Upaya Hukum Peninjauan Kembali


Makalah Upaya Hukum Peninjauan Kembali - Hukum Acara Perdata Islam







MAKALAH
HUKUM ACARA PERDATA ISLAM

Upaya Hukum Peninjauan Kembali


DosenPembimbing :
M. Zainuddin Al Anshori S.H.I., M.H.I.













Disusun Oleh:
Fairus Bassam
Rif’atin Aprilia
Saadatul Khoriyah



PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN
2016

 -----------------------------------------------




KATA PENGANTAR


   Segala puji bagi Allah SWT.dzat yang Maha Sempurna, Maha Pencipta dan Maha Penguasa segalanya, karena hanya dengan ridha-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas Makalah ini sesuai dengan apa yang diharapkanya itu tentang “Upaya Hukum Peninjauan Kembali”. Makalah ini sengaja disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Hukum Acara Perdata Islam”.
Tidak lupa penulis sampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang turut berpartisipasi dalam proses penyusunan tugas ini, karena penulis sadar sebagai makhluk sosial penulis tidak bisaberbuat banyak tanpa ada interaksi dengan orang lain dan tanpa adanya bimbingan, serta rahmat dan karunia dari–Nya.
Penulis berharap agar mahasiswa khususnya, dan umumnya dari para pembaca dapat memberikan kritik yang positif dan saran untuk kesempurnaan Makalah ini.


Lamongan, 23 November 2016





Penulis





 -----------------------------------------------


DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii
BAB I        PENDAHULUAN
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
A.           Latar Belakang Masalah.......................................................... 1
B.           Rumusan Masalah..................................................................... 2
C.           Tujuan Penulisan....................................................................... 2
BAB II       PEMBAHASAN
A.           Pengertian Peninjauan Kembali.............................................. 3
B.           Tata Cara Mengajukan Peninjauan Kembali......................... 4
BAB III     PENUTUP
A.           Kesimpulan............................................................................... 10
B.           Saran ......................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 12
 


 ------------------------------------------------




BAB I
PENDAHULUAN


A.          Latar Belakang
Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan sebuah interaksi dengan sesamanya. Dan proses interaksi itu tidak selamanya berjalan dengan baik, namun ada kalanya dihiasi dengan konflik horizontal sehingga dalam kasus ini diperlukan adanya suatu institusi yang menjadi pemutus konflik tersebut. Dalam kehidupan bernegara, institusi ini menjelma dalam bentuk Lembaga-lembaga peradilan.
Di dalam dunia pengadilan, sebenarnya hanya ada satu hal pokok yang dicari para pencari keadilan yaitu Putusan Hakim. Prosedur dan tatacaranya diatur dalam undang-undang, dimana dalam pembuatan dan penerapan undang-undang tersebut diupayakan seadil-adilnya. Hal tersebut jelas terlihat apabila terdapat putusan pengadilan yang dirasa tidak atau kurang memenuhi rasa keadilan maka oleh undang-undang diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan melalui upaya hukum banding, kasasi, maupun melalui peninjauan kembali.
Prinsip demikian, sejalan dengan asas dalam suatu kekuasaan kehakiman yang dalam hal ini membahas tentang Peradilan Agama, yakni perlakuan setiap orang yang sama dimuka hukum dengan tidak membeda-bedakan, selain itu juga bahwa setiap orang yang disangka, ditahan, dituntut, dan atau dihadapkan dimuka sidang pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya upaya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahan dan memperoleh kekuatan hukum tetap.
Suatu putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap tidak dapat dirubah apalagi dibatalkan. Akan tetapi dalam kenyataanya masih tidak menghilangkan kemungkinan terdapat cacat hukum yang sebelumnya belum diketahui dalam putusan tersebut. Dan salah satu upaya hukum yang dapat diajukan atas putusan yang telah berkekuatan hukum tetap adalah Upaya Hukum Peninjauan Kembali. Oleh karena itu, dalam makalah ini kamimengkhususkan untuk membahas tentang “Upaya Hukum Peninjauan Kembali”.

B.           Rumusan Masalah
Rumusan masalah merupakan hal-hal apa saja yang akan dikaji oleh penulis. Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :

1.            Apa Definisi Peninjauan Kembali?
2.            Bagaimana Tata Cara Mengajukan Peninjauan Kembali?

C.          Tujuan Penulisan
Tujuan dari dilakukannya penulisan makalah ini selain sebagai tugas Mata Kuliah Hukum Acara Perdata Islam juga sebagai berikut :

1.            Mendefinisikan Peninjauan Kembali.
2.            Menjelaskan Tata Cara Mengajukan Peninjauan Kembali.




 ------------------------------------------------



BAB II
PEMBAHASAN


A.          Definisi Peninjauan Kembali
Upaya Hukum yaitu suatu usaha bagi setiap pribadi atau badan hukum yang merasa dirugikan haknya atau atas kepentingannya untuk memperoleh keadilan dan perlindungan/kepastian hukum, menurut cara-cara yang ditetapkan dalam undang-undang.
Dalam perundang-undangan nasional, istilah “peninjauan kembali” mulai dipakai dalam Undang-Undang Nomor19 Tahun 1964, dalam Undang-Undang tersebut disebutkan bahwa:
“Terhadap putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dapat dimohon peninjauan kembali, hanya apabila terdapat hal-hal atau keadaan-keadaan yang ditentukan dengan undang-undang.”[1]

Ketentuan tersebut diatas telah diatur kembali dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970, dalam Undang-Undang tersebut secara lebih jelas menerangkan bahwa:
Apabila terdapat hal-hal atau keadaan-keadaan yang ditentukan dengan Undang-undang, terhadap putusan Pengadilan, yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap dapat dimintakan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, dalam perkara perdata dan pidana oleh pihak-pihak yang berkepentingan.[2]

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 menerangkan masalah peninjauan kembali yang berbunyi:
Terhadap putusan  Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukumtetap, pihak-pihak yang bersangkutan dapat mengajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, apabila terdapat hal atau keadaan tertentu yang ditentukan dalam Undang-Undang.”[3]
Terhadap putusan peninjauan kembalitidak dapat dilakukan peninjauan kembali.[4]

Jadi Peninjauan Kembaliatau disingkat PK adalah suatu upaya hukum yang dapat ditempuh oleh Seseorangdalam suatu kasus hukum yang terhadap suatu putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dalam sistem peradilan di Indonesia.

B.           Tata Cara Mengajukan Peninjauan Kembali
Ketentuan hukum acara dalam Peradilan Agama diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 menerangkan bahwa:
“Hukum Acara yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam undang-undang ini.”[5]

Ketentuan hukum acara peninjauan kembali dalam peradilan agama terdapat dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 menerangkan bahwa:
“Dalam Pemeriksaan peninjauan kembali perkara yang diputus oleh pengadilan di lingkungan Peradilan agama atau oleh pengadilan dilingkungan tata usaha negara, digunakan hukum acara peninjauan kembali yang tercantum dalam pasal 67 sampai dengan pasal 75.”[6]

Yang berhak mengajukan peninjauan kembali berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 adalah:[7]
  1. Para pihak yang berperkara
  2. Ahli warisnya (yang dapat membuktikan dengan akta dibawah tanda tangan mengenai keahliwarisan yang dilegalisasi oleh ketua pengadilan agama)
  3. Wakilnya yang secara khusus dikuasakan untuk itu. (harus ada surat kuasa khusus untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali)
  4. Apabila selama proses peninjauan kembali pemohon meninggal dunia, permohonan tersebut dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya.
Syarat-Syarat permohonan peninjauan kembali adalah sebagai berikut:[8]
  1. Diajukan oleh pihak yang berperkara atau ahli waris atau kuasanya.
  2. Putusan telah memperoleh kekuatan hukum tetap
  3. Membuat permohonan peninjauan kembali yang memuat alasan-alasannya
  4. Diajukan dalam tenggang waktu dalam undang-undang.
  5. Membayar panjar peninjauan kembali
  6. Menghadap di kepaniteraan pengadilan agama yang memutus perkara pada tingkat pertama.
Adapun alasan-alasan yang hanya dapat diajukan untuk Peninjauan Kembali putusan perkara perdata yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 adalah sebagai berikut:[9]
  1. apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti- bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu (pasal 67 huruf a);
  2. apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan (pasal 67 huruf b);
  3. apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut (pasal 67 huruf c);
  4. apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya (pasal 67 huruf d);
  5. apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh Pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain (pasal 67 huruf e);
  6. apabila  dalam  suatu  putusan  terdapat  suatu  kekhilafan  Hakim atau suatu kekeliruan yang nyata (pasal 67 huruf f).
Tenggang waktu pengajuan permohonan peninjauan kembali yang didasarkan atas alasan adalah 180 hari. Adapun diimulainya titik perhitungan tenggang waktu pengajuan permohonan peninjauan kembali berdasarkan alasan pada alasan diatas adalah sebagai berikut:[10]
No.
Alasan
Titik Perhitungan 180 Hari
1.
putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan
terhitung sejak diketahui kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan Hakim pidana memperoleh kekuatan hukum tetap, dan telah diberitahukan kepada para pihak yang berperkara
2.
ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan (novum)
terhitung  sejak ditemukan surat-surat bukti, yang hari serta tanggal ditemukannya harus dinyatakan di bawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang berwenang
3.
telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut, atau
apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya, atau
apabila  dalam  suatu  putusan  terdapat  suatu  kekhilafan  Hakim  atau  suatu kekeliruan yang nyata
terhitung  sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada para pihak yang berperkara;
4.
apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh Pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain
sejak putusan yang terakhir dan bertentangan itu memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada pihak yang berperkara.

Ketentuan Umum terkait peninjauan kembali berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985, antara lain:[11]
  1. Permohonan peninjauan kembali dapat diajukan hanya 1 (satu) kali.
  2. Permohonan peninjauan kembali tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan Pengadilan.
  3. Permohonan  peninjauan  kembali  dapat  dicabut  selama  belum diputus,  dan dalam  hal  sudah  dicabut  permohonan peninjauan kembali  itu  tidak  dapat diajukan lagi.
Adapun tata cara (prosedur) mengajukan peninjauan kembali antara lain:[12]
  1. Permohonan peninjauan kembali diajukan oleh pemohon kepada Mahkamah Agung melalui Ketua Pengadilan Agama yang memutus perkara dalam tingkat pertama dengan membayar biaya perkara yang diperlukan. (Pasal 70 ayat 1)
  2. Permohonan peninjauan kembali diajukan oleh pemohon secara tertulis dengan menyebutkan sejelas-jelasnya alasan yang dijadikan dasar permohonan itu dan dimasukkan di kepaniteraan Pengadilan Agama yang memutus perkara dalam tingkat pertama.
  3. Apabila pemohon tidak dapat menulis, maka ia menguraikan permohonannya secara lisan di hadapan Ketua Pengadilan Agama yang memutus perkara dalam tingkat pertama atau hakim yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan yang akan membuat catatan tentang permohonan tersebut. (Pasal 71)
  4. Setelah Ketua Pengadilan Agama yang memutus perkara dalam tingkat pertama menerima permohonan peninjauan kembali, maka Panitera berkewajiban untuk selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari memberikan atau mengirimkan salinan permohonan tersebut kepada pihak lawan pemohon. (Pasal 72 ayat 1)
  5. Tenggang waktu bagi pihak lawan untuk mengajukan jawabannya adalah 30 hari setelah tanggal diterimanya salinan permohonan peninjauan kembali. (Pasal 72 ayat 2)
  6. Surat jawaban diserahkan atau dikirimkan kepada Pengadilan yang memutus perkara  dalam tingkat  pertama dan  pada  surat  jawaban  itu  oleh  Panitera dibubuhi cap, hari serta tanggal diterimanya jawaban tersebut, yang salinannya disampaikan atau dikirimkan kepada pihak pemohon untuk diketahui. (Pasal 72 ayat 3)
  7. Permohonan tersebut lengkap dengan berkas perkara beserta biayanya oleh Panitera dikirimkan kepada Mahkamah Agung selambat-lambatnya dalam jangka waktu 30 hari. (Pasal 72 ayat 4)
  8.  Mahkamah Agung berwenang memerintahkan Pengadilan Agama yang memeriksa perkara dalam Tingkat Pertama atau Pengadilan Tingkat Banding mengadakan pemeriksaan tambahan, atau meminta segala keterangan serta pertimbangan dari Pengadilan yang dimaksud. (Pasal 73 ayat 1)
  9. Pengadilan yang dimaksud setelah melaksanakan perintah Mahkama Agungtersebut segera mengirimkan berita acara pemeriksaan tambahan serta pertimbangan tersebut kepada Mahkama Agung. (Pasal 73 ayat 3)
  10. Dalam hal permohonan peninjauan kembali, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan atau tidak diterima atau menolak (tidak dikabulkan) permohonan peninjauan kembali. (Pasal 74)
  11. Putusan Mahkama Agung disertai dengan pertimbangan-pertimbangan. (Pasal 74 ayat 3)
  12. Mahkamah Agung mengirimkan salinan putusan atas permohonan peninjauan kembali kepada Pengadilan Agama yang memutus perkara dalam Tingkat Pertama dan selanjutnya Panitera Pengadilan Agama yang bersangkutan menyampaikan salinan putusan itu kepada pemohon serta memberitahukan putusan itu kepada pihak lawan dengan memberikan salinannya, selambat-lambatnya dalam waktu 30 hari. (Pasal 75) 

---------------------------------------------------------





BAB III
PENUTUP


A.          Kesimpulan
Upaya hukum merupakan suatu tindakan yang diberikan atau hak yang diberikan oleh undang-undang kepada para pihak yang tidak puas dengan keputusan pengadilan diberbagai tingkatan pengadilan.
Peninjauan kembali adalah pemeriksaan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Syarat-Syarat permohonan peninjauan kembali adalah permohonan diajukan oleh pihak yang berperkara atau ahli waris atau kuasanya, putusannya telah memperoleh kekuatan hukum tetap, membuat permohonan peninjauan kembali yang memuat alasan-alasannya, diajukan dalam tenggang waktu menurut undang-undang, membayar panjar peninjauan kembali dan menghadap di kepaniteraan Pengadilan Agama yang memutus perkara pada tingkat pertama.
Adapun alasan-alasan yang hanya dapat diajukan untuk Peninjauan Kembali adalah apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan, ditemukan surat-surat bukti setelah perkara diputus,  adanya putusan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut, apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya, terdapat putusan yang bertentangan satu dengan yang lain dan apabila terdapat  suatu  kekhilafan  Hakim dalam putusan.
Hukum Acara yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam Undang-Undang Peradilan Agama dan dalam hal Pemeriksaan peninjauan kembali perkara yang diputus oleh pengadilan di lingkungan Peradilan Agama  tercantum dalam pasal Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkama Agung.

B.            Saran
1.             Sebaiknya Peradilan Agama senantiasa melaksanakan tugas sesuai dengan prosedur yang telah diatur.
2.             Dalam penetapan putusan, Hakim sebaiknya menetapkannya secara hati-hati, bijaksana, adil dan tanpa ada paksaan dari pihak luar.




 ----------------------------------------------------------




DAFTAR PUSTAKA


HMJ HPI, Upaya Hukum terhadap Putusan Peradilan Agama dalam http://hmj-hukumpidanaislam.blogspot.in/2012/03/upaya-hukum-terhadap-putusan-peradilan.html(diakses pada 21 November 2016)
Kepaniteraan Mahkama Agung, Prosedur Penanganan Perkara Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan yang tekah Memperoleh Kekuatan Hukum Tetap dalam http://kepaniteraan.mahkamaagung.go.id/prosedur-berperkara/prosedure-peninjauan-kembali   (diakses pada 21 November 2016)
Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman
Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkama Agung
Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 1964 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman
Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman
Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama







[1] Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 1964 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, Bab II, Pasal 15
[2] Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, Bab II, Pasal 21
[3] Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, Bab II, Pasal 23 ayat (1) dan Undang-Undang RI Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Bab III, Pasal 24 ayat (1)
[4] Ibid, ayat (2)
[5] Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, Bab IV, Pasal 54
[6] Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkama Agung, Bab IV, Pasal 77 ayat (1)
[7] Ibid, Pasal 68
[8] HMJ HPI, Upaya Hukum terhadap Putusan Peradilan Agama dalam http://hmj-hukumpidana islam.blogspot.in/2012/03/upaya-hukum-terhadap-putusan-peradilan.html (diakses pada 21 November 2016)
[9] Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 1985, Bab IV, Pasal 67
[10] Ibid, Pasal 69
[11] Ibid, Pasal 66
[12] Kepaniteraan Mahkama Agung, Prosedur Penanganan Perkara Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan yang tekah Memperoleh Kekuatan Hukum Tetap dalam http://kepaniteraan. mahkamaagung.go.id/prosedur-berperkara/prosedure-peninjauan-kembali (diakses pada 21 November 2016)


 ----------------------------------

Rifatin Aprilia - Fafa Apriel - Fatin

Rifatin Aprilia - Fafa Apriel - Fatin

Rifatin Aprilia - Fafa Apriel - FatinRifatin Aprilia - Fafa Apriel - Fatin

Rifatin Aprilia - Fafa Apriel - Fatin 

0 Response to "Upaya Hukum Peninjauan Kembali"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel