INTERNALISASI PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH
INTERNALISASI PENDIDIKAN KARAKTER
DI SEKOLAH
Disusun oleh:
Nama : Ana Pangesti
NIM : K5412008
Prodi : Pendidikan geografi
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
TAHUN 2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Baik atau tidak karakter suatu suatu bangsa , dapat dilihat dari para pemudanya. Karena pemuda bangsa atau anak bangsa merupakan aset yang paling berharga bagi suatu bangsa, melebihi berharganya intan dan berlian.
Pendidikan merupakan salah satu cara untuk mencerdaskan suatu bangsa. Tidak semua pendidikan dapat membawa bangsanya menjadi bangsa yang maju dan mempunyai karakter. Pendidikan yang diharapkan adalah pendidikan yang dapat mencerdaskan anak bangsa sekaligus mempunyai karakter. Supaya karakter juga tersampaikan kepada anak bangsa, maka internalisasi karakter di sekolah perlu di adakan disemua sekolah-sekolah.
Dalam proses internalisasi karakter dibutuhkan kerjasama dari semua pihak, tidak sepenuhnya menjadi tanggung jawab sekolah. Namun proses internalisasi ini menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, sekolah, guru, siswa dan orangtua siswa.
Seperti yang kita ketahui, mananamkan karakter tidak dapat dilakukan secara instan atau hanya sekali saja. Penanaman ini perlu dilkukan secara terus-menerus secara berkesinambungan.
Internalisasi karakter di sekolah- sekolah diharapkan mampu mencetak anak bangsa yang cerdas dan berkarakter, serta memiliki nilai dan moral yang tinggi. Apabila hal ini sudah dapat dicapai, suatu bangsa akan menjadi teladan bagi bagi negara-negara lain.
Dengan menjadi negara teladan bagi negara-negara lain, negara tersebut yang bersangkutan akan menjadi pusat perhatian. Setelah menjadi bangsa yang menjadi pusat perhatian, halangan yang menjadi suatu bangsa untuk maju akan dengan mudah teratasi, karena mempunyai relasi yang banyak dari negara-negara lain.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari karakter?
2. Apakah pengertian dari pendidikan karakter?
3. Bagaimana internalisasi karakter di sekolah?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian karakter
2. Mengetahui pengertian pendidikan karakter
3. Mengetahui internalisasi karakter di sekolah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian karakter
Character isn’t inherited, One builds its daily by the way one thinks and acts, thought by thought, action by action (Helen G. Douglas)
Karakter tidak diwariskan, tetapi sesuatu yang dibangun secara berkesinambungan hari demi hari melalui pikiran dan perbuatan, pikiran demi pikiran, tindakan demi tindakan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) karakter merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Dengan demikian karakter adalah nilai-nilai yang unik-baik yang terpatri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku (Kementrian Pendidikan Nasional, 2010). Nilai-nilai yang unik, baik itu kemudian dalam Disain Induk Pembangunan Karakter Bangsa 2010-2025 dimaknai sebagai tahun nilai kebaikan mau berbuat baik, dan nyata berkehidupan baik.
Karakter menurut Sigmund Freud adalah :
“Charancher is a strivingg system which uderly behaviour”
Karakter diartikan sebagai kumpulan tata nilai yang mewujud dalam suatu sistem daya dorong (daya juang) yang melandasi pemikiran, sikap dan perilaku yang akan ditampilkan secara mantap.
Menurut Zainal Aqib dalam bukunya yang berjudul Pendidikan Karakter menyebutkan karakter harus diwijudkan melalui nilai-nilai moral yang dipatrikan untuk menjadi semacam nilai instrinsik dalam diri kita, yang akan melandasi sikap dan perilaku kita. Tentu karakter tidak datang dengan sendirinya melainkan harus kita bentuk. Kita tumbuhkembangkan dan kita bangun secara sadar dan sederhana.
Antonin Scalia (seorang hakim tinggi di Amerika) mengatakan bahwa:
“The only thing in the world not for sale is character”
Karakter tidak dapat dibeli, padahal itu sangat penting dan diperlukan didalam menentukan arah dan tujuan hidup kita. dengan demikian karakter harus kita tumbuh kembangkan sendiri melalui pendidikan, pengalaman, percobaan, pengorbanan, dan pengaruh lingkungan. Semuanya dilandasi dengan kesadaran dan kemauan kuat untukmengembangkannya.
Scerenko (1997) mendefinisikan karakter sebagai atribut atau ciri-ciri yang membentuk dan membedakan ciri pribadi, ciri etis, dan kompleksitas mental diri seseorang, suatu kelompok atau bangsa. Sementara itu The Free Dictionary dalam situs onlinenya yang dapat diunduh secara bebas mendefinisikan karakter sebagai suatu kombinasi kualitas atau ciri-ciri yang membedakan seseorang atau kelompok atau suatu benda dengan yang lain. karakter juga didefinisikan sebagai suatu deskripsi dari atribut, ciri-ciri atau kemampuan seseorang.
Robert Marine (1998) mengambil pendekatan yang berbeda terhadap makna karakter, menurut dia karakter adalah gabungan yang samar- samar antara sikap, perilaku bawaan, dan kemampuan, yang membangun pribadi seseorang.
Menurut Muchlas dan Hariyanto (2011), memaknai karakter sebagai nilai dasar yang membangun pribadi seseorang, terbentuk baik karena pengaruh hereditas maupun pengaruh lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain, serta diwujudkan dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.
Karakter tertanam pada diri seseorang karena dibentuk tahap demi tahap secara berkelanjutan. Karakter tidak dapat dibentuk hanya dalam hitungan hari. Namun, karakter dibentuk saat masih dalam kandungan. Setelah lahir karakter dibentuk dalam keluarga, orang tua sangat berperan penting dalam pembentukan karakter anak. Karena ketika masih anak-anak akan lebih mudah dalam membentuk karakter daripada ketika anak itu sudah beranjak dewasa.
Karakter mudah dibentuk saat dalam lingkungan keluarga belum ada pengaruh dari lingkungan luar. Ketika karakter terbentuk dalam keluarga, seorang anak tidak mudah terpengaruh ketika berada dalam lingkungan luar.
Pembentukan karakter disesuaikan dengan siapa yang dibentuk. Anak SD dengan SMP tidak diperlakukan sama dalam pembentukan karakter. Disesuaikan dengan umur dan perkembangan jaman.
B. Pendidikan Karakter
Winton (2010), pendidikan karakter adalah upaya sadar dan sungguh-sungguh dari seorang guru untuk mengajarkan nilai-nilai kepada para siswanya.
Burke (2001) pendidikan karakter merupakan bagian dari pembelajaran yang baik dan merupakan bagian yang fundamental dari pendidikan yang baik.
Pendidikan karakter juga dapat didefinisikan sebagai pendidikan yang mengembangkan karakter yang mulia (good character) dari peserta didik dengan mempraktikkan dan mengajarkan nilai-nilai moral dan pengambilan keputusan yang beradab dalam hubungannya dengan Tuhannya. Definisi ini dikembangkan dari definisi yang dimuat oleh Funderstading (2006). Departemen Pendidikan Amerika Serikat mendefinisikan pendidikan karakter sebagai berikut: “ pendidikan karakter mengajarkan kebiasaan b
Berfikir dan kebiasaan berbuat yang dapat membantu orang-orang hidup dan bekerja bersama sebagai keluarga, sahabat, tetangga, masyarakat, dan bangsa.” Menjelaskan pengertian tersebut dalam Brosur Pendidikan Karakter( Character Education brochure) dinyatakan bahwa: “ Pendidikan karakter adalah suatu proses pembelajaran yang memperdayakan siswa dan orang dewasa didalam komunitas sekolah untuk memahami, peduli tentang, dan berbuat berlandaskan nilai-nilai etik seperti respek, keadilan, kebajikan warga (civic virtue) dan kewarganegaraan (citizenship), dan bertanggung jawab terhadap diri sendiri maupun kepada orang lain.”
Lickona (1991) mendefinisikan pendidikan karakter sebagai upaya yang sungguh-sungguh untuk membantu seseorang memahami, peduli dan bertindak dengan landasan inti nilai-nilai etis. Secara sederhana Lickona (2004) mendefinisikan pendidikan karakter sebagai upaya yang dirancang secara sengaja untukmemperbaiki karakter para siswa. Sementara itu Alfie Kohn, dalam Noll (2006) menyatakan bahwa pada hakikatnya” pandidikan karakter dapat didefinisikan secara luas atau secara sempit. Dalam makna yang luas pendidikan karakter mencangkup hampir seluruh usaha sekolah diluar bidang akademisterutama yang bertujuan untuk membantu siswa tumbuh menjadi seseorang yang memiliki karakter yang baik.dalam makna yang sempit pendidikan karakter dimaknai sebagai sejenis pelatihan moral yang merefleksikan nilai tertentu”.
Menurut Scerenko (1997) pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai upaya yang sungguh-sungguh dengan cara mana ciri kepribadian positif dikembangkan, didorong,dan diberdayakan melalui keteladanan, kajian ( sejarah dan biografi para bijak dan pemikir besar), serta praktik emulasi ( usaha yang maksimal untuk mewujudkan hikmah dari apa-apa yang diamati dan dipelajari).
Sementara itu Arthur dalam makalahnya berjudul Tradisional Approaches to Character Education in Britain dan America (Nucci dan Narvaez, 2008), mengutip Anne Lockwood (1997) mendefinisikan pendidikan karakter sebagai aktivitas berbasis sekolah yang mengungkap secara sistematisbentuk perilaku dari siswa seperti ternyata dalam perkataanya: Pendidikan karakter didefinisikan sebagai setiap rencana sekolah, yang dirancang bersama lembaga lain, untuk membentuk secara langsung dan sistematis perilaku orang muda dengan mempengaruhi secara eksplisit nilai-nilai kepercayaan non-relativistik (diterima luas), yang dilakukan secara langsung menerapkan niilai-nilai tersebut.
UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Pasal 3 menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan mejadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab.
Berdasarkan fungsi pendidikan nasional, mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa seharusnya berdampak pada watak/bangsa Indonesia. Fungsi ini amat berat untuk dipikul oleh pendidikan nasional, terutama apabila dikaitkan dengan siapa yang bertanggungjawab untuk keberlangsungan fungsi ini.
“Mengembangkan kemampuan” dapat dipahami peserta didik adalah manusia yang potensial dan dapat dikembangkan secara optimal melalui proses pendidikan. Artinya setiap layanan pendidikan yang ada di Indonesia harus di persepsi secara sama bahwa peserta didik itu memilki potensi yang luar biasa dan perlu difasilitasi melalui proses pendidikan untuk mengembangkan potensinya.
Dalam pendidikan karakter, kemampuan yang dikembangkan pada peserta didik melalui persekolahan adalah berbagai kemampuan yang akan menjadikan manusia sebagai makhluk yang berketuhanan dan mengemban amanah sebagai pemimpin dunia.
“Membentuk watak ” fungsi ini mengandung makna bahwa pendidikan nasional harus diarahkan pada pembentukan watak.pendidikan yang berorientasi pada watak merupakan suatu hal yang tepat. Istilah dalam perlakuan watak disini perlu diperjelas, apakah watak itu harus “dikembangkan”, “dibentuk”, atau “difasilitasi”. Perspektif pedagogik, lebih memandang bahwa pendidikan itu mengembangkan /menguatkan/memfasilitasi watak bukan membentuk watak. Jika watak dibentuk, maka tidak ada proses pendidikan/pedagogik, yang terjadi adalah pengajaran. Terjadinya proses pendidikan harus ada kebebasan peserta didik sebagai subjek didik, bukan sebagai objek.
Fungsi “peradaban bangsa”, dipahami bahwa pendidikan itu selalu dikaitkan dengan pembangunan bangsa Indonesia sebagai suatu bangsa. Pendidikan berfungsi untuk menjadikan manusia menjadi terdidik. Manusia terdidik akan menjadikan bangsa yang beradab. Bangsa yang beradab merupakan dampak dari pendidikan yang menghasilkan manusia terdidik.
Platform pendidikan karakter bangsa Indonesia telahdipelopori oleh tokoh pendidikan Ki Hadjar Dewantara yang tertuang dalam tiga kalimat yang berbunya:
Ing ngarsa sung tuladha
Ing madya mbangun karsa
Tut wuri handayani
Ing ngarsa sung tuladha (Di depan memberikan teladan). Ketika berada di depan seorang guru memberikan contoh, teladan, dan panutan kepada peserta didiknya. Karena guru adalah sebagai seorang yang terpandang dan terdepan atau berada di depan para peserta didiknya, guru senantiasa memberikan panutan-panutan yang baik sehingga dapat di jadikan teladan bagi para peserta didiknya.
Ing madya mbangun karsa (Ditengah membangun kehendak). Ketika berada di tengah seorang guru penyatu tujuan dan cita-cita peserta didiknya. Seorang guru diantara peserta didiknya berkonsolidasi memberikan bimbingan dan mengambil keputusan dengan musyawarah dan mufakat yang mengutamakan kepentingan peserta didik di masa depannya.
Tut wuri handayani (Di belakang memberikan dorongan). Guru yang memiliki makna “digugu lan ditiru”(dipercaya dan dicontoh) secara tidak langsung juga memberikan pendidikan karakter kepada peserta didiknya. Oleh karena itu, profil dan penampilan guru seharusnya memiliki sifat-sifat yang dapat membawa peserta didiknya kearah pembentukan karakter yang kuat. dalam konteks ini guru berperan sebagai teladan peserta didiknya.
C. Perkembangan Peserta Didik
Perkembangan peserta menjadi hal penting yang perlu diperhatikan sebelum dilakukan proses internalisasi di sekolah.
Secara sederhana, Seifert & Hoffnung (1994) mendefinisikan perkembangan sebagai “long-term changes in a person’s growth, feelings, patterns of thinking, social relationships, and motor skills.” Sementara itu, Chaplin (2002)mengartikan perkembangan sebagai:
1. Perubahan yang berkesinambungan dan progresif dalam organisme, dari lahir sampai mati
2. Pertumbuhan
3. Perubahan dalam bentuk dan dalam integrasi dari bagian-bagian jasmaniah kedalam bagian-bagian fungsional
4. Kedewasaan atau kemunculan pola-pola asasi dari tingkah laku yang tidak dipelajari.
Menurut Reni Akbar Hawadi (2001), “perkembangan secara luas menu juk pada keseluruhan proses perubahan dari potensi yang dimiliki individu dan tampil dalam kualitas kemampuan, sifat dan ciri-ciri yang baru. Di dalam istilah perkembangan juga tercangkup konsep usia, yang diawali dari saat pembuahan dan berakhir dengan kematian.”
Dari beberapa pengertian perkembangan diatas menurut para ahli dapat disimpulkan bahwa, perkembangan adalah pertumbuhan yang secara terus-menerus dan bersifat tetap dari fungsi jasmaniah dan rohaniah yang dimiliki individu menuju ke tahap pematangan melalui pertumbuhan, pemasakn dan belajar.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan antara lain:
1. Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu
Faktor –faktor di dalam diri yang berpengaruh terhadap perkembangan individu antara lain, bakat atau pembawaan, sifat-sifat keturunan, dorongan dan insting.
2. Faktor-Faktor yang berasal dari luar diri individu
Diantara faktor-faktor luar yang mempengaruhi perkembangan individu adalah makanan, iklim, kebudayaan, ekonomi dan kedudukan anak dalam lingkungan keluarga.
Dalam menanamkan pendidikan karakter diperlukan pemahaman tentang perkembangan peserta didik. Seorang pendidik yang baik dapat memahami perkembangan peserta didiknya. Dengan mengetahui perkembangan peserta didiknya, seorang guru akan mudah dalam menyampaikan pendidikan karakter kepada peserta didiknya.
D. Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah
Dalam kamus besar bahasa Indonesia internalisasi diartikan sebagai penghayatan, pendalaman, penguasaan secara mendalam yang berlangsung melalui binaan, bimbingan dan sebagainya (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989 : 336).
Internalisasi diartikan sebagai penggabungan atau penyatuan sikap, standart tingkah laku, pendapat dan seterusnya di dalam kepribadian. Freud yakin bahwa superego, atau aspek moral kepribadian berasal dari internalisasi sikap-sikap parental (orang tua). (Chaplin, 2002 : 256).
Dalam proses internalisasi yang dikaitkan dengan pembinaan peserta didik atau anak asuh ada tiga tahap yang mewakili proses atau tahap terjadinya internalisasi (Muhaimin, 1996 : 153), yaitu:
a. Tahap Transformasi Nilai : Tahap ini merupakan suatu proses yang dilakukan oleh pendidik dalam menginformasikan nilai-nilai yang baik dan kurang baik. Pada tahap ini hanya terjadi komunikasi verbal antara pendidik dan peserta didik atau anak asuh.
b. Tahap Transaksi Nilai : Suatu tahap pendidikan nilai dengan jalan melakukan komunikasi dua arah, atau interaksi antara peserta didik dengan pendidik yang bersifat interaksi timbal-balik.
c. Tahap Transinternalisasi : Tahap ini jauh lebih mendalam dari tahap transaksi. Pada tahap ini bukan hanya dilakukan dengan komunikasi verbal tapi juga sikap mental dan kepribadian. Jadi pada tahap ini komunikasi kepribadian yang berperan secara aktif (Muhaimin, 1996 : 153).
Nilai-nilai yang diinternalisasikan adalah yang berkaitan dengan olah pikir (agar anak cerdas), olah hati (religius, jujur, bertanggung jawab), olahraga (bersihdan sehat), olah rasa dan karsa, peduli dan kreatif yang muaranya menuju nilai-nilai luhur dan perilaku berkarakter.
Proses internalisasi pendidikan karakter di sekolah tidak dapat dilakukan secara instan, namun secara bertahap sedikit demi sedikit dan dilakukan secara terus- menerus atau secara berkelanjutan. Dalam mengiternalisasi pendidikan karakter di sekolah-sekolah dapat dilakukan berbagai cara, tergantung dari sekolah tersebut dalam mengemasnya.
Contoh sekolah-sekolah yang menginternalisasikan pendidikan karakter kepada peserta didiknya, diataranya:
1. Sekolah Dasar Insan Teladan, Bogor
Program- program SD Insan Teladan yang sangat berpengaruh terhadap perubahan karakter adalah duduk hening, integrasi nilai kemanusiaan kedalam mata pelajaran, dan kelas integrasi khusus yang menghubungkan satu tema tertentu dengan banyak mata pelajaran.
Setiap pagi, sebelum memulai pelajaran seluruh siswa wajib mengikuti pelajaran, seluruh siswa wajib mengikuti kegiatan duduk hening. Seperti namanya, siswa diajak duduk tenang bersila. Dalam keadaan mata terpejam, mereka mengatur nafas sembari meresapi makna kalimat-kalimat yang diungkapkan guru pembimbing mereka. Acara ini berlangsung selama sekitar 10 menit.
Dalam duduk hening tersebut, siswa diminta menegakkan badan dan mengatur nafas secara perlahan-lahan dan berkosentasi.
2. MTs Negeri Kebumen 1
Salah satu sekolah menengah berbasis agama yang berada di kota Kebumen ini, menerapkan pendidikan karakter. Internalisasi pendidikan karakter pada sekolah ini melalui peraturan-peraturan baik tertulis maupun peraturan yang tidak tertulis. Selain melalui peraturan, dilakukan melalui para pendidiknya atau para guru dengan memasukan pendidikan karakter saat pelajaran, namun secara tersirat sehingga para peserta didik tidak menyadarinya.
Diantara proses internalisasi pendidikan karakter di MTs N Kebumen 1 adalah sebelum pelajaran dimulai berdoa terlebih dahulu dilanjutkan pembacaan juz amma. Hal ini dilakukan secara terus-menerus. Sehingga peserta didik akan terbiasa berdoa ketika hendak melakukan apapun. Ketika pelajaran guru disamping menyampaikan materi juga memberikan pendidikan karakter berupa nilai-nilai moral kehidupan yang diselipkan pada saat penyampaian materi.
Pendidikan karakter banyak disampaikan para guru kepada peserta didiknya. Dengan demikian para guru menjadi contoh para peserta didiknya.
3. MAN Insan Cendekia Serpong
Sekolah yang berbasis agama ini, mananankan dan mengembangkan pendidikan karakter yang kuat. Kebiasaan yang ditanamkan para siswa MAN Insan Cendekia yang sudah menjadi karakter diantara adalah salam, senyum dan sapa. Karakter itu ditanamkan sejak awal masuk menjadi siswa MAN Insan Cendekia, setiap bertemu dengan teman, guru, CS atau siapa pun harus memberi salam, senyum dan menyapa. Di awal-awal banyak siswa yang masih kaku karena belum terbiasa, namun seiring dengan berjalannya waktu dan di lakukan setiap hari, salam, senyum dan sapa melekat kuat pada siswa. Tidak hanya di sekitar sekolah saja diluar sekolah ketika berada dilingkungan masyarakat karakter itu terbawa.
MAN Insan Cendekia merupakan sekolah yang menerapkan sekolah dengan wajib berasrama. Setiap siswa yang diterima sekolah disana wajib berasrama dan mematuhi semua peraturan yang ditetapkan. Pada sekolah ini terdapat peraturan-peraturan yang bertujuan untuk membentuk karakter siswanya.
Beberapa peraturan yang di tetapkan pada MAN Insan Cendekia antara lain:
1. Wajib mengikuti pembelajaran selama jam pelajaran berlangsung. Bagi siswa yang asben tidak mengikuti pelajaran, mudah untuk mengontrol keberadaan siswa tersebut karena termasuk lingkungan berasrama.
2. Saat ulangan dilarang mencontek baik pekerjaan teman ataupun mencontek dari buku. Jika mencontek konsekuensinya nilainya nol (0). Sehingga siswa akan berfikir panjang dulu jika mau menyontek saat ulangan. Peraturan ini berhasil diterapkan di MAN Insan Cendekia. Peraturan ini membuat suasana saat ulangan berlangsung tenang, gurupun tidak perlu lagi menunggu siswanya yang sedang ulangan, karena nilai tidak mencontek sudah menjadi karakter yang membudaya. Guru sudah memberi kepercayaan kepada siswanya, begitupun siswanya memegang kapercayaan itu.
3. Sebelum masuk jam pelajaran, semua siswa berkumpul dulu di depan asrama untuk melakukan apel pagi. Apel pagi ini dilakukan dengan tujuan untuk mengecek apakah semua siswa sudah berangkat atau belum. Peraturan yang seperti ini demi membentuk karakter disiplin bagi siswa.
4. Reguler atau izin keluar diberikan sekali setiap dua minggu dengan berselang seling laki-laki dan perempuan. Peraturan ini dibuat dengan tujuan agar para siswanya disiplin, dan mencegah pertemuan laki-laki dan perempuan.
5. Menghormati orang yang lebih tua, dengan memberi salam jika bertemu, menyapa dan tersenyum.
6. Setiap hari siswa ditanamkan karakter dengan wajib solat lima waktu bejamaah dimasjid. Jika melanggar peraturan itu akan mendapat sanksi yang sudah ditetapkan.
Selain internalisasi karakter seperti yang dicontohkan diatas dalam bentuk peraturan umumnya, proses internalisasi dapat dilakukan dengan menyelipkan saat pelajaran berlangsung tanpa siswa diketahui oleh para siswanya, jika sang guru sedang memberikan pendidikan karakter. Untuk contoh: ketika sedang pelajaran geografi, tugas guru selain menyampaikan materi juga memberikan pendidikan karakter yang sesuai dengan mata pelajaran yang sedang diajarkan.
Pendidikan karakter di sekolah memili tujuan sebagai berikut:
1. Menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap penting dan perlu sehingga menjadi kepribadian/ kepemilikan peserta didik yang khas sebagaimana nilai-nilai yang dikembangkan.
2. Mengoreksi perilaku peserta didik yang disesuaikan dengan nilai-nilai yang dikembangkan oleh sekolah.
3. Membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggung jawab pendidikan karakter secara bersama.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Proses internalisasi pendidikan karakter disekolah-sekolah sangat penting dan diperlukan bagi peserta didik. Pendidik berperan penting dalam pendidikan karakter dengan didukung orang tua para peserta didik. Pendidikan karakter disesuaikan dengan tingkat sekolahnya. Diperlakukan sesuai dengan tingkatannya. Pendidikan karakter di sekolah-sekolah merupakan kelanjutan dari pendidikan karakter keluarga. Pendidikan karakter bersifat berkelanjutan dan dilakukan tahap demi tahap.
DAFTAR PUSTAKA
0 Response to "INTERNALISASI PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH"
Post a Comment