dalam akad pembiayaan dan ditandatangani kedua belah pihak.
3. Jangka Waktu. Setiap pembiayaan yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu, jangka waktu ini mencakup masa pengembalian pembiayaan yang telah disepakati. Jangka waktu merupakan batas waktu pengembalian angsuran yang sudah disepakati kedua belah pihak. Untuk kondisi tertentu jangka waktu ini bisa diperpanjang sesuai dengan kebutuhan.
4. Resiko. Akibat adanya tenggang waktu, maka pengembalian pembiayaan akan memungkinkan suatu resiko tidak tertagihnya atau macet pemberian suatu pembiayaan. Semakin panjang jangka waktu pembiayaan maka semakin besar risikonya, demikian pula sebaliknya. Resiko ini menjadi tanggungan bank, baik resiko disengaja, maupun resiko yang tidak disengaja, misalnya karena bencana alam atau bangkrutnya usaha nasabah tanpa ada unsur kesengajaan lainnya, sehingga tidak mampu melunasi pembiayaan yang diperoleh.
5. Balas Jasa. Dalam bank konvensional balas jasa dikenal dengan nama bunga. Disamping balas jasa dalam bentuk bunga bank juga membebankan kepada nasabah biaya administrasi yang juga merupakan keuntungan bank. Bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah balas jasanya dikenal dengan bagi hasil.
D. Prinsip Pembiayaan
Dalam melakukan penilaian permohonan pembiayaan, bank syariah bagian marketing harus memperhatikan beberapa prinsip utama yang berkaitan dengan kondisi secara keseluruhan calon nasabah. Di dunia perbankan syariah prinsip penilaian dikenal dengan 5 C + 1 S dan 7P. Menurut Kasmir (2009:109) 5C + 1S adalah sebagai berikut:
1) Character Yaitu penilaian terhadap karakter atau kepribadian calon penerima pembiayaan dengan tujuan untuk memperkirakan kemungkinan bahwa penerima pembiayaan dapat memenuhi kewajibannya.
2) Capacity Yaitu penilaian secara subyektif tentang kemampuan penerima pembiayaan untuk melakukan pembayaran. Kemampuan diukur dengan catatan prestasi penerima pembiayaan di masa lalu yang didukung dengan pengamatan di lapangan atas sarana usahanya seperti toko, karyawan, alat-alat, pabrik serta metode kegiatan.
3) Capital Yaitu penilaian terhadap kemampuan modal yang dimiliki oleh calon penerima pembiayaan yang diukur dengan posisi perusahaan secara keseluruhan yang ditujukan oleh rasio finansial dan penekanan pada komposisi modalnya.
4) Collateral Yaitu jaminan yang dimiliki calon penerima pembiayaan. Penilaian ini bertujuan untuk lebih meyakinkan bahwa jika suatu resiko kegagalan pembayaran tercapai terjadi , maka jaminan dapat dipakai sebagai pengganti dari kewajiban.
5) Condition Bank syariah harus melihat kondisi ekonomi yang terjadi di masyarakat secara spesifik melihat adanya keterkaitan dengan jenis usaha yang dilakukan oleh calon penerima pembiayaan. Hal tersebut karena kondisi eksternal berperan besar dalam proses berjalannya usaha calon penerima pembiayaan.
6) Syariah Penilaian ini dilakukan untuk menegaskan bahwa usaha yang akan dibiayaai benar-benar usaha yang tidak melanggar syariah sesuai dengan fatwa DSN “Pengelola tidak boleh menyalahi hukum syariah Islam dalam tindakannya yang berhubungan dengan mudharabah.
Sedangkan menurut (Kasmir,2009:110) 7 P kredit adalah sebagai berikut:
a. Personality Yaitu menilai nasabah dari segi kepribadian dan tingkah lakunya sehari – hari maupun masa lalunya. Personality juga mencakup sikap, emosi, tingkah laku, dan tindakan nasabh dalam menghadapi suatu masalah
b. Party Mengklasifikasikan nasabah kedalam klasifikasi tertentu atau golongan – golongan tertentu berdasarkan modal, loyalitas serta karakternya, sehingga nasabah dapat digolongkan ke golongan tertentu dan akan mendapatkan fasilitas kredit yang berbeda pula dari bank.
c. Purpose Yaitu untuk mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil kredit, termasuk jenis kredit yang dinginkan nasabah. Tujuan pengambilan kredit dapat bermacam – macam apakah tujuan untuk konsumtif, produktif atau tujuan untuk perdagangan.
d. Prospect Yaitu untuk menilai nasabah dimasa yang akan datang apakah menguntungkan atau tidak, atau dengan kata lain mempunyai prospect atau sebaliknya. Hal ini penting mengingat jika suatu fasilitas kredit yang dibiayai tanpa mempunyai prospect, bukan hanya bank yang rugi tetapi jaga nasabah.
e. Payment Merupakan ukuran bagaimana cara nasabah mengembalikan kredit yang diambil atau sumber dari mana saja dana untuk pengembalian kredit yang diperolehnya. Semakin banyak sumber penghasilan debitur maka akan semakin baik.
f. Profitability Untuk menganalisis bagaimana kemampuan nasabah dalam mencari laba. Profitability diukur dari periode ke periode apakah tetap sama atau meningkat, apalagi dengan tambahan kredit yang diperolehnya dari bank.
g. Protection Yaitu bagaimana menjaga kredit yang dikucurkan oleh bank namun melalui suatu perlindungan. Perlindungan dapat berupa jaminan barang, orang atau jaminan asuransi
E. Jenis-jenis Pembiayaan
Menurut Muhammad (2002;91), Manajemen Bank Syariah. Penyaluran dananya pada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi dalam empat kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaanya yaitu:
1. Pembiayaan dengan prinsip jual beli ( Ba’i ) Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda Transfer Of Property. Tingkat keuntungan ditentukan didepan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual. Transaksi jual beli dapat dibedakan berdasarkan bentuk pembayaran dan waktu penyerahan yakni sebagai berikut:
a. Pembiayaan Murabahah
b. Pembiayaan Salam
c. Pembiayaan Istisnah
2. Pembiayaan dengan prinsip sewa ( Ijarah ) Transaksi ijarah dilandasi oleh adanya perpindahan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, tapi perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya adalah barang, pada ijarah objek transaksi adalah jasa. Pada akhir masa sewa, bank dapat saja menjual barang yang disewakan kepada nasabah.
a. Prinsip bagi hasil Produk pembiayaan syariah yang didasarkan atas prinsip bagi hasil adalah Pembiayaan Musyarakah dan Pembiayaan Mudharabah
3. Pembiayaan dengan akad pelengkap Untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan, biasanya diperlukan akad pelengkap. Akad pelengkap ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, tetapi di tujukan untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan, meskipun tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, dalam akad pelengkap ini dibolehkan untuk meminta pengganti biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. Adapun jenis-jenis akad pelengkap ini adalah sebagai berikut:
1. Hiwalah (Alih Hutang-Piutang)
2. Rahn (Gadai)
3. Qardh
4. Wakalah (Perwakilan)
5. Kafalah (Garansi Bank)
Sedangkan menurut sifat penggunaannya, pembiayaan dapat dibagi menjadi dua hal, yaitu:
a) Pembiayaan Produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha baik usaha produksi, perdagangan, maupun investasi.
b) Pembiayaan Konsumtif, yaitu pembiayaan yang dipergunakan untuk memenuhi konsumsi, yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan.
F. Prosedur Pengajuan Kredit
Menurut Kasmir (2009:115) prosedur pemberian kredit secara umum oleh badan hukum adalah sebagai berikut:
1. Pengajuan berkas-berkasPermohonan kredit mengajukan permohonan kredit yang dituangkan dalam suatu proposal yang dilampiri berkas-berkas antara lain latar belakang perusahaan, maksud dan tujuan, besarnya kredit dan jangka waktu, cara pemohonan mengembalikan kredit.
2. Penyelidikan berkas pinjaman. Tujuannya mengetahui apakah berkas yang diajukan sudah lengkap sesuai persyaratan dan sudah benar agar permohonan kredit dapat segera diproses.
3. Wawancara I Wawancara bertujuan untuk mengetahui keinginan dan kebutuhan nasabah yang sebenarnya.
4. On the Spot Merupakan kegiatan pemeriksaan ke lapangan dengan meninjau berbagai objek yang akan dijadikan usaha atau jaminan, kemudian hasilnya dicocokkan dengan hasil wawancara I.
5. Wawancara II Merupakan kegiatan perbaikan berkas bila masih ada kekurangan-kekurangan pada saat setelah dilakukan on the spot di lapangan.
6. Keputusan kredit Yakni menentukan apakah kredit akan diberikan atau ditolak, jika diterima, maka dipersiapkan administrasinya. Bila ditolak, maka hendaknya dikirim surat penolakan sesuai dengan alasannya masing-masing.
7. Penandatanganan akad kredit/perjanjian lainnya Sebelum kredit dicairkan, maka terlebih dahulu calon nasabah menandatangi akad kredit, mengikat jaminan dengan hipotek dan surat perjanjian atau pernyataan yang dianggap perlu. Penandatanganan dilaksanakan antara bank dengan debitur secara langsung, atau dengan melalui notaris.
8. Realisasi kredit Realisasi kredit diberikan setelah penandatanganan suratsurat yang diperlukan dengan membuka rekening giro atau tabungan di bank yang bersangkutan.
9. Penyaluran/penarikan danaAdalah pencairan atau pengambilan uang dari rekening sebagai realisasi dari pemberian kredit dan dapat diambil sesuai ketentuan dan tujuan kredit.
G. Klasifikasi Kolektabilitas Pembiayaan
Dalam pembiayaan diperlukan pengelompokan atau klasifikasi tentang ukuran atau kualitas ketepatan waktu atau jumlah pengembalian pembiayaan. Berdasarkan Pasal 10 Peraturan Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum. Kualitas pembiayaan menurut ketentuan kredit adalah sebagai berikut :
1. Lancar, Kredit yang digolongkan lancar apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Pembayaran tepat waktu, perkembangan rekening Bank dan tidak ada tunggakan serta sesuai dengan persyaratan kredit,
b. Hubungan debitur dengan Bank baik dan debitur selalu menyampaikan informasi keuangan secara teratur dan akurat,
c. Dokumentasi kredit lengkap dan pengikatan agunan kuat
.
2. Dalam Perhatian Khusus (DPK), Kredit yang digolongkan Dalam Perhatian Khusus (DPK) apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga sampai 90 hari
b. Jarang mengalami cerukan overdraft
c. Hubungan debitur dengan Bank baik dan debitur selalu menyampaikan informasi keuangan secara teratur dan masih akurat,
d. Dukumentasi kredit lengkap dan pengikat agunan kuat e. Pelanggaran perjanjian kredit tidak prinsipil
3. Kurang lancar, Kredit yang digolongkan kurang lancar apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga yang telah melampaui 90 hari sampai dengan 180 hari.
b. Terdapat cerukan atau overdraft yang berulang kali khususnya untuk menutupi kerugian operasional dan kekurangan arus kas.
c. Hubungan debitur dengan Bank memburuk dan informasi keuangan debitur tidak dapat dipercaya, dokumentasi kredit kurang lengkap dan pengikatan agunan yang lemah.
d. Pelanggaran terhadap persyaratan pokok kredit.
e. Perpenjangan kredit untuk menghubungkan kesulitan keuangan.
4 Diragukan, Kredit yang digolongkan diragukan apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga yang telah melampaui 180 hari sampai 270 hari.
b. Terjadi cerukan atau overdraft yang bersifat permanen khususnya untuk menutupi kerugian operasional dan kekurangan arus kas.
c. Hubungan debitur dengan Bank semakin memburuk dan informasi keuangan debitur tidak tersedia atau tidak dapat dipercaya.
d. Dokumentasi kredit tidak lengkap dan pengikatan agunan yang lemah.
e. Pelanggaran yang prinsipal terhadap persyaratan pokok dalam perjanjian kredit.
5. Macet, Kredit yang digolongkan Macet apabila memenuhi criteria sebagai berikut:
a. Terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga yang telah melampaui 270 hari
b. Dokumentasi kredit dan atau pengikatan agunan tidak ada
sumber:
http://eprints.iainsalatiga.ac.id/836/1/STRATEGI%20PENANGANAN%20PEMBIAYAAN%20BERMASALAH%20PADA%20PRODUK%20PEMBIAYAAN%20-STAIN%20SALATIGA.pdf
0 Response to "PEMBIAYAAN PERBANKAN SYARIAH"
Post a Comment